Jelaskan upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mewujudkan fungsi Negara

Jakarta (11/6) -- Pemerintah terus berupaya membangun sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar dapat memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat secara optimal dan berkesinambungan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, pemerintah telah dan sedang menyiapkan serangkaian kebijakan secara menyeluruh untuk perbaikan ekosistem JKN secara sistemik. Di antaranya, rasionalisasi manfaat program sesuai kebutuhan dasar kesehatan, penerapan satu kelas rawat yang standar, dan penyederhanaan tarif layanan.

Muhadjir mengatakan, untuk menciptakan kesinambungan program perlu perbaikan ekosistem secara sistemik dengan mempertimbangkan beberapa hal. 

Pertama, penguatan JKN sebagai skema asuransi sosial bersifat wajib. Dalam hal ini ada beberapa agenda yang harus diselesaikan. Muhadjir menyebut, untuk mewujudkannya seluruh penduduk yang menjadi peserta sudah seharusnya wajib membayar iuran. Sedangkan, untuk peserta yang miskin atau tidak mampu, iurannya dibayarkan pemerintah. 

Selain itu perlu ada kebijakan yang mampu mewujudkan kepesertaan yang bersifat wajib. "Semoga ini bisa laten dan menjadi formula andalan untuk membuat kepesertaan yang mandatory," ungkap Menko Muhadjir dalam diskusi bersama anggota dewan.

Kemudian, kedua, mengenai manfaat yang dijamin dalam program JKN yakni kebutuhan dasar dengan kelas rawat inap standar sesuai UU 40/2004. 

Ketiga, terkait reviu iuran, manfaat dan tarif layanan secara konsisten dan reguler. Menurut Muhadjir, peninjauan kembali harus dilakukan dengan pendekatan aktuaria yang konsisten dan akuntabel. Peninjauan aktuaria ini pertimbangkan paling sedikit pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan, kemampuan bayar peserta, inflasi kesehatan dan potensi perbaikan program yang ada. Iuran yang berlaku saat ini masih lebih kecil dibandingkan dengan biaya manfaat. 

Menurut Menko Muhadjir, untuk menjaga keterjangkauan pembayaran iuran oleh peserta mandiri, pemerintah selalu mencari titik keseimbangan dan menalangi kekurangannya sebagai tanggung jawab dalam menjaga kelangsungan JKN. Namun, dalam jangka panjang, program JKN harus didasari oleh prinsip gotong royong untuk menjamin kesinambungan. Yang sehat membantu yang sakit, dan yang kaya membantu yang miskin.

Muhadjir mengatakan, sesuai ketentuan yang berlaku seharusnya besaran iuran perlu direviu secara berkala setiap dua tahun sekali. Dia mengungkapkan, iuran JKN terakhir diperbaharui pada tahun 2016. Bahkan untuk iuran PBPU Kelas III belum pernah disesuaikan sejak tahun 2014.

"Itu adalah isu-isu yang jadi skema dalam upaya kita membangun ekosistem yang kondusif agar jaminan terus berkesinambungan," Muhadjir memungkasi.

Sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan penyesuaian besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja atau PBPU dan BP). 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Adapun penyesuaian iuran itu untuk peserta PBPU dan BP mulai 1 Juli 2020, yaitu kelas I menjadi Rp150.000 dari saat ini Rp80.000. Iuran peserta mandiri kelas II menjadi Rp100.000 dari saat ini sebesar Rp51.000, serta kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Khusus peserta PBPU dan BP kelas III, tahun 2020 peserta hanya membayar Rp25.500 sisanya disubsidi pemerintah, dan tahun 2021 peserta hanya membayar Rp35.000, sisanya disubsidi pemerintah dan pemda.

Dalam RDP tersebut juga hadir Menteri Kesehatan, Ketua DJSN, Ketua Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan. Terjadi diskusi yang dinamis antara Komisi IX DPR-RI dengan Pemerintah. Di akhir rapat disepakati 7 (tujuh) kesimpulan, di antaranya, demi terciptanya ekosistem program JKN yang sehat dan berkesinambungan sesuai amanat UUD 1945 dan UU SJSN dan UU BPJS, Komisi IX mendesak Pemerintah untuk mempercepat perbaikan tata kelola sistem JKN dengan mempertimbangkan rekomendasi BPKP tahun 2018 dan Putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020 serta melakukan kajian formulasi baru terkait model pembiayaan (termasuk iuran kepesertaan) dan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan.

Pandemi virus korona atau Covid-19 telah memberikan dampak signifikan kepada seluruh masyarakat, mulai dari pengusaha, pegawai, pekerja pabrik, sopir taksi, sopir bus, sopir truk, kernet, pengemudi ojek, petugas parkir, para pengrajin, pedagang kecil, hingga pelaku usaha mikro. Oleh sebab itu, pemerintah berkomitmen untuk memberikan perhatian besar dan memberikan prioritas utama untuk menjaga pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat di lapisan bawah.

Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 9 April 2020. Dalam kesempatan tersebut, Presiden pun merinci sejumlah bantuan sosial yang disiapkan pemerintah guna menghadapi dampak Covid-19 bagi masyarakat.

"Pada tanggal 31 Maret yang lalu, saya telah menyampaikan kebijakan mengenai penerima manfaat dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan kepada 10 juta keluarga penerima, jumlahnya total anggarannya adalah Rp37,4 triliun. Kemudian yang berkaitan dengan Kartu Sembako diberikan kepada 20 juta penerima, per orang diberikan Rp200 ribu per bulannya dan totalnya adalah Rp43,6 triliun," kata Presiden.

"Kemudian Kartu Prakerja yang sudah saya sampaikan yang lalu juga 5,6 juta orang (dengan) insentif pascapelatihan sebesar Rp600 ribu selama 4 bulan, anggaran yang disiapkan adalah Rp20 triliun. Kemudian juga pembebasan tarif listrik 450VA dan diskon tarif listrik untuk 900VA, yang tadi yang 450VA (sejumlah) 24 juta pelanggan dan yang 900VA (sejumlah) 7 juta pelanggan, anggaran yang disiapkan adalah Rp3,5 triliun," kata Presiden.

Adapun dalam minggu ini, pemerintah telah memutuskan beberapa kebijakan bantuan sosial yang baru yaitu bantuan khusus bahan pokok sembako dari pemerintah pusat untuk masyarakat di DKI Jakarta. Bantuan ini dialokasikan untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK (kepala keluarga) dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan, anggaran yang dialokasikan (sebesar) Rp2,2 triliun.

"Kemudian bantuan sembako untuk wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diberikan kepada 1,6 juta jiwa atau 576 ribu KK sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dengan total anggaran Rp1 triliun. Untuk masyarakat di luar Jabodetabek akan diberikan bantuan sosial (bansos) tunai kepada 9 juta KK yang tidak menerima bansos PKH maupun bansos sembako. Sekali lagi, kepada 9 juta KK sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dan total anggaran yang disiapkan adalah Rp16,2 triliun," kata Presiden.

Di samping itu, Presiden menjelaskan bahwa sebagian dana desa juga segera dialokasikan untuk bantuan sosial di desa. Bantuan tersebut diberikan kepada kurang lebih 10 juta keluarga penerima dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dan total anggaran yang disiapkan adalah Rp21 triliun.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga akan memperkuat program padat karya tunai di kementerian-kementerian yang total anggarannnya adalah Rp16,9 triliun. Program tersebut dilaksanakan di beberapa kementerian, seperti di Kementerian Desa dengan target 59 ribu tenaga kerja.

"Kementerian PUPR dengan program padat karya tunai juga, targetnya 530 ribu tenaga kerja dengan total nilai kurang lebih Rp10,2 triliun. Kemudian di kementerian-kementerian yang lain: Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kemudian Kementerian Perhubungan," kata Presiden.

Sementara itu, Kepala Negara menyebut bahwa Polri juga akan melaksanakan program bantuan dalam bentuk Program Keselamatan. Program tersebut seperti program Kartu Prakerja, yang mengombinasikan bantuan sosial dan pelatihan.

"Targetnya adalah 197 ribu pengemudi taksi, sopir bus atau truk, dan kernet akan diberikan insentif Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan, anggaran yang disiapkan di sini adalah sebesar Rp360 miliar," kata Presiden.

Di penghujung keterangannya, Presiden berkomitmen bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menyisir lagi anggaran-anggaran yang tersedia untuk menambah lagi bantuan sosial, memperluas peluang kerja bagi masyarakat di lapisan bawah untuk program padat karya. Ia pun mengajak para pengusaha untuk tidak memutus hubungan kerja karyawannya di tengah pandemi ini seraya mengajak semua pihak bekerja sama.

"Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah, kita harus hadapi bersama-sama. Saya mengajak para pengsuaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya dan saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat yang kurang mampu dengan bergotong-royong secara nasional, kita bisa mempertahankan capaian pembangunan dan memanfaatkannya untuk lompatan kemajuan," kata Presiden.

"Sekali lagi, saya ingin memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh jajaran yang bergerak di depan, dalam hal ini dokter, para perawat, tenaga medis yang berada di rumah sakit dalam kita berperang melawan Covid-19 ini. Saya memberikan apresiasi yang tinggi dan itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini," kata Presiden. (Humas Kemensetneg)

Mengingat

:

Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;