Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat di kamboja dengan strategi dakwah berupa

Guru Besar Sejarah Peradaban Islam  UIN Suska Riau

 JIKA ditelusuri jejak-jejak sejarah peradaban Islam akan ditemukan para aktor  ilmuan yang menjadi pejabat yang mampu membangkitkan peradaban Islam  pada masanya, sebut saja misalnya Umar ibn Khattab (634-644), dari Khulafaur Rasyidin, sebagai seorang ilmuan dia telah mempelopori perkembangan ilmu yang sangat luar biasa pada masanya dengan ijtihad-ijtihadnya yang berlian, sebagai seorang pejabat dia telah berhasil membangkitkan peradaban Islam lewat penataan dan penertiban adminsitrasi negara yang dibaginya kepada beberapa wilayah yang sebelumnya belum ada.

Misalnya mengangkat sekretaris negara, mendirikan pengadilan negara, membentuk Jawatan kepolisian untuk menjaga keamanan masyarakat, membentuk jawatan militer, untuk menjaga tapal batas wilayah negara, membentuk baitul mal untuk menyimpan keuangan negara yang dipungut dari pajak dan lain-lainnya, membentuk  dewan baitul mal untuk mengurusi keuangan negara, menciptakan mata uang negara sebagai alat tukar resmi dari negara, mengatur sistem pembayaran pajak negara, menciptakan kelender Islam yang sampai sekarang masih kita pakai.

Kegiatan yang dilakukan Harun al-Rasyid (786-809) yang diangkat menjadi khalifah ke-5 Daulah Abbasiyah, maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru yang sangat gemilang dan cemerlang. Pada masanya Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya. Demikian juga anaknya Khalifah al-Makmun (813-833), dari kota Baghdad ini memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia, tidak terbatas hanya di dunia Islam saja, tetapi di seluruh dunia, sehingga Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan kebudayaan yang tertinggi di dunia.

Khalifah Hakam II (951-976) anak Abdurrahman III menjadi penyempurna peradaban Spanyol, dia seorang pencinta ilmu pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan. Dia penabur hadiah kepada para ilmuan dan cendikiawan, mengundang para dosen dan para Professor dari Baghdad untuk mengajar di Universitas-Universitas yang ada di Spanyol.

Demikian juga Khalifah Muiz Lidinillah (953-975) dari Daulah Fatimiyah di Mesir. Dia adalah aktor pejabat yang sangat gemilang di Mesir. Di tangannya peradaban Islam mengalami kemajuan pesat. Al-Hakim Biamrillah (966-1021) yang menggantikan Muiz Lidinillah, membangun lagi Perpustakaan “Darul Hkmah” di Mesir dan secara rutin mengadakan diskusi-diskusi ilmiah di tempat itu yang dihadiri sendiri oleh Khalifah al-Hakim Biamrillah dan para ilmuan dari berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan mereka mengkaji buku-buku yang ada di perpustakaan tersebut.

Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan Khalifah Harun al-Rasyid dan anaknya al-Makmun dari Daulah Abbasiyah di Baghdad, Khalifah Abdurrahman III dan anaknya Hakam II dari Cordova. Demikian juga kegiatan Muiz Lidinillah dan anaknya al-Hakim Biamrillah dari Daulah Fatimiyah di Mesir. Mereka berhasil dengan cemerlang membangun negara masing-masing, tidak lepas dari peranan mereka sebagai aktor pejabat ilmuan dan pencinta ilmu pengetahuan dari ketiga Daulah Islam tersebut. Mereka berlomba-lomba bagi menciptakan kemajuan peradaban Islam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan di daerah kekuasaan masing-masing.

Dapat lebih ditegaskan lagi bahwa dari paparaan sejarah kebudayaan Islam yang disebutkan di atas mulai dari Umar ibn Khattab di Madinah, Al-Walid ibn Abd Malik di Suriah, Abu Ja’far al-Mansur, Harun al-Rasyid dan Al-Makmun di Baghdad, Abdurrahman III dan al-Hakam di Spanyol serta Muiz Lidinillah dan al-Hakim Biamrillah di Mesir dapat diketahui bahwa majunya suatu negara ternyata berada di tangan pejabat negara yang ahli ilmu dan pencinta ilmu serta yang mempunyai perhatian khusus bagi perkembangan ilmu pengetahuan, ke depan sudah perlu dipikirkan dari sekarang bahwa syarat menjadi pejabat setingkat walikota/Bupati ke atas minimal harus berpendidikan Master agar negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang berilmu karena orang yang berilmulah yang akan memikirkan kemajuan ilmu.

Tetapi jika kita perhatikan sekarang posisi pendidikan kita sangat menyedihkan dan memprihatinkan, bisa dikatakan sudah darurat setadium empat karena rangking pendidikan nasional kita terjun bebas berapa pada posisi terendah di bawah Kamboja. Terus terang perhatian negara dan masyarakat kita terhadap kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan masih sangat rendah, akan berbeda jauh dengan Jerman yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Jika sekaliber BJ. Habibi ceramah ilmiah di Jerman, untuk satu jam mereka sanggup membayarnya senilai seratus juta rupiah, tetapi jika beliau ceramah ilmiah di Indonesia dapat dipastikan jauh berada di bawah itu.

Dalam kondisi seperti ini beberapa tahun yang lalu, negara kita  justru memberikan hadiah sebanyak, masing-masing satu milyar rupiah untuk Susi Susanti dan Alan Budikusumo yang menang dalam pertandingan bulu tangkis di Barcelona Spanyol, tetapi tidak pernah terdengar hadiah diberikan satu milyar kepada professor yang  kepalanya sampai botak mencari dan menemukan rumus-rumus ilmiah di Laboratorium. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa negeri ini masih sangat kurang dalam memperhatikan perkembangan aktivitas intelektual anak bangsa kita.

Pejabat yang dicari di negeri ini ke depan adalah pejabat ilmuan atau pencinta ilmu pengetahuan, jika kita ingin negeri ini maju dan berkembang cemerlang dalam peradaban di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sejajar dengan negara-negara lain, kita masih dapat berharap kepada para pejabat pencinta ilmu pengetahuan tersebut yang mempunyai perhatian  khusus bagi perkembangan ilmu pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan, kalau tidak kepada siapakah negeri ini akan kita serahkan.

Dulu kita pernah mengangkat BJ. Habibi, menjadi Presiden, seorang ilmuan dan pencinta ilmu pengetahuan tingkat dunia, kepadanya kita serahkan sejuta harapan agar dapat mengurus negeri ini menjadi lebih baik dan maju sejajar dengan negara-negara yang sudah maju dan dalam waktu singkat beliau sudah berbuat dengan mengirim putra-putra terbaik bangsa ini kuliah master ke luar negeri yang kelak akan membangun bangsa ini setelah mereka pulang, akan tetapi sebelum beliau berhasil terlebih dahulu habis masa  jabatannya dan tidak dapat dilanjutkan kembali, ini adalah tragedi hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu dari empat macam tujuan Indonesia merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, agar anak bangsa ini jangan ada lagi yang bodoh, dan para pejabat kita sering bilang dalam berbagai kesempatan bahwa bangsa ini baru akan maju di tangan anak-anak bangsa yang cerdas tetapi kita sering lupa memperhatikan dan mengalokasikan anggaran yang cukup memadai bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Ke depan bangsa ini akan mengadakan pemilihan pejabat negara serentak. Oleh karena itu  untuk memilih pejabat negara yang akan mengurus negeri ini, kiranya kita tidak salah pilih. Kita sudah cukup berpengalaman dalam memilih pejabat yang akan mengurus negeri ini ke arah yang lebih baik? Kita masih gantungkan sejuta harapan kepada para pejabat negara yang mempunyai keperdulian khusus bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Memang pemerintah telah memberikan perhatian terhadap hak-hak guru, dosen dan professor dalam bentuk uang sertifikasi sebagai tunjangan profesi guru dan dosen dan tunjangan kehormatan professor dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, lewat Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dan PP RI No. 37 Tahun 2009, namun tunjangan tersebut sering tersendat dan terlambat pembayarannya.

Semoga negeri ini semakin maju dan berkembang diasuh dan dikelola oleh pejabat-pejabat negara pencinta ilmu pengetahuan yang mempunyai keperdulian besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sebab kunci kebangkitan peradaban Islam adalah ilmu pengetahuan. Itu sudah dibuktikan sejarah.

Diposkan oleh Tim Liputan Suska News (Suardi, Donny, Azmi, PTIPD)

Islam adalah agama mayoritas Cham (juga disebut Khmer Islam) dan minoritas Malaysia di Kamboja. Menurut Po Dharma, ada 150.000 hingga 200.000 Muslim di Kamboja sebagai sebagai akhir 1975. Penganiayaan di bawah Khmer Merah mengakibatkan jumlah mereka terkikis, bagaimanapun, dan pada akhir 1980-an mereka mungkin tidak mendapatkan kembali kekuatan mereka sebelumnya. Pada tahun 2009, Pew Research Center memperkirakan bahwa 1,6% dari populasi, atau 236.000 orang Muslim.[1] Semua Muslim Cham adalah Sunni. Dari sekolah Syafi'i. Ada juga tumbuh komunitas muslim Ahmadiyah di Kamboja.[2] Po Dharma membagi Muslim Cham di Kamboja menjadi cabang tradisionalis dan cabang ortodoks.

Islam tiba di Kamboja pada abad ke-10 hingga abad ke-11. Sebagian besar etnis Cham memeluk Islam pada abad ke-16 hingga abad ke-17 menjelang jatuhnya Kerajaan Champa. Menjelang jatuhnya Kerajaan Champa mereka pergi ke daerah lain, yaitu Malaysia, Indonesia dan Tiongkok. Namun, terdapat juga etnis Cham di Kamboja dan mereka adalah muslim.

Etnis Cham juga memegang peranan penting dalam penyebaran Islam di Kamboja. Mereka mempunyai hubungan yang turun temurun dengan Raja Kamboja. Mereka juga bergabung dengan entitas muslim Melayu yang telah tiba di Kamboja pada abad ke-13.

Sebelum terjadinya Khmer Merah, komunitas Muslim Kamboja kebanyakan terdiri dari orang Cham yang berasal dari Kerajaan Champa yang berlokasi di Vietnam yang runtuh pada tahun 1740. Kaum Cham merupakan orang asli Asia yang dimualafkan oleh perajin dari Timur Tengah dan India.

Mereka berimigrasi dalam jumlah besar ke Kamboja pada abad ke-15. Selain mereka, terdapat juga etnis Melayu dan Muslim Malaysia yang datang ke negara tersebut pada abad yang sama.

Karena kejamnya rezim Khmer Merah jumlah mereka makin menyusut.

Khmer Merah juga menyusun taktik untuk menyingkirkan etnis Cham. Khmer Merah juga melakukan penyebaran etnis Cham untuk dipekerjakan sebagai petani di ladang dan penangkapan karena pelanggaran terhadap rezim komunis. Sebanyak 132 Masjid di Kamboja telah dihancurkan dan mereka tidak diperkenankan beribadah.

Mereka juga dipaksa untuk memakan daging babi dan dibunuh jika menolak. Setelah rezim Khmer Merah berakhir, sistem keagamaan dipulihkan kembali meskipun tidak sekuat dahulu.

Tercatat sebanyak 185.000 etnis Cham kembali tinggal di Kamboja dan masih ada masjid yang berdiri di negara tersebut. Meskipun tidak sekuat dahulu, populasi Muslim Kamboja meningkat pesat.[3][4]

Daerah Chrouy Changvar dikenal sebagai pusat spiritual Muslimin Kamboja yang juga dikenal dengan sebutan Cham dan tinggal di sana beberapa pejabat tinggi yang beragama Islam. Desa-desa Cham punya 1 hakim, beberapa katib dan bilal. Keempat pejabat tinggi dan hak mereka dibebaskan dari pajak pribadi dan mereka diundang untuk ambil bagian dalam upacara nasional dan acara-acara besar kerajaan. Setiap komunitas Muslim punya hakim yang memimpin komunitas dan masjid, seorang imam yang memimpin shalat, dan bilal. Statistik tahun 1962 menyebut adanya 100 masjid di negeri ini. Masjid yang paling fenomenal adalah Masjid Agung Serkal, Masjid Internasional Phnom Penh, dan Masjid Neak Mah.[5]

  Portal Islam

  1. ^ Miller, Tracy, ed. (2009), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population (PDF), Pew Research Center, hlm. 31, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-02-05, diakses tanggal 2009-10-08  Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ Ahmadiyya Muslim Mosques Around the World, pg. 123
  3. ^ Liputan6.com (2020-05-12). "Mengulik Sejarah Islam di Kamboja, Berkembang Pesat Sebelum Dikikis Khmer Merah". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-12-04. 
  4. ^ antaranews.com (2019-10-31). "Menteri Othsman kisahkan kedekatan PM Kamboja dengan umat Muslim". Antara News. Diakses tanggal 2020-12-04. 
  5. ^ Tejomukti, Ratna Ajeng (16 September 2018). "Tiga Masjid Fenomenal di Kamboja". Editor: Nashih Nashrullah. Republika. Hlm.13. Jakarta: Mahaka Group.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Islam_di_Kamboja&oldid=18013461"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA