Kapan Tari Topeng ditampilkan?

Tari Topeng Cirebon. Topeng merupakan sebuah karya seni yang tercipta sebagai perwujudan atau ekspresi tentang konsep batin yang berhubungan dengan wajah. Di Indonesia sendiri keberadaan karya seni purba ini telah begitu melekat dalam kebudayaan masyarakatnya.

Meskipun belum mewakili semuanya, sebelumnya juga telah terpublikasikan tentang kesenian bertopeng. Di antaranya adalah Wayang Topeng Malangan, Tari Barong, Telek dan Dramatari Topeng Bali. Dalam artikel ini, kita akan mencoba lebih dekat dengan Tari Topeng dari Cirebon.

Mendapat sebutan Tari Topeng Cirebon karena merupakan kesenian tari asli Cirebon yang dalam prakteknya menggunakan properti topeng atau kedok. Sebagai tarian di wilayah kesultanan Cirebon, tari ini juga tersebar ke Subang, Indramayu, Jatibarang, Majalengka, Losari, dan Brebes.

Tarian ini terkadang hanya dimainkan oleh satu orang, namun tidak jarang juga melibatkan beberapa orang. Salah satu kekhasan kesenian tradisional ini adalah terlihat pada gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, sementara iringan musiknya kental oleh suara kendang dan rebab.

Keunikan lainnya adalah adanya proses pewarisan keahlian dari generasi tua kepada yang lebih muda. Tari ini memiliki keragaman gaya tarian, adapun proses pewarisan erat hubungannya dengan adat istiadat sebuah desa atau daerah yang memiliki tari topeng dengan kekhasan tersendiri.

Perihal Topeng Cirebon dan Jenisnya

Topeng Cirebon biasanya terbuat dari bahan kayu lunak sehingga memudahkan proses pembentukannya. Bisa menggunakan kayu Jaran, kayu Waru, kayu Mangga ataupun kayu Lame. Meski terbuat dari bahan yang lunak, tetap membutuhkan ketekunan, ketelitian dalam pembuatannya.

Bahkan, bagi seorang pengrajin ahli, membuat satu topeng membutuhkan waktu hingga satu hari. Selain dengan adanya proses pewarisan keahlian dari generasi ke generasi, kelestarian tradisi pembuatan topeng berkembang seiring dengan perkembangan kesenian yang menggunakannya.

Sebagai karya seni, topeng bukan hanya kedok penutup wajah. Dalam kebudayaan Cirebon, topeng adalah hiasan di bagian depan sorban penutup kepala. Istilah topeng dalam lingkup masyarakat Cirebon terbentuk dari dua kata yakni ketop-ketop yang berarti berkilauan dan gepeng berarti pipih.

Kedua istilah tersebut mewakili sebuah elemen di bagian muka sobrah atau tekes, yaitu hiasan di kepala sang penari. Topeng Cirebonan hadir dalam beragam jenis, namun ada lima topeng utama yang terkenal, yakni Topeng Panca Wanda (topeng lima wanda atau lima rupa), di antaranya sebagai berikut :

  • Panji : Berwajah putih bersih sebagai penggambaran kesucian bayi yang baru lahir.
  • Samba (Pamindo) : Mewakili wajah anak-anak yang ceria, lucu dan lincah.
  • Rumyang : Terbentuk untuk melambangkan seorang remaja.
  • Patih (Tumenggung) : Mewakili wajah kedewasaan, berkarakter tegas, berkepribadian dan bertanggung jawab.
  • Kelana (Rahwana) : Terbentuk sedemikian rupa untuk menggambarkan seseorang yang sedang marah.

Selain Topeng Panca Wanda di atas, pada era sebelum 70-an terdapat topeng-topeng lain yang melengkapi babak dalam Tari Topeng Cirebon. Topeng pelengkap tersebut adalah Tembem, Pratajaya, Prasanta, Sabdapalon, Pentul, Sadugawe, Nayagenggong/Gareng, Sentingpraya, serta Ngabehi Subakrama.

Sejarah Kesenian Topeng di Cirebon

Dalam sejarah, jauh sebelum keberadaan tari topeng di Cirebon, tarian sejenis tumbuh dan berkembang di Jawa Timur sejak abad 10-16 M. Pada masa Kerajaan Jenggala berkuasa di bawah pemerintahan Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa, tarian tersebut masuk ke Cirebon melalui seniman jalanan.

Di Cirebon, tari topeng berakulturasi dengan kesenian setempat sehingga melahirkan kesenian topeng yang khas. Selanjutnya, mengingat Cirebon adalah salah satu pintu masuk tersebarnya Agama Islam di Jawa, hal ini turut berdampak pula pada perkembangan seni tradisi yang telah ada sebelumnya.

Tersebutlah nama Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang menjadi tokoh sentralnya pada tahun 1470 hingga menjadikan wilayah Cirebon sebagai pusat penyebaran Islam. Sebagai upaya untuk menyebarkan agama baru tersebut, Sunan Gunung Jati pun bekerja sama dengan Sunan Kalijogo.

Dua Sunan dari Walisongo tersebut berusaha memfungsikan tari topeng yang ada sebagai bagian dari upaya penyebaran Islam. Sekaligus sebagai tontonan di lingkungan keraton. Selain tari ini, ada juga 6 jenis kesenian lainnya yakni Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.

Pangeran Welang dan Nyi Mas Gandasari

Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon pada tahun 1479, terjadi serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini terkenal sakti karena memiliki pedang curug sewu. Saking saktinya, Sunan Gunung Jati beserta Sunan Kalijogo dan Pangeran Cakrabuana tidak mampu menandinginya.

Pada akhirnya diambillah jalan diplomasi kesenian. Keputusan tersebut melahirkan kelompok tari dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Seiring dengan populernya kesenian ini, Pangeran Welang jatuh hati pada penarinya, bahkan rela menyerahkan pedang Curug Sewu sebagai bukti cintanya.

Penyerahan senjata berarti juga menandai hilangnya kesaktian sang pangeran. Dia menyerah dan kemudian setia pada Sunan Gunung Jati dengan mengganti namanya menjadi Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, kesenian tari tersebut lebih terkenal dengan nama Tari Topeng Cirebon.

Dalam perkembangannya, tari ini pun memiliki bentuk dan penyajian yang spesifik. Terciptalah beberapa macam tari, yakni Tari Topeng Kelana, Topeng Tumenggung, Topeng Rumyang, Topeng Samba dan Topeng Panji. Kelimanya mengusung 5 jenis topeng berbeda dan terkenal dengan sebutan Panca Wanda.

Makna Filosofis Tari Topeng Cirebon

Seperti yang sudah tersebut dalam sejarah tarian ini, awalnya Tari Topeng Cirebon lebih berkonsentrasi di dalam lingkungan keraton. Seiring perkembangan, akhirnya kesenian ini kembali, melepaskan diri dan terdapat anggapan bahwa kesenian ini merupakan rumpun tari yang berasal dari tarian rakyat.

Sementara itu, karena pada masa Islam tari ini lebih berfungsi untuk penyebaran agama. Maka pertunjukannya menjadi bermuatan filosofis dan berwatak atau wanda. Pengemasan tersebut lebih menggambarkan ketakwaan dalam beragama serta tingkatan sifat manusia, di antaranya sebagai berikut :

  • Makrifat (Insan Kamil) : Tingkatan tertinggi manusia dalam beragama dan sudah sesuai dengan syariat agama.
  • Hakikat : Pengambaran manusia yang berilmu, sehingga telah faham mana yang menjadi hak seorang hamba dan mana yang hak sang Khalik.
  • Tarekat : Gambaran manusia yang telah hidup dengan menjalankan agama dalam perilaku kehidupannya sehari-hari.
  • Syariat : Sebagai gambaran manusia yang memulai untuk memasuki atau baru mengenal ajaran Islam.

Tari Topeng Cirebon kental dengan pesan-pesan terselubung. Sarat simbol yang menyentuh berbagai aspek kehidupan dan memiliki nilai pendidikan. Aspek kehidupan yang bervariasi, termasuk kepribadian, kepemimpinan, cinta, angkara murka, serta penggambaran hidup manusia sejak lahir hingga dewasa.

Bentuk dan Struktur Pertunjukan Tari

Di masa-masa awal perkembangannya, pagelaran kesenian Topeng Cirebon tampil di lingkungan yang terbuka. Tempat pertunjukannya biasanya berbentuk setengah lingkaran, seperti di halaman rumah, di blandongan (tenda), atau di bale (panggung). Untuk penerangannya menggunakan obor.

Di zaman modern, tari ini juga pentas di dalam gedung dengan penerangan lampu listrik. Struktur pagelaran bergantung pada kemampuan rombongan, fasilitas, jenis penyajian serta lakon yang tersaji. Secara umum, struktur pertunjukan tari ini terbagi menjadi dua kategori, sebagai berikut :

Topeng Alit

Struktur minimalis baik dari segi dalang, peralatan, kru dan penyajiannya. Struktur pertunjukan Topeng Alit biasanya melibatkan lima hingga tujuh orang yang bersifat multi-peran. Ini berarti tidak hanya seorang dalang yang membawakan babak topeng, namun wiyaganya juga turut membantu.

Topeng Gede

Seperti namanya, kategori ini memiliki struktur yang lebih besar dan baku. Struktur Topeng Gede adalah penyempurnaan dari Topeng Alit. Pagelarannya melibatkan tetaluan (musik pengiring) yang lengkap, memuat lima babak sekaligus, serta lengkap dengan lakonan dan jantuk (nasihat) di akhir pagelaran.

Sementara itu, pagelaran kesenian tari ini juga memiliki tujuan yang berbeda-beda. Secara garis besar, tujuan penyelenggaraan suatu Tari Topeng Cirebon terbagi tiga, di antaranya :

Pagelaran Komunal

Pagelaran untuk kepentingan bersama. Keadaan ini memungkinkan seluruh masyarakat turut berpartisipasi sehingga acara terkesan lebih meriah. Biasanya ada juga sesi arak-arakan dalang, atraksi seni dan lain sebagainya dengan durasi penyelenggaraan bisa mencapai lebih dari satu malam.

Pagelaran Individual

Pertunjukannya lebih bertujuan untuk memeriahkan hajatan perorangan, seperti pernikahan, khitanan dan lain sebagainya.

Pagelaran Bebarangan

Pagelaran Bebarangan adalah pertunjukan tari keliling kampung yang inisiatifnya datang dari sang dalang topeng. Seorang dalang topeng datang mengunjungi desa-desa yang sudah panen atau wilayah yang lebih ramai (kota) untuk menggelar pertunjukan keseniannya di desa atau kota tersebut.

Dalang melakukan pertunjukan tersebut karena desanya belum panen, mengalami kekeringan atau sepi penduduknya. Selebihnya, pelaksanaan Tari Topeng Cirebon sangatlah beragam menyesuaikan dengan gaya tarian dari masyarakat suatu desa atau daerah yang memiliki tarian topeng yang khas.

Ragam Jenis dan Gaya Tari Topeng

Tari maupun Topeng Cirebon terbagi menjadi lima jenis utama. Jenis-jenis ini terkenal dengan istilah Panca Wanda (lima rupa), di antaranya Tari Topeng Kelana, Tari Topeng Tumenggung, Tari Topeng Rumyang, Tari Topeng Samba dan Tari Topeng Panji. Kelima tarian ini mewakili perwatakan manusia.

Sementara itu, mengenai gaya tarian, Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa gaya tari yang telah mendapat pengakuan secara adat. Gaya-gaya ini berasal dari desa-desa asli yang melahirkan tarian topeng atau juga desa lain yang menciptakan gaya baru yang secara adat diakui berbeda dengan gaya lainnya.

Penyebab perbedaan gaya tari di masing-masing desa umumnya berhubungan dengan adanya penyesuaian selera penikmat dengan nilai estetik gerak tarian di atas panggung. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai berbagai macam gaya tari dari Topeng Cirebon :

Gaya Beber

Ada sejak abad ke-17 Masehi di desa Beber, Ligung, Majalengka. Menurut ahli dalang, gaya ini datang dari seniman dari Gegesik, Cirebon. Babaknya meliputi Panji, Samba, Temenggung, Jinggananom dan Temenggung, Klana dan Rumyang. Biasanya tampil malam hari dengan Tari Topeng Rumyang tersaji ketika mendekati terbitnya matahari.

Gaya Brebes

Dalam Babad Tanah Losari, gaya tari ini berawal dari pindahnya Pangeran Angkawijaya ke Losari, Brebes. Pindah dari Kesultanan Cirebon demi menghindari konflik internal serta kehidupan yang gemerlapan. Di daerah yang baru, pangeran mengembangkan bakat seninya dan menciptakan gaya ini. Gaya Brebes banyak mendapat pengaruh kebudayaan Jawa.

Gaya Palimanan

Tersebar di Palimanan, Cirebon. Tetaluan di setiap babak berbeda. Kembang Sungsang untuk babak Panji, Gaya-Gaya untuk Samba, Malang Totog untuk Tumenggung, Bendrong untuk Jingga Anom dan Klana Udeng. Ada juga Gonjing untuk Klana dan Kembang Kapas untuk Rumyang. Tetaluan mirip gaya Gegesik, adapun gerakannya mirip gaya Losari.

Gaya Gegesik

Tersebar di Gegesik, Cirebon, gaya ini memiliki raut karakteristik topeng yang khas. Khususnya Topeng Panji yang berwarna putih dengan raut tenang, mata sipit merunduk tajam, hidung mancung, serta senyum terkulum. Perubahan gaya ini mulai kentara sejak 1980-2000. Pertunjukan sering diwarnai dangdut sehingga disebut Topeng-Dangdut.

Gaya Celeng

Mewakili tari topeng di dusun Celeng, Loh Bener, Indramayu. Berasal dari Ki Kartam, seorang ahli dalang dari Majakerta. Meski memiliki ciri khas, namun banyak kesamaan dengan gaya lainnya. Termasuk lagu dan pengiring yang mirip dengan Gegesik dan Slangit. Kemiripan lain juga pada gerak tari yang mendekati gerakan pada gaya Pekandangan.

Gaya Cipunegara

Gaya Cipunegara tersebar di perbatasan Indramayu, mulai dari Pegaden hingga bantaran sungai Cipunegara. Terkenal dengan sebutan Tari Topeng Menor karena kemerduan dan kecantikan penarinya. Nama lainnya adalah Tari Topeng Jati karena salah satu pusat gaya ini ada di desa Jati, Cipunegara, Subang.

Salah satu yang menarik dari gaya Cipunegara adalah pengantar menggunakan bahasa Sunda, bukan bahasa Cirebon. Selain gaya yang telah disebutkan, masih banyak lagi gaya Tari Topeng Cirebon, termasuk gaya Cibereng, Gujeg, Kalianyar, Kreyo, Losarang, Pekandangan, Randegan, Slangit dan lain sebagainya.

Referensi:

  1. digilib.uin-suka.ac.id/7
  2. digilib.itb.ac.id/files/di
  3. id.wikipedia.org/wiki/T

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA