Interpretasi citra secara temporal dapat memberikan informasi tentang perubahan keruangan

Lihat Foto

researchgate.net

Ilustrasi penginderaan jauh

KOMPAS.com – Interpretasi citra merupakan kegiatan mengidentifikasi obyek pada citra. Untuk memudahkan kegiatan mengidentifikasi obyek yang ada pada citra, maka dibutuhkan pemahaman tentang karakteristik atau atribut obyek pada citra.

Karakteristik obyek pada citra yang digunakan untuk mengidentifikasi citra disebut sebagai unsur interpretasi citra. Dalam buku Ensiklopedia Geografi Penginderaan Jauh (2018) karya Nur Fitriana Sari, dijelaskan sembilan unsur interpretasi citra, yaitu:

  • Rona dan warna
  • Bentuk
  • Ukuran
  • Tekstur
  • Pola
  • Bayangan
  • Situs
  • Asosiasi
  • Konvergensi bukti

Berikut penjelasannya:

Rona dan Warna

Rona merupakan tingkat kecerahan atau kegelapan suatu obyek yang terdapat pada citra. Rona dalam penginderaan jauh sistem fotografik dipengaruhi oleh nilai pantulan obyek. Adapun karakteristik obyek yang memengaruhi rona, yaitu:

  1. obyek yang memiliki permukaan kasar cenderung menimbulkan rona gelap pada foto karena sinar yang datang mengalami hamburan hingga mengurangi sinar yang dipantulkan.
  2. obyek yang memiliki warna gelap atau lembap cenderung menimbulkan rona gelap.
  3. obyek yang bersifat basah cenderung minumbulkan rona yang gelap karena air bersifat menyerap gelombang elektromagnetik.

Sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Spektrum tampak terbagi atas band biru, hijau, dan merah.

Baca juga: Penginderaan Jauh dalam Studi Geografi

Bentuk

Bentuk merupakan cerminan kerangka obyek, baik bentuk umum maupun bentuk rinci. Salah satu fungsi bentuk adalah untuk mempermudah pengenalan data. Bentuk merupakan unsur yang jelas, sehingga dengan melihat bentuknya saja dapat dikenali obyeknya.

Contoh, gedung sekolah pada dasarnya berbentuk I, L, U, atau persegi panjang. Gunung sebagian besar berbentuk kerucut. Sementara sungai, dapat dikenali dengan bentuknya yang berkelok-kelok.

Ukuran

Unsur-unsur yang termasuk dalam ukuran adalah jarak, luas, volume, ketinggian tempat, dan kemiringan. Ukuran bisa digunakan untuk mencirikan obyek, sehingga dapat dijadikan sebagai pembeda dengan obyek lainnya.

Contoh pengenalan obyek berdasarkan ukuran adalah lapangan sepak bola yang biasanya memiliki ukuran sekitar 100 meter x 80 meter. Maka pada foto udara skala 1:10.000, lapangan sepak bola memiliki ukuran 10 milimeter x 8 milimeter.

Tekstur

Dilansir dari buku Penginderaan Jauh (2019) karya Bambang Syaeful Hadi, tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.

Penginderaan Jauh adalah ilmu, seni dan teknik untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah, dan/atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa harus kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1994 : 1;Bates & Jackson, 1987 : 434).

Letak Indonesia yang berada pada pertemuan antar lempeng tektonik menjadi penyebab utama Indonesia rawan terjadi bencana geologi. Bencana geologi yang sering melanda wilayah Indonesia meliputi erupsi gunungapi, gerakan tanah (tanah longsor), gempa bumi dan tsunami. Hal tersebut membuat penduduk harus tetap siaga dan tanggap dalam menghadapi bencana. Banyak hal yang bisa kita tempuh untuk mengurangi risiko bencana, salah satunya dengan cara mencukupkan informasi dan pengetahuan kita tentang bencana yang kerap terjadi di negeri ini, dengan cara yang mudah dan cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi informasi komputer dan smartphone terus berkembang dari hari ke hari, sehingga mudah bagi setiap orang untuk mendapatkan berbagai informasi dengan cepat. Salah satu teknologi yang dapat membantu untuk mendeteksi bencana alam dan bagaimana cara mitigasinya adalah dengan menggunakan penginderaan jauh. Dengan menggunakan data penginderaan jauh, wilayah yang sulit untuk diakses oleh penduduk sekalipun dapat terdeteksi dengan aktual dan cukup baik tanpa kontak langsung dengan objek atau daerah tersebut.

Secara prinsip, setiap obyek dan fenomena alam yang berada di ruang permukaan bumi dapat dideteksi dari citra satelit. Kemampuan citra satelit dalam mendeteksi objek dan fenomena alam yang terjadi sangat tergantung dari resolusinya, baik spasial, spektral, radiometrik, dan temporal. Bencana geologi pada umumnya berhubungan dengan proses geologi, yaitu proses – proses yang berasal dari permukaan bumi (eksogen) atau di bawah permukaan bumi (endogen) yang melibatkan material batuan penyusunnya. Dengan bantuan citra penginderaan jauh, dapat dibuat pemetaan berupa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bencana dan  manajemen dalam menghadapi bencana pada suatu daerah. Hal ini sangat penting dalam pengelolaan suatu wilayah yang rawan dengan bencana, sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi.

Citra Penginderaan Jauh adalah data berupa gambar yang diperoleh dalam sistem penginderaan jauh (Sabins, 1987: 434). Simonett dkk. (1983 dalam Sutanto, 1986:6) menyebutkan bahwa Citra Penginderaan Jauh adalah gambaran rekaman objek yang dihasilkan dengan cara optik, elektro – optik, optik – mekanik atau elektronik. Gambar yang dihasilkan mirip dengan objek sesungguhnya di alam.

Gambar 1. Diagram Elemen Sistem Penginderaan Jauh.  Source : Canada Centre’s for Remote Sensing, Fundamental of Remote Sensing.

Gambar 2. Citra Foto Udara Daerah Kulonprogo, Yogyakarta. Source: Pusat Survei Geologi, Bandung.

Mengapa Citra Penginderaan Jauh Semakin Banyak Digunakan??

Sutanto (1986:18) menyebutkan sekurang-kurangnya ada enam alasan yang melandasi meningkatnya penggunaan citra penginderaan jauh, yaitu :

  1. Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan :
  • Wujud dan letak obyek yang mirip wujud dan letaknya di permukaan bumi
  • Relatif lengkap
  • Meliputi daerah yang luas
  • Permanen
  1. Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila penamatannya menggunakan alat yang disebut stereoskop.
  2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapa diwujudkan dalam bentuk citra sehingga dimungkingkan pengenalan obyeknya.
  3. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terrestrial.
  4. Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.

Citra sering dibuat pada periode ulang yang pendek, yaitu misal 16 hari bagi citra Landsat 4 dan 5, dua kali tiap hari bagi citra NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Dengan demikian maka citra erupakan alat yang baik sekali untuk pemantauan perubahan cepat seperti pembukaan daerah hutan, pemekaran kota, perubahan kualitas lingkungan, dan perluasan lahan garapan.

Informasi permukaan bumi yang diperoleh dari citra penginderaan jauh, antara lain adalah :

  1. bentuk dan penggunaan lahan
  2. perubahan penggunaan lahan
  3. kondisi geologi dan geomorfologi
  4. lokasi kebakaran hutan

Informasi bawah permukaan bumi yang diperoleh dari citra penginderaan jauh, antara lain :

  1. lokasi benda-benda yang terpendam atau terkubur seperti candi, bekas bangunan kuno, mineral bijih
  2. lokasi timbunan air bawah tanah dangkal (perched ground water) dan sungai bawah tanah dangkal
  3. lokasi kebakaran tambang batubara bawah tanah
  4. aliran uap air panas yang diinjeksikan dari sumur injeksi ke sumur produksi minyak bumi
  5. lokasi sumber panas bumi

Informasi geologi yang dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh, yaitu:

  1. pola topografi
  2. lokasi sumberdaya geologi
  3. macam dan persebaran satuan batuan
  4. pola penyaluran, tekstur penyaluran, dan densitas penyaluran
  5. pola erosi
  6. persebaran banjir
  7. lokasi lipatan, sesar, dan kekar di permukaan bumi
  8. lokasi bencana geologi potensial seperti gerakan massa, banjir, gempabumi, dan gunungapi

Data penginderaan jauh yang diperoleh dari satelit adalah teknik yang baik dalam pemetaan daerah bencana yang menggambarkan distribusi spasial pada suatu periode tertentu. Banyak satelit dengan perbedaan sistem sekarang ini, dengan karakteristik resolusi spasial, temporal, dan spektral tertentu. Data penginderaan jauh dapat direlasikan dengan data lain, sehingga dapat juga digunakan untuk penyajian data bencana. Metode perolehan data dapat dengan 2 cara, yaitu dengan interpretasi visual dan  pengolahan citra digital seperti teknik klasifikasi.

Managemen bencana memerlukan disiplin pengetahuan lain dan perlu integrasi. Melalui integrasi data dan disiplin bidang tertentu akan memperkuat SIG. Contoh aplikasi hasil integrasi tersebut antara lain  :

  • Data fenomena bencana seperti: tanah longsor, banjir, gempabumi, dengan informasi lokasi kejadian, frekuensi, dan besarnya
  • Data lingkungan di mana kejadian bencana terjadi : topografi, geologi, geomorfologi, tanah, hidrologi, penggunaan lahan, vegetasi, dan sebagainya
  • Data elemen yang hancur karena bencana : infrastruktur, permukiman, penduduk, sosial ekonomi dan sebagainya
  • Data sumber-sumber pertolongan seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, kantor pemerintahan, dan sebagainya.

Penggunaan data satelit untuk managemen bencana banyak mengunakan satelit sumberdaya (Earth Resource Satellites) dan satelit cuaca/meteorologi (meteorological satellites). Satelit sumberdaya dengan sistem orbit polar yang dapat digunakan, yaitu :

  1. Satelit dengan sensor optik, yang tidak dapat menembus awan dengan resolusi rendah (AVHRR), menengah (LANDSAT, SPOT, IRS), dan resolusi spasial tinggi (IKONOS)
  2. Satelit dengan gelombang mikro, yang dapat menembus awan, dengan resolusi tinggi seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) (RADARSAT, ERS, JERS) dan sensor pasif resolusi rendah (SSMI) .

Sedangkan satelit meteorologi yang sering digunakan untuk aplikasi kebencanaan antara lain:

  1. Orbit geostasioner (GOES: METEOSAT, GMS, INSAT, GOMS) menghasilkan citra gelombang tampak (VIS) dan inframerah (IR) setiap setengah jam
  2. Orbit polar (POES: NOAA and SSM/I), memutari bumi dua kali satu hari dan menyediakan citra VIS dan IR, serta gelombang mikro.

Dengan kemampuan merekam kejadian dan wilayah dengan tingkat kerincian dan kemampuan tertentu serta periode ulang tertentu maka data penginderaan jauh dapat digunakan dalam managemen bencana.

Berdasar beberapa kemampuan penginderaan jauh dan SIG di atas yang digunakan dalam managemen bencana atau penanggulangan bencana, beberapa hal yang mendasar yang dapat disimpulkan dari integrasi tersebut, adalah :

Data bencana alam (natural disaster) dapat di spasialkan

  • Mayoritas informasi adalah spasial/ruang dan dapat direkam dan dipetakan
  • Data yang dihasilkan berbagai organisasi pada dasarnya dapat digunakan dan dibagi bersama.

Integrasi Penginderaan Jauh dan SIG dapat digunakan dalam mengelola dan visualisasi data

  • Data dapat dikumpulkan, ditata, dianalisa, dan ditayangkan
  • Visualisasi situasi darurat atau bencana secara efektif
  • Membawa banyak sumber informasi pada suatu fokus (konsolidasi data).

Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dapat digunakan dalam analisis dan modeling spasial

  • Analisa dan mengestimasi kondisi (sebelum, selama, setelah) bencana alam
  • Mengetahui di mana dan bagaimana caranya menanggapi bencana
  • Mengetahui dengan baik lokasi yang merupakan daerah berbahaya melalui proses analisis dan modeling.

Gambar 3. Pemanfaatan SIG untuk pemetaan daerah rawan gempa. Source : Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA