Jelaskan yang dimaksud dengan rasionalitas

Kata rasional identik dengan suatu pemikiran yang dimiliki atau dikemukakan oleh seseorang. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rasional berarti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, atau cocok dengan akal sehat.

Suatu pemikiran yang rasional dapat diperoleh dengan mempelajari kecakapan berpikir dengan logika. Sebab, rasional sesuai dengan penalaran atau sama dengan logika manusia.

Selain itu, rasional bisa diartikan sebagai gagasan yang muncul karena suatu pemikiran yang mengandalkan logika, sehingga mengarah pada jalan pemikiran yang masuk akal. Dengan berpikir rasional dapat membantu seseorang untuk berpikir lebih kritis, metodis, tertib, dan koheren.

Di samping itu, berpikir rasional juga meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, objektif, tajam, dan menggunakan asas-asas sistematis.

Pengertian Rasional Menurut Ahli

Beberapa ahli turut mengemukakan pendapatnya terkait apa itu rasional, di antaranya Max Weber dan John Dewey.

Max Weber

Sebagai salah seorang ahli yang mencetuskan teori rasionalitas, Max Weber mengemukakan dua jenis rasionalitas manusia, yaitu rasionalitas tujuan dan rasionalitas nilai.

Advertising

Advertising

Rasionalitas tujuan mengakibatkan seorang atau sekumpulan orang dalam satu tindakan berorientasi tujuan, cara mewujudkannya, dan akibat-akibatnya. Jenis ini bersifat formal karena mengutamakan tujuan dan cenderung mengabaikan nilai.

Sementara itu rasionalitas nilai mempertimbangkan nilai-nilai atau berbagai etika dalam mengambil langkah untuk mencapai tujuan.

John Dewey

John Dewey mengartikan rasional sebagai ide-ide yang diuraikan dalam larutan rasional lewat pembentukan implikasi mengumpulkan dan memperkuat bukti, kemudian menyimpulkannya melalui kesaksian atau percobaan.

Tipe Rasionalitas

Secara umum, terdapat tiga tipe rasionalitas, yaitu rasionalitas praktis, teoretis, dan substantif.

1. Rasionalitas praktis

Tipe ini merupakan jalan hidup yang memandang dan menilai berbagai kesibukan duniawi dalam hubungannya dengan kebutuhan individu yang murni pragmatis dan egoistis.

2. Rasionalitas teroretis

Rasionalitas teoretis menggiring orang lain untuk melihat kenyataan keseharian dalam upayanya mengerti dunia sebagai sesuatu yang mengandung arti.

3. Rasionalitas substantif

Rasionalitas subtantif mirip dengan rasionalitas praktis. Bedanya tipe ini melibatkan penentuan fasilitas untuk mewujudkan tujuan.

Teori Pilihan Rasional

Meneruskan jurnal "Pilihan Rasional Mahasisiwa Difabel dalam Memilih Jurusan Keguruan di IKIP Budi Utomo Malang", rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Max Weber dalam klasifikasinya terkait tipe-tipe tindakan sosial.

Menurut Weber, tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Di sini, arti dari rasional adalah masuk akal.

Individu dalam masyarakat tradisional terikat oleh tradisi, sementara pada masyarakat modern diikat rasionalitas.

Weber mengajukan pendapatnya mengenai rasionalisasi masyarakat yang didefinisikan sebagai perubahan historis gagasan manusia, dari tradisi menuju rasionalitas. Kehidupan modern mengubah pola pikir manusia ke arah yang lebih maju dan rasional, di mana manusia lebih berpikir untuk masa depan.

Teori pilihan rasional merupakan tindakan rasional dari individu atau aktor untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan tujuan tertentu dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (prefensi).

Karakteristik utama dari berbagai bentuk rasionalitas adalah bahwa semuanya melakukan pemilihan secara bernalar tentang perlunya mengambil arah tindakan tertentu untuk memecahkan suatu masalah.

Bentuk-bentuk Rasionalitas

Menurut profesor Ilmu Politik Universitas Negeri New York, Paul Diesing, terdapat beberapa bentuk rasionalitas, yaitu:

  • Rasionalitas teknis: rasionalitas teknis merupakan karakteristik pilihan yang bernalar meliputi perbandingan alternatif atas dasar kemampuan masing-masing.
  • Rasionalitas ekonomis: karakteristik pilihan yang bernalar dengan membandingan alternatif atas dasar kemampuan untuk menemukan pemecahan masalah.
  • Rasionalitas legal: karakteristik pilihan bernalar yang meliputi perbandingan alternatif bedasarkan kesesuaian hukumnya.
  • Rasionalitas sosial: karakteristik pilihan yang menyangkut perbandingan alternatif menurut kemampuannya dalam mempertahankan atau meningkatkan institusi-institusi sosial yang bernilai.
  • Rasionalitas substantif: karakteristik pilihan yang menyangkut perbandingan berbagai bentuk rasionalitas, baik teknis, ekonomis, legal, maupun sosial, dengan maksud agar dapat dibuat pilihan yang paling layak berdasarkan kondisi yang ada.

Ciri-ciri Rasional

Ada beberapa ciri yang menunjukan seseorang berpikir dengan rasional, di antaranya:

  • Berpikir tentang masa depan lebih dari masa lalu.
  • Melakukan sesuatu sesuai rencana yang sudah dibuat.
  • Selalu menanyakan alasan terlebih dahulu.
  • Perihal mencapai target dipandang sebagai sesuatu yang tidak sulit.
  • Selalu memastikan sebab dan akibat.
  • Jarang membuang waktu untuk memikirkan suatu hal terlalu lama.
  • Mudah mendapat informasi.
  • Tidak membiarkan emosi membutakan penilaian, dan masih banyak lagi.

Ketika kita berharap agar seseorang bertindak secara rasional, maka yang dimaksudkan adalah orang lain tersebut bertindak berdasarkan keputusan yang dipikirkan secara matang, dan dilandasi oleh informasi yang akurat dan objektif.

Yang dimaksudkan dengan pemikiran matang adalah orang tersebut mempertimbangkan dengan baik tujuan apa yang akan dicapai, dan keputusan dilandasi oleh niatan untuk mencapai tujuan tersebut dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya (Baron, 2008).

Bila ada hal yang belum pasti di dalam informasi yang dimiliki ketika mengambil keputusan, maka seseorang yang rasional akan membuat judgment berdasarkan penalaran yang logis. Penalaran logis untuk membuat judgment dan mengambil keputusan yang rasional di tengah ketidaklengkapan informasi meru- pakan inti dari teori-teori normatif tentang pengambilan keputusan normatif, seperti teorema Bayes, teori probabilitas, dan expected utility theory (Edwards, Miles, & von Winterfeldt, 2007).

Dari ilustrasi tersebut dapat dirumuskan bahwa rasionalitas merupakan sebuah ukuran yang bersifat normatif yang digunakan ketika kita mengevaluasi keyakinan-keyakinan dan keputusan-keputusan yang diambil seseorang dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang dimilikinya (Baron, 2008).

Sebagai sebuah ukuran normatif, keputusan seseorang dan keyakinan yang mendasarinya dapat dinilai sebagai benar dalam arti rasional, atau tidak. Selain itu rasionalitas dalam satu situasi dapat dibandingkan kadarnya dari rasionalitas pada sebuah situasi yang lain. Demikian pula, rasionalitas pada seseorang dapat dibandingkan dengan kadar rasionalitas pada seorang yang lain. Secara keseluruhan, rasionalitas dapat berkadar tinggi atau rendah, dapat dikatakan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, atau sangat rendah. Sebagai sebuah ukuran yang normatif, kadar rasionalitas yang lebih tinggi dalam sebuah keyakinan dan keputusan lebih dihargai, atau lebih desirable, dibandingkan dengan kadar rasionalias yang lebih rendah.

Parameter utama dari rasionalitas adalah tujuan yang dimiliki oleh seseorang. Keberadaan tujuan ini sendiri bersifat given, atau bersifat sebagai sebuah keniscayaan. Setiap orang, bahkan setiap organisme hidup, pada setiap momen keberadaannya niscaya setidaknya memiliki sebuah tujuan. Setidaknya, mempertahankan hidup meru- pakan tujuan dasar yang dimiliki oleh setiap organisme. Selain itu, berbagai tujuan hidup yang lain juga dimiliki oleh organis- me. Semakin tinggi tingkat kompleksitas biologis sebuah organisme maka semakin bervariasi tujuan-tujuan yang dimilikinya. Namun, aspek yang relevan dengan ukuran rasionalitas dari sebuah tujuan bukanlah jenis, bentuk, atau isi dari tujuan itu, melainkan tingkatan pencapaian atau pemenuhan dari sebuah tujuan, apa pun itu jenis, bentuk, atau isi tujuannya.

Secara normatif, pencapaian atau pemenuhan tujuan yang lebih tinggi akan dipandang sebagai lebih dihargai, atau lebih desirable, dibandingkan dengan pencapaian atau pemenuhan tujuan yang lebih rendah jumlah atau tingkatannya. Dengan kata lain, pencapaian tujuan dalam tataran yang lebih tinggi dipandang lebih rasional dibanding- kan dengan pencapaian tujuan yang lebih rendah.

Sebuah tujuan dapat dicapai melalui berbagai cara. Sebuah cara mungkin memberikan hasil yang sama dengan cara yang lain. Namun, cara itu bisa juga memberikan hasil yang lebih sedikit, atau sebaliknya lebih tinggi. Pemilihan cara yang keliru mungin akan membawa individu pada pencapaian tujuan yang tidak maksimal, atau tidak optimal bila dibandingkan dengan alternatif cara yang lain yang bisa memberikan hasil yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pemilihan sebuah cara untuk mencapai tujuan bisa dinilai lebih rasional, kurang rasional, atau sama saja tingkatan rasionalitasnya dibandingkan dengan cara yang lain.

Proses mental dan perilaku di mana individu memilih satu dari alternatif cara yang lain disebut sebagai pengambilan keputusan. Sebagaimana hasil keputusan dapat dinilai sebagai memenuhi atau tidak memenuhi tujuan yang ingin dicapai, proses pengambilan keputusan dapat dinilai sebagai lebih rasional atau kurang rasional. Secara umum dapat digariskan bahwa rasionalitas dalam pengambilan keputusan berarti pemilihan alternatif tindakan untuk mencapai tujuan melalui cara-cara yang terbaik (Stanovich & West, 2014). Literatur di bidang pengambilan keputusan memiliki ukuran-ukuran yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi unsur-unsur dalam sebuah pengambilan keputusan yang dapat dinilai sebagai rasional atau kurang rasional. Lebih banyak tentang hal ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya.

Menurut pandangan Stanovich dan West (2014), rasionalitas mengandung dua pengertian, yaitu sebagai sebuah tindakan yang tepat dilihat dari hasil yang diharapkan sebagaimana diukur dari sudut pandang pencapaian tujuan, serta sebagai sebuah keyakinan yang dipegang individu, di mana keyakinan tersebut didukung oleh bukti-bukti terbaik yang tersedia.

Ranah rasionalitas yang pertama disebut sebagai instrumental rationality, sementara ranah rasionalitas yang kedua disebut sebagai epistemic rationality.

Secara lebih terinci Hastie dan Dawes (2010) mengemukakan bahwa sebuah tindakan dapat disebut rasional bila memenuhi empat kriteria.

  • Pertama, tindakan itu dilandasi oleh pertimbangan yang menyeluruh terhadap seluruh alternatif tindakan lain yang tersedia. Dengan kata lain pelaku tindakan telah mempertimbangkan seluruh kemungkinan yang tersedia.

  • Kedua, pemilihan alternatif tindakan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan terhadap konsekuensi atau hasil yang mungkin menyertai setiap alternatif tindakan. Alternatif tindakan yang dipilih adalah yang memberikan hasil yang terbaik atau tertinggi bagi pelaku.

  • Ketiga, ketika hasil atau konsekuensi tersebut masih berupa kemungkinan atau tidak dapat dipastikan benar atau tidaknya, maka nilai dari hasil atau konsekuensi tindakan harus diperkirakan dengan cara menggunakan aturan-aturan sebagaimana digariskan dalam teori probabilitas.

  • Keempat, keseluruhan proses pengambilan keputusan rasional ini mencerminkan pertimbangan yang menyeluruh terhadap unsur ketidakpastian dan ketidakjelasan terkait hasil dari sebuah tindakan, dalam kaitan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai melalui tindakan tersebut.

Pendekatan Teoretikal terhadap Rasionalitas

Rasionalitas perilaku manusia dapat dikaji dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang psikologi dan ekonomika. Kedua sudut pandang ini memiliki perbedaan- perbedaan mendasar dalam menganalisis rasionalitas perilaku, sebagaimana juga perbedaan yang ditemukan dalam pendekatan keduanya dalam menjelaskan perilaku ekonomi manusia (Horgart & Reder, 1986).

Herbert Simon menyebut sudut pandang ekonomika terhadap rasionalitas sebagai pendekatan rasionalitas substantif, sementara sudut pandang psikologi terhadap rasionalitas disebut olehnya sebagai pendekatan rasionalitas prosedural (Simon, 1982).

Di dalam tulisannya yang lain, Herbert Simon menggunakan istilah rasionalitas hasil yang sama dengan rasionalitas substantif, dan rasionalitas proses sebagai istilah lain dari rasionalitas prosedural (Simon, 1978). Sementara itu, Lea (1994) menggunakan istilah rasionalitas substantif dan rasionalitas prosedural dengan pengertian yang kurang-lebih sama dengan Simon (1982). Paparan di bagian ini akan menggunakan kerangka yang digunakan oleh Simon (1982).

Pandangan Herbert Simon memiliki arti penting dalam kajian tentang rasionalitas, tidak saja karena salah satu dari perintis disiplin psikologi kognitif memenangkan penghargaan Nobel di bidang Ekonomi pada tahun 1978. Lebih penting dari ini adalah bahwa penghargaan tersebut diberikan atas jasa beliau memperkenalkan kerangka bounded rationality dan konsep satisficing yang memiliki dampak besar bagi pengembangan ilmu ekonomika (Nobelprize.org., 1978).

Intisari dari konsepsi bounded rationality adalah bahwa individu manusia bukanlah makhluk yang rasional sempurna seperti yang diasumsi- kan di dalam teori ekonomika mainstream. Rasionalitas manusia mengenal batas-batas kemampuan, karena itu disebut sebagai bounded rationality .

Salah satu manifestasi utama dari bounded rationality adalah bahwa dalam pengambilan keputusan, individu berorientasi pada hasil yang terbaik yang mampu dicapai, atau disebut sebagai satisficing, bukan hasil yang terbesar seharusnya bisa diraih. Dengan demikian satisficing merupakan alternatif teoritik dari optimal utility (hasil terbesar yang seharus- nya dicapai) dalam perilaku yang rasional.

Sebagaimana disebutkan di atas, Herbert Simon membagi rasionalitas ke dalam dua jenis, yaitu rasionalitas substantif (substantive rationality), dan rasionalitas prosedural (procedural rationality).

  • Sebuah perilaku disebut sebagai rasional secara substantif bila perilaku tersebut tepat atau memadai dilihat dari sudut pandang pencapaian tujuan, dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Dengan kata lain, rasionalitas substantif sebuah tindakan diukur dari hasil dari tindakan tersebut. Semakin besar sebuah tindakan memberikan hasil yang bermanfaat bagi pencapain tujuan, maka semakin rasional tindakan tersebut. Faktor psikologis yang terkait dengan rasionalitas substantif terbatas pada rumusan tujuan.

    Selain itu rasionalitas ditentukan sepenuhnya oleh aspek-aspek di lingkungan di mana tindakan tersebut dilakukan (Simon, 1982). Hanya ada satu cara bagi individu untuk mangatasi hambatan dan keterbatasan yang ada di lingkungan dalam upayanya men- capai tujuan, yaitu judgment dan pengam- bilan keputusan yang rasional (Schoemaker, 1982). Lebih jauh tentang hal ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya.

  • Sebuah perilaku disebut sebagai rasional secara prosedural kalau perilaku itu merupakan hasil dari proses timbang-menimbang (deliberation) yang matang. Dengan kata lain, letak rasionalitas dari perilaku ini adalah pada pertimbangan yang diambil, bukan pada hasil yang didapatkan. Dengan demikian rasionalitas prosedural memiliki makna yang sama dengan kebalikan dari cara berpikir yang aneh.

    Dalam pandangan ini, sebuah perilaku disebut sebagai irrasional, atau tak rasional, bila perilaku ini terlihat sebagai sebuah tanggapan yang impulsif, atau tanpa melalui proses pertimbangan yang memadai, atau yang semata didorong oleh emosi sesaat. Secara implisit ini bermakna bahwa faktor-faktor di dalam individu, yang dalam kajian ilmu psikologi dipandang sebagai faktor penentu dalam proses-proses kognitif dan intelektual, dapat membawa pada perilaku yang rasional atau takrasional.

    Sebagai kesimpulan, rasionalitas dalam pengertian prosedural mengandung makna seperti perilaku yang selaras dengan akal sehat, tidak aneh-aneh, tidak gila-gilaan (preposterous), berlebihan, dungu, khayali, atau yang semacam itu. Sebaliknya, peri- laku rasional adalah perilaku yang cerdik dan masuk akal (Simon, 1978).

Perbedaan antara rasionalitas substantif dan rasionalitas prosedural dapat digambarkan dalam pemecahan atas masalah bagaimana caranya untuk menekan biaya yang diperlukan untuk menyediakan gizi yang memadai bagi sebuah tim olah raga.

Ketercukupan nutrisi didefinisikan sebagai batas terendah untuk asupan protein, vitamin, dan mineral tertentu, serta batas asupan tertinggi dan terendah untuk kalori. Sementara itu harga per satuan bahan makanan, dan komposisi jenis hidangan yang dapat disajikan, telah ditentukan. Masalah penyediaan nutrisi ini dapat dipecahkan, dan sebenarnya telah dilaku- kan, dengan menggunakan pemrograman linear. Pemecahan masalah yang sempurna diperoleh dengan menerapkan algoritma simplex atau dengan prosedur komputasi tertentu. Dari sudut pandang rasionalitas substantif, dengan batasan tujuan menekan biaya dan pengertian ketercukupan nutrisi yang telah ditetapkan, tidak ada alternatif solusi yang lain selain yang dihasilkan dari pemecahan masalah secara komputasonal. Komposisi hidangan yang tidak dihasilkan dari metode komputasi ini dapat dipastikan sebagai keliru. Karena itu pemecahan masalah dari rasionalitas substantif bersifat normatif.

Dari sudut pandang rasional prosedural, titik tekannya bukanlah pada peme- cahan masalah, yakni racikan hidangan itu sendiri, namun pada metode yang digunakan untuk menemukan solusi itu. Sekilas ini akan terlihat, sekali lagi, lebih sebagai masalah komputasi matematika dibandingkan dengan masalah psikologis. Namun, manusia bukanlah mesin yang dibekali dengan algoritma tertentu untuk memecahkan masalah. Dalam kondisi daya dukung komputasi memungkinkan, solusi untuk masalah di atas bisa bersifat normatif. Namun dengan keterbatasan kemampuan komputasi yang dimiliki oleh individu, rasionalitas prosedural bersifat bounded.

Keterbatasan dalam kemampuan komputasi adalah ciri utama pada manusia. Dengan bounded rationality (kemampuan penyimpanan dan pemrosesan informasi yang terbatas), upaya penyelesaian masalah melalui proses komputasi dilakukan dengan prosedur yang se-efisien mungkin (Simon, 1982). Dalam proses judgment , ini dilakukan melalui penggunaan heuristics (Simon, 1982; Tversky & Kahneman, 1974).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA