Jelaskan pengertian dan Bagaimana hukumnya bertransaksi jual beli dengan sistem ijon

Dari paparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa keuntungan dalam bertransaksi online atau jual beli online sama-sama menguntungkan kedua belah pihak, baik itu produsen ataupun konsumen.Dengan demikian, jual beli online bisa menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi masyarakat yang ingin membuka usaha.

Adapun kerugian yang di peroleh dari kegiatan jual beli online antara:

  1. Produk tidak dapat dicoba

Dalam transaksi online, produk yang ditawarkan bermacam-macam bentuk, ukuran, warna, bahan dan lain sebagainya.Ketika kita membeli produk tersebut kita tidak dapat mencoba produk yang diinginkan, hanya saja terdapat ukuran dan keterangan produk.Jadi kita hanya bisa memilih pruduk tanpa mencobanya.

  1. Standar dari barang tidak sesuai.

Produk yang ditawarkan hanya bisa dilihat melalui alat  berbentuk digital atau sejenisnya. Dalam hal ini pembeli hanya bisa melihat barang melalui foto atau gambar, jadi seringkali terjadi dalam pembelian online barang yang dibeli tidak sesuai dengan barang yang dipesan.

  1. Biaya pengiriman yang mahal

Biasanya pembelian online yang kita lakukan berada ditempat yang berjauhan, sehinggan kita harus mengeluarkan biaya tambahan dalam pengiriman barang yang kita pesan.Karena dalam hal ini, tidak semua produk yang kita inginkan berada dalam satu tempat atau dekat dengan rumah kita. Tentunya kita akan melakukan pengiriman.

Kemudahan dalam mengakses internet menjadikan kegiatan ini mudah bagi penipu untuk menipu para komsumen. Dimana penipu akan menjualkan banyak jenis barang di internet  yang kemudian konsumen akan membeli dan memesan, tanpa mengetahui apakah itu penjualan resmi. Yang akibatnya konsumen sudah mengirimkan uang pembelian barang tetapi barang yang dipesan tidaklah sampai kepada konsumen.

 Dari penjelasan diatas, penulis meyimpulkan kerugian dalam jual beli online juga perlu dipertimbangkan lagi.Ada baiknya setiap konsumen perlu memperhatikan serta berhati-hati dalam transaksi ini, agar terhindar dari segala Sesutu yang terkait dengan kerugian. Kita perlu jeli dan focus dalam memperhatikan perusahaan atau produsen yang memasarkan produk, agar terhindar dari penipuan.

Berbisnis melalui online merupakan suatu sarana yang mempermudah masyarakat dalam kegiatan bermuamalah.Jual beli online merupakan salah satu kegiatan muamalah yang diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya.Jual beli online ini sendiri banyak diminati masyarakat, karna mempermudah dalam pekerjaan.Dalam membuka usaha jenis ini, kita perlu melakukan pembaharuan untuk menciptakan usaha-usaha yang menarik minat banyak konsumen, sehingga usaha yang dikembangkan dapat berkembang baik didalam maupun luar negeri. Tidak lupa pula dalam berbisnis jenis ini kita perlu memperhatikan ketentuan yang berasal dari syariat islam serta tidak melanggar Undang-undang.

Kemudian sebagai konsumen, kita perlu memperhatikan dengan baik dalam memilih kegiatan muamalah jenis ini, dikarenakan banyaknya penipuan yang terjadi.Kita perlu lebih jeli dan teliti dalam memilih jasa dan produk yang ditawarkan. Agar terhindar dari segala sesuatu yang merugikan diri kita.

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 10 No. 1 (2017): Jurnal El-Hikam /
  4. Articles

Keywords: Ijon, Riba, Islam

Ijon merupakan istilah yang sudah dikenal di Indonesia, dalam literatur fikih dikenal dengan sebutan Mukhadlarah yaitu mengadakan transaksi jual beli buah-buahan yang masih berada di atas pohon, merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam karena dalam sistem ijon terjadi ketidakadilan, dimana antara jumlah barang dengan nilainya biasanya tidak seimbang. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui praktek jual beli ijon di kecamatan kediri lombok barat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan dengan kajian secara (field research) yang didasarkan atas tujuan penelitian untuk menjawab pertanyaan inti dari focus penelitian yakni penulis ingin mengungkapkan secara lebih detail tentang pelaksanaan sistem ijon pada usahatani padi kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat. Adapun praktek sistem ijon di Kecamatan Kediri termasuk ke dalam jual beli tempo, yakni dilakukan dalam tiga bentuk pertama, Jual Beli Tempo Tanpa Bunga termasuk jual  beli yang pelaksanaannya dibolehkan dalam Islam, karena tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadist. Kedua, Jual Beli Tempo Berbunga, termasuk jual beli tempo yang tidak dibolehkan (dilarang) pelaksanaannya dalam Islam, karena terdapat unsur bunga (riba) yang diharamkan dalam Islam. Ketiga, Jual Beli Bunga Berbunga, termasuk jual beli tempo yang tidak dibolehkan (dilarang) pelaksanaannya dalam Islam, karena terdapat unsur riba yang berlipat ganda dan terjadi dua akad dalam satu akad.

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, (2012). Fiqh Muamalah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, (2011). Ensiklopedi Muslim. Darul Falah. Bekasi Abul Fida’ Ibnu Katsir, (2002). Tafsir Ibnu Katsir Jilid I, II dan III. Syirkah Dauliyah. Mesir Adiwarman A. Karim, 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq. Jakarta Afzalur Rahman, 1996. Doktrin Ekonomi Islam Jilid III. PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta. Dimyauddin Djuwaini, (2010). Pengantar Fiqh Muamalah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Faried Wijaya, (1999). Perkreditan, Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan. BPFE. Yogyakarta. Cetakan ke 3. Mardani, (2012). Fiqh Eko. Syariah: Fiqh Muamalah. Kencana Prenada media Group. Jakarta Mardani, (2011). Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta Muhammad Syarif Chaudury, (2012). Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad arief Mufraeni, dan Bey Sapta Utama, (2010). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Moleong, Lexi J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan ke dua puluh tujuh. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Nasrun Haroen, (2007). Fiqh Muamalah. Gaya Media Pratama. Jakarta Nurul Huda et.al. 2009. Pendekatan Teoretis: Ekonomi Makro Islam. Kencana. Jakarta Rachmat Syafei, (2001). Fiqh Muamalah. CV. Pustaka Setia. Bandung Rafik Issa Beekum, (2004). Etika Bisnis Islami. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Syamsul Anwar. Dalam Jurnal Tarjih dan Tajdid. Edisi ke-9, Zulhijah 1427 H / Januari 2007. http://www.kbbi.web.id.ijon.html (diakses 29 Desember 2017)

http://stitattaqwa.blogspot.com/2012/10/jual-beli-ijon-secara-syari.html. (diakses 27 Desember 2017)

Jual beli merupakan salah satu aktivitas usaha yang sudah berlangsung cukup lama di masyarakat, dengan peran yaitu penjual sebagai pemilikan benda dan pembeli sebagai kepemilikan ganti. Hal tersebut merupakan hak milik dapat ke tangan pembeli dan suatu barang tidak akan tercapai hanya dengan ijab dari penjual.

Akan tetapi harus dengan adanya qabul dari pihak pembeli, dengan pindahnya hak dari pihak penjual, dalam mengalihkan hak milik terhadap orang lain dengan kompensasi atau imbalan tertentu. Harta dan barang yang diperjual belikan harus dengan yang halal, bukan dengan benda yang haram, atau asalnya dari jalan yang haram.

  1. Pengertian Ijon menurut Empat Mazhab

Sistem jual beli ijon adalah jual beli buah-buahan atau biji-bijian atau hasil tanaman yang masih di pohonnya dan belum siap untuk dipanen. Praktik jual beli ini tidak terjadi pada zaman now saja, tapi terjadi juga di zaman Rasullullah SAW. Jual beli ijon masih sering ditemui di masyarakat pedesaan seringnya berlaku pada buah-buahan, begitu juga dengan biji-bijian dan hasil tanaman lain.

Ketentuan menurut madzhab hanafi telah mempunyai dua makna, yaitu makna khusus dan makna umum, yang dalam jual beli benda yang sudah dipegang sebab apabila dilepaskan akan rusak atau hilang, dengan sesuai kesepakatan di awal.

Menurut maliki dan madzhab syafi’i dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi jika melanggar larangan-larangannya syara atau merugikan kepentingan umum. Jual beli tidak sah karena syarat dan rukunnya seperti jual beli yang tidak ada kejelasannya. Sedangkan madzhab hambali ialah jika barang yang sudah ditukar dengan harta atau menukarkan manfaat yang mubah dengan suatu manfaat yang mubah pula tidak sah untuk selamanya.

  • Jual Beli dengan Sistem Ijon menurut Empat Mazhab

Pertama, Madzhab Hanafi sistem ijon yang dilaksanakan di masyarakat telah diperbolehkan, tetapi pembeli harus segera memetiknya, jika tidak segera dipetik. Maka akad rusak tetapi tidak batal, dan jika pembeli bukan pemilik asli kemudian ia mensyaratkan ketetapan di pohon.

Kedua, Madzhab Maliki tidak memperbolehkan jual beli dengan sistem ijon ini, jika antara penjual dan pembeli tetap menjual dengan cara ini. Dengan syarat harus mengetahui kadar obyek transaksi. Maka jual beli sah dan bersifat lazim, namun makruh.

Ketiga, Madzhab Syafi’i diperbolehkan jual beli dengan sistem ijon ini, akan tetapi dengan memandang ghararnya besar, dan memungkinkan darinya sehingga mengharamkan.

Keempat, Madzab hambali dalam jual beli sistem ijon ini tidak diperbolehkan, yang menjadikan halangan keabsahannya dalam gugurnya buah ataupun serangan hama yag menjadikan akadnya batal.

  • Dasar Hukum Sistem Ijon Menurut Empat Madzhab

Dasar hukum dalam jual beli ijon menurut Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabillah dan Hanafiyah bahwa jual beli buah yang belum terdapat kemanfaatannya, karena belum terbentuk (masih berupa bunga atau belum muncul buah), jika buah tersebut belum layak petik, apabila diisyaratkan harus segera dipetik sah. Maka jual beli ini sangat dilarang oleh ulama karena mempunyai unsur gharar di dalam akad perjanjian jual beli ini. Adapun yang terdapat dalam hadis:

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi).

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli adalah sebagai berikut:

Pertama, ketentuan tentang pembayaran

  • Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.
  • Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
  • Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

Kedua, ketentuan tentang barang

  • Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
  • Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
  • Penyerahannya dilakukan kemudian.
  • Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
  • Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
  • Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga, penyerahan barang sebelum atau pada waktunya:

  • Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
  • Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
  • Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
  • Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang, sesuai dengan kesepakatan, ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
  • Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan. Pertama, membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.

Keempat, menunggu sampai barang tersedia.

Kelima, pembatalan kontrak. Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak.

Keenam, perselisihan. Jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan.

Sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya adalah gugurnya buah atau ada serangga hama. Kekhawatiran seperti ini tidak terjadi jika langsung dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih hijau) secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal. Namun dalam dasar hadis nabi yang melarang menjual buah-buahan sehingga tampak kebaikannya. Para Fuqaha Hanafiyah membedakan menjadi tiga alternatif hukum sebagai berikut :

  • Jika akadnya mensyaratkan harus dipetik maka sah dan pihak pembeli wajib segera memetiknya sesaat setelah berlangsungnya akad kecuali ada izin dari pihak penjual.
  • Jika akadnya tidak disertai persyaratan apapun maka boleh.
  • Jika akadnya mempersyaratkan buah tersebut tidak dipetik (tetap dipanen) sampai masak-masak, maka akadnya fasad.