Hal-hal yang harus diprioritaskan dalam penyusunan anggaran satuan kerja adalah

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 90 ........     TAHUN 2010 0102010

TENTANG

PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :   a.     bahwa dalam rangka mengikuti dinamika perkembangan proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berbasis kinerja, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap mekanisme penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sehingga menjadi lebih transparan dan akuntabel;

b.    bahwa mekanisme penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga belum sepenuhnya mendukung penjabaran secara konsisten sasaran strategis kebijakan Pemerintah Pusat ke dalam sasaran program dan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga;

c.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

Mengingat : . . .

Mengingat     :   1.    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                          2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :   PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.        Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

2.        Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

3.        Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

4.        Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur Kementerian/Lembaga dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara.

5.   Arah . . .

5.       

Hal-hal yang harus diprioritaskan dalam penyusunan anggaran satuan kerja adalah
Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggungjawab Kementerian/Lembaga, berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran stratejik penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur.

6.        Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.

7.        Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.

8.        Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga     yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga.

9.        Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara,  yang selanjutnya disingkat RDP-Bendahara Umum Negara, adalah rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

10.    Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.

11.    Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan dalam satu program.

12.    Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas terukur.

13.  Pagu . . .

13.    Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja-K/L.

14.    Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran K/L, adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/ Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.

15.    Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran K/L, adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan Pembahasan Rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR.

16.    Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang telah dicantumkan dalam prakiraan maju, yang  berupa program, kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.

17.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

18.    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut dengan Kementerian Perencanaan adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.

1.    Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut dengan Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.

19.    Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.

Pasal 2

(1)      Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.

(2)  APBN . . .

(2)      APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik.

Pasal 3

(1)      Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN.

(2)      Rancangan APBN terdiri atas:

a.      anggaran pendapatan negara;

b.      anggaran belanja negara; dan

c.       pembiayaan.

(3)      Besaran anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b didasarkan atas kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah.

(4)      Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan.

(5)      Besaran anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari:

a.      perubahan asumsi makro;

b.      perubahan target pendapatan negara;

c.       perubahan prioritas belanja negara; dan/atau

d.      penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya.

(6)      Anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun  berdasarkan RKA-K/L.

(1)     

(1)     

(7)      Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

BAB II . . .

BAB II
 PENDEKATAN DAN DASAR PENYUSUNAN RKA-K/L

Pasal 4

(1)      RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran.

(2)      Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya.

(3)      Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara.

Pasal 5

(1)      Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan:

a.     kerangka pengeluaran jangka menengah;

b.     penganggaran terpadu; dan

c.      penganggaran berbasis Kinerja.

(2)      RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:

a.     klasifikasi organisasi

b.     klasifikasi fungsi

c.      klasifikasi jenis belanja

(3)      Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan instrumen:

a.     indikator Kinerja;

b.     standar biaya; dan

c.      evaluasi Kinerja.

(4)      Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

(5)      Ketentuan mengenai klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga.

Pasal 6 . . .


Pasa1 6

(1)      RKA-K/L disusun berdasarkan Renja-K/L, RKP, dan Pagu Anggaran K/L.

(2)      RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a.      informasi Kinerja; dan

b.      rincian anggaran.

(3)      Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat paling sedikit:

a.      program;

b.      kegiatan; dan

c.       sasaran Kinerja.

(4)      Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun menurut:

a.      unit organisasi;

b.      fungsi;

c.       program;

d.      kegiatan;

e.      jenis belanja;

f.        kelompok biaya; dan

g.      sumber pendanaan.

(5)      Ketentuan mengenai format dan tatacara pengisian RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB III

PROSES PENYUSUNAN RKA-K/L                                                                                   DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN APBN

Bagian Kesatu

Proses Penyusunan RKA-K/L

Pasal 7

(1)      Presiden menetapkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan.

(2)  Berdasarkan . . .

(1)        

(2)      Berdasarkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi strategi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan.

(1)        

(1)        

(3)      Berdasarkan hasil evaluasi strategi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan  Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.

(1)        

(4)      Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi strategi pelaksanaan program dan kegiatan dari program yang sedang berjalan dan mengkaji usulan Inisiatif Baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya.

(1)        

(5)      Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi.

(6)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Inisiatif Baru diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan.

Pasal 8

(1)      Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk  penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.

(1)        

(2)      Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun bersama ooleh Menteri Keuangan bersamadan  Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional.

(3)      Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan disusun oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

(4)   Pagu . . .

(4)      Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/Lembaga dengan sSurat Keputusan yang ditandatangani Bersama Menteri Keuangan bersamadan  Menteri Perencanaan pada bulan Maret.

(5)      Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada Ssurat  Keputusan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6)      Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat:

a.   kebijakan;

b.   program; dan

c.    kegiatan.

(7)      Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.

(8)      Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.

Pasal  9

(1)      Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L,     dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga.

(2)      Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang dirinci paling sedikit menurut:

a.   unit organisasi; dan

b.   program.

(3)  Pagu . . .

(3)      Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni.

(4)      Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:

a.      Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

b.      Renja-K/L  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5);

c.       RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dan

d.      standar biaya.

(5)      Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk menampung usulan Inisiatif Baru.

Pasal  10

(1)      RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

(2)      Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.

(3)      Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan penyesuaian terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang:

a.      sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN;

b.      pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga; dan

c.       tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.

(4)      Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKA-K/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final.

(5)  Penelaahan . . .

(5)      Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:

a.      kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan

b.      konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP.

(6)      Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.

(7)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian Kedua

Penggunaan RKA-K/L Dalam Penyusunan Rancangan APBN

Pasal  11

(1)      Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 untuk digunakan sebagai:

a.   bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang  tentang APBN; dan

b.   dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.

(2)      Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet.

(3)      Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus.

BAB IV

ALOKASI ANGGARAN                                                                            

DAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

Pasal 12

(1)      Pemerintah menyelesaikan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dengan DPR paling lambat akhir bulan Oktober.

Hal-hal yang harus diprioritaskan dalam penyusunan anggaran satuan kerja adalah
 


(2)  Dalam . . .

(2)      Dalam hal pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  menghasilkan optimalisasi pagu anggaran, optimalisasi pagu anggaran tersebut digunakan oleh Pemerintah sesuai dengan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden.

(3)      Hasil pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan bersifat final.

(4)      Berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Kementerian/Lembaga.

(5)      Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penyesuaian             RKA-K/L dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal  13

(1)      Presiden menetapkan alokasi anggaran Kementerian/ Lembaga dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(2)      Alokasi anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut klasifikasi anggaran.

(3)      Alokasi anggaran Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut:

a.      kebutuhan Pemerintah Pusat; dan

b.      transfer kepada daerah.

(4)      Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden paling lambat tanggal 30 November.

(5)      Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tentang APBN.

Pasal 14 . . .

Pasal 14

(1)      Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden.

(2)      Penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).

(3)      Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.

(4)      Ketentuan mengenai tata cara pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB V

PERUBAHAN RKA-K/L DALAM PELAKSANAAN APBN

Pasal 15

(1)      Dalam tahun berjalan, Kementerian/Lembaga melakukan perubahan RKA-K/L dalam hal:

a.      terdapat tambahan dan/atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibat Perubahan APBN dan/atau realokasi anggaran belanja dari yang telah ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; dan/atau

b.      terdapat perubahan dokumen pelaksanaan anggaran yang memerlukan persetujuan DPR.

(2)      Usulan perubahan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk di evaluasi.

(3)      Dalam hal  usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Menteri Keuangan menyampaikan usulan tersebut kepada DPR.

(4)      RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan revisi dokumen pelaksanaan anggaran berkenaan.

(5)  Ketentuan . . .

(5)      Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VI

PENYUSUNAN RDP-BENDAHARA UMUM NEGARA

Pasal 16

(1)      Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara.

(2)      Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkait menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah disusun.

(3)      Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan.

Pasal 17

(1)      Menteri Keuangan menetapkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara dengan berpedoman pada:

a.      arah kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden;

b.      prioritas anggaran;

c.       RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN;

d.      indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara; dan

e.      evaluasi Kinerja penggunaan dana Bendahara Umum Negara.

(2)  Berdasarkan . . .

(2)      Berdasarkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembantu Pengguna Anggaran-Bendahara Umum Negara menyusun RDP-Bendahara Umum Negara.

(3)      Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga atau pihak lain yang terkait.

Pasal 18

(1)      Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara mengusulkan alokasi dana pengeluaran Bendahara Umum Negara kepada Menteri Keuangan dengan berpedoman pada RDP-Bendahara Umum Negara yang telah disesuaikan dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan APBN.

(2)      Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebelum dimulainya tahun anggaran paling lambat akhir bulan Desember.

(3)      Penetapan alokasi dana pengeluaran Bendahara Umum Negara tertentu yang alokasi dananya belum dapat ditetapkan pada saat ditetapkannya APBN dapat dilakukan pada tahun anggaran berjalan.

(4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, penetapan alokasi, dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VII

PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA ANGGARAN

Pasal 19

(1)      Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L tahun sebelumnya dan tahun anggaran berjalan.

(2)  Pengukuran . . .

(2)      Pengukuran dan evaluasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

a.      tingkat Keluaran (output);   

b.      capaian Hasil (outcome);

c.       tingkat efisiensi;

d.      konsistensi antara perencanaan dan implementasi; dan

e.      realisasi penyerapan anggaran.

(3)      Hasil pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

(4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 20

(1)      Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing melakukan pemantauan atas pencapaian Kinerja Kementerian/Lembaga.

(2)      Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat  (1) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penerapan ganjaran dan sanksi dalam penetapan Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga.

BAB VIII

SISTEM INFORMASI PERENCANAAN, PENGANGGARAN,

DAN PELAKSANAAN ANGGARAN NEGARA

Pasal 21

(1)      Menteri Keuangan menyelenggarakan sistem informasi perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran negara yang terintegrasi.

(2)  Ketentuan . . .

(2)      Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal  23

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24

Ketentuan mengenai RDP-Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18  dilaksanakan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal  25

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Pasal 2

(1) 

Dalam rangka mencapai tujuan bernegara, setiap tahun Pemerintah menyusun rencana keuangan berbentuk APBN.

Catatan atas usulan Sekneg,  rumusan alternatif menjadi:

“Dalam rangka pengelolaan keuangan negara, setiap tahun Pemerintah menyusun rencana keuangan berbentuk APBN”Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.

(2)(1) 

APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara tertib dan bertanggungjawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik.

26/07/2010 12:57:38

Pasal 3

(1)                 

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN.

(1) 

Rancangan Rancangan APBN  terdiri atas:

 anggaran pendapatan negara; dan hibah,

anggaran belanja negara;, dan

pembiayaan anggaran.

Catatan:

Dalam Pasal 11 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa “APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan”.

Apakah dalam ayat (1) ini, pada awal kalimat penggunaan kata “Rancangan” dan kata “hibah”  masih diperlukan?

(3A

Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan.

(5A

Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan  pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3A)

BAB II
POKOK-POKOK PENDEKATAN DAN DASAR PENYUSUNAN RKA-K/L

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Penyusunan RKA-K/L

Pasal 4

(1) 

RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran.

(2)(1) 

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya.

(4)(1) 

Selain menyusun RKA-K/L atas bagian anggaran Kementerian Keuangan,  Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara.atas BA-Non K/L merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RKA-K/L Kementerian Keuangan.

Bagian Kedua

Pendekatan Penyusunan RKA-K/L

Pasal 5

(1) 

Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan:

 kerangka pengeluaran jangka menengah;

, penganggaran terpadu;, dan

penganggaran berbasis Kinerja.

Cat: ayat 2, 3, dan 4 masuk dalam penjelasan.

(2)(1) 

Kerangka pengeluaran jangka menengah sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkesinambungan.

(3)(1) 

Penyusunan anggaran terpadu sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk mencapai efisiensi alokasi anggaran bagi Kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan Prioritas pembangunan.

(4)(1) 

Penganggaran berbasis kinerja sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk mewujudkan akuntabilitas, transparansi, dan  efektifitas penggunaan anggaran secara terukur.

(5A2)

RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:

klasifikasi organisasi

penjelasan: klasifikasi organisasi mengacu kepada antara lain struktur organisasi Kementerian/Lembaga;

klasifikasi fungsi

penjelasan klasifikasi fungsi meliputi antara lain fungsi, program, dan kegiatan.

klasifikasi jenis belanja

penjelasan klasifikasi jenis belanja mengacu pada praktik penganggaran yang baik dan universal.

(5B3)

Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan instrumen:

a.        iIndikator Kinerja;

a.         sStandar bBiaya; dan

a.        evaluasi Kkinerja.

a.        Catatan:

Dalam batang tubuh belum dirinci klasifikasi anggaran meliputi apa saja? Apakah yang dimaksud dengan klasifikasi anggaran terdapat dalam ayat (5) ini adalah yang sama yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) ? Jika yang dimaksud sama, rumusan yang terdapat dalam penjelasan yang sebenarnya merupakan rumusan norma sebaiknya diletakkan dalam batang tubuh dalam Pasal yang terpisah dengan Pasal 5 ini. Alternatif rumusannya menjadi:

Klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) berdasarkan pendekatan penganggaran terpadu meliputi:

a.klasifikasi organisasi yang mengacu pada struktur organisasi Kementerian/Lembaga;

b.klasifikasi fungsi yang meliputi fungsi, program dan kegiatan, serta klasifikasi ekonomi (jenis belanja) mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan universal.

a.         

(6)(4)

Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan iIndikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5B43) huruf a setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. serta melakukan evaluasi Kinerja terhadap Bagian Anggaran yang dikuasainya.

(7)(5)

Ketentuan mengenai klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5A32) dan sStandar bBiaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5B43) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan menetapkan klasifikasi anggaran dan Standar Biaya setelah setelah berkoordinasi dengan Kementerian/ Lembaga.

 terkait.

Bagian Ketiga
Dasar Penyusunan dan Isi  RKA-K/L

Pasa1 6

RKA-K/L disusun berdasarkan Renja-K/L, RKP, dan Pagu Anggaran K/L.

Penjelasan:

Penyusunan RKA-K/L memperhatikan juga hasil evaluasi kinerja K/L.

a.        RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a.        informasi Kinerja; dan

a.        rincian anggaran.

Catatan berdasarkan usulan Pak Oka:

Perlu pengaturan yang jelas mengenai tingkat capaian hasil (outcome) dan keluaran (output).

Catatan Kumham:

“Informasi Kinerja memuat paling sedikit Program, Kegiatan dan Rencana Kinerja berupa Hasil (outcome), Keluaran (output), dan Indikator Kinerja serta….”. Program Kegiatan ada dalam Informasi Kinerja. Pengaturan ini berbeda dengan yang ada di Pasal 3 ayat (2) PP No. 21 Tahun 2004, dimana program kegiatan menjadi bagian dari rencana kerja.

“Program” dibuat pada saat akan membuat Informasi Kinerja atau Rencana Kerja ?

(2A3)

Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat paling sedikit:

a.        pProgram;

a.        kKegiatan; dan

a.        sSasaran Kinerja.

(2B4)

Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun menurut:

a.          unit oganisasi;

a.           

a.          fungsi;

a.           

a.          program;

a.           

a.          kegiatan;

a.           

a.          jenis belanja;

a.           

a.           kelompok biaya; dan

a.           

a.          sumber pendanaan.

(4)(45)

Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan tatacara pengisian RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB III

PROSES PENYUSUNAN RKA-K/L                                                                                   DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN APBN

Bagian Kesatu

Proses Penyusunan RKA-K/L

Pasal 7

(1) 

Pada bulan Januari, Kabinet Presiden menetapkan arah Kebijakan dan Prioritas pembangunan nasional  untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi Kebijakan berjalan.

Catatan coretan berdasarkan usulan Sekneg:

Siapa yang dimaksud dengan Kabinet? Kata “Kabinet” disarankan untuk diubah dengan kata “Presiden”

Alternatif rumusan:

Presiden menetapkan  Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari  untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi Kkebijakan berjalan. pada bulan Januari.

(2)(1) 

Atas dasar arah Kebijakan dan Prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kementerian/Lembaga menyusun rencana Kebijakan baru dan indikasi kebutuhan anggarannya untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.Berdasarkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi strategi pelaksanaan pProgram dan kKegiatan berjalan.

(2A3)

Berdasarkan hasil evaluasi strategi pelaksanaan pProgram dan kKegiatan berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Iinisiatif Bbaru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan  Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.

(2B4)

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi strategi pelaksanaan Pprogram dan kKegiatan dari pProgram yang sedang berjalan dan mengkaji usulan iInisiatif Bbaru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya.

(2C5)

Kementerian Perencanaan mengkoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi.

(3)(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Iinisiatif kebijakan bBaru prioritas pembangunan diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan.. 

Pasal 8

(1)(1)

Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal (resources envelope) untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk  penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.

(2)(2)

Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan , dengan memperhatikan kapasitas fiskal (resources envelope) dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional paling lambat akhir bulan Pebruari.

(2A3)

Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

(3)(4)

Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (21) yang sudah ditetapkan beserta   prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/ Lembaga dengan Surat Keputusan Edaran Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan pada paling lambat bulan Maret.

(4A5)

Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada Surat Keputusan Edaran Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (43).

(4B6)

Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4A5) disusun dengan pendekatan berbasis kKinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat:

a.               kebijakan;

a.                

a.               pProgram; dan

a.                

a.               kKegiatan.

(5)(7)

Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak yakni antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.

Alternatif rumusan:

Penyusunan Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan

(6)(8)

Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, pProgram, dan kKegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.

Catatan:

Apakah Pasal ini tidak akan mengatur mengenai jika terjadi perubahan terhadap program Kementerian/Lembaga yang menjadi bagian dari Rencana Kerja? Sebagai perbandingan, dalam Pasal 9 ayat (4) PP No. 21 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Perubahan terhadap program Kementerian Negara/Lembaga disetujui oleh Kementerian Perencanaan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait”.

27/07/2010 17:22:23

Pasal  9

(1)             Dalam rangka penyusunan RKA-K/L, Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan mengacu pada Pagu Indikatif dan hasil kesepakatan dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN serta memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga.Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, pada besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L,  dandan memperhatikan hasil kesepakatan dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN serta memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga.

(1)             Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1)   menggambarkan  Arah Kkebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang dirinci paling sedikit menurut:

a.                        unit organisasi; dan

a.                       pProgram. serta disampaikan kepada setiap Kementerian Negara/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni.

(1)             (2A3)

(1)             Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada setiap Kementerian Negara/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni.

(3)(4)

(1)             Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan: Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen-dokumen terkait berupa:

a.             Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

a.             Renja-K/L  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4A5);

a.             RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR , dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBNKebijakan umum dan Prioitas anggaran hasil pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dan

a.             sStandar bBiaya. dan Parameter;

Penjelasan:

Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk menghasilkan dokumen RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L.

(5)(5)

Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (34) termasuk menampung usulan Iinisiatif Kinerja Bbaru.

(1)             Penjelasan:

(1)             Usulan inisiatif baru ditampung  sepanjang komponen Kegiatan dan/atau Kegiatan baru pendukung pencapaian Kinerja baru dimaksud dapat ditampung dalam Kegiatan berjalan dan/atau sejalan dengan Kebijakan umum, Prioritas anggaran, dan , RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan , danserta  tidak melampaui Pagu Anggaran K/L bersangkutan.

Pasal  10

(10A)

RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

a.       dibahas dalam rapat konsultasi antara Kementerian/Lembaga dengan Komisi DPR; dan

(20B)

Dalam hal Kementerian/Lembaga dalam pembahasan RKA-KL dengan Komisi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1A) huruf a memfokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.

Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Iinisiatif bBaru.

Penjelasan:

Pembahasan difokuskan pada kewajaran penetapan target kinerja dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur sasaran berkenaan serta menilai manfaat dari inisiatif baru yang diusulkan untuk disetuju

(31)

Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR rapat konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dapat dilakukan penyesuaian terhadap usulan Iinisiatif Bbaru, sepanjang:

a.       sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN;

a.        dan pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga ; dan

a.       tidak melampaui Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga.

a.        

(4)

Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKA-K/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final.

(5)

Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:

a.        kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan

a.        konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP.

(1D67)

Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli.

(1E78)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyerahan RKA-K/L untuk dibahas dalam rapat konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan penelaahan              RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal  11

Bagian Kedua

Penggunaan RKA-K/L Dalam Penyusunan Rancangan APBN

Pasal  1211

(1) 

Kementerian/Lembaga menyerahkan RKA-K/L yang telah dibahas dengan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) kepada Kementerian Keuangan untuk:Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 untuk digunakan sebagai:

a. 

digunakan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang  tentang APBN; dan

b.a. 

dihimpun sebagai rangkuman rincian anggaran sebagai dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.

(1)            

Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet.

(1)            

Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus.

(1)          Nota Keuangan, dan Rancangan APBN, dan serta Rancangan Undang- Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet.

(1)           Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (32)dan selanjutnya disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus.

(1)          27/07/2010 21:56:40 untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan.

BAB IV

PENETAPAN ALOKASI ANGGARAN                                                                             

DAN PENGGUNAAN RKA-K/L DALAM DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

Bagian Kesatu

Penyusunan Peraturan Presiden tentang Penetapan Alokasi Anggaran

Pasal 1312

(1) 

Pembahasan antara Pemerintah dengan DPR untuk pengambilan keputusan atas Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN diselesaikan paling lambat akhir bulan Oktober.

Pemerintah menyelesaikan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dengan DPR paling lambat akhir bulan Oktober.

(2)(1) 

Dalam hal pembahasan APBNpembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  menghasilkan optimalisasi pagu anggaran, penggunaan optimalisasi pagu anggaran tersebut dimaksud  digunakan diusulkan  oleh Pemerintah sesuai dengan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. melalui Menteri Keuangan.

(3)(1) 

Hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN APBN dan bersifat final.

(1)           (3A4)

Berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Kementerian/Lembaga..

(4)(1)(5)

Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penyesuaian             RKA-K/L dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3A4). yang diterima dari Pemerintah cq. Menteri Keuangan.

(5)(1)(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal  1413

(1)

Presiden menetapkan alokasi anggaran Kementerian/Lembaga dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(2)

Alokasi anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut klasifikasi anggaran.

(3)

Alokasi anggaran Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut:

a.       kebutuhan Pemerintah Ppusat; dan

a.        

a.       transfer kepada daerah

(1)        Presiden menetapkan alokasi anggaran K/L dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(1A2) Alokasi yang dirinci menurut Klasifikasi anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1)( dirinci menurut klasifikasi anggaran.

(1B3) Alokasi anggaran Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut:

a.           kebutuhan Pemerintah pusat; dan

a.           

a.           transfer kepada daerah.

a.           untuk setiap Kementerian/ Lembaga/Bagian Anggaran berdasarkan kesepakatan pembahasan APBN dan hasil penyesuaian RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) serta alokasi anggaran untuk Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(2)(4)

Penetapan Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan dituangkan dalam Peraturan Keputusan Presiden paling lambat tanggal 30 November.

Catatan coretan berdasarkan masukan Pak Oka:

Jika sifatnya penetapan, mengapap dituangkan dalam Peraturan Presiden, mengapa bukan Keputusan Presiden?

(3)(5)

Peraturan Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (24) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tentang APBN.

Bagian Kedua

Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Pasal 1514

(1) 

Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran dengan berpedoman mengacu pada alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Keputusan Presiden.

Penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 12 ayat (45).

Menteri Keuangan mePengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mekanisme pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(2)(1) 

(3)(1) 

(4)(1) 

BAB V

PERUBAHAN RKA-K/L DALAM PELAKSANAAN APBN

Pasal 1615

(1) 

Dalam tahun berjalan, Kementerian/Lembaga  melakukan perubahan RKA-K/L dalam hal:

a. 

tTerdapat tambahan dan / atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibat Perubahan APBN dan/atau realokasi anggaran belanja dari yang telah ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran ; dan/atau

b.a. 

tTerdapat perubahan dokumen pelaksanaan anggaran yang memerlukan persetujuan DPR.

(1A)

Usulan perubahan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk di evaluasi.

(1B)

Dalam hal  usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1A) disetujui, Menteri Keuangan menyampaikan usulan tersebut kepada DPR.

(2)(1) 

RKA-KL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan revisi dokumen pelaksanaan anggaran berkenaanUsulan perubahan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk di evaluasi..

(1)            

Dalam hal  usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Menteri Keuangan menyampaikan usulan tersebut kepada DPR.

(1)            

RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan revisi dokumen pelaksanaan anggaran berkenaan.

(1)            

Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(2A3)

Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA-KL diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VI

PENYUSUNAN RDP-BENDAHARA UMUM NEGARABUN

Pasal 1716

(1) 

Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara                    (PA-BUNBendahara Umum Negara) menetapkan Unit-Uunit oOrganisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara. BUN (PPA-BUNPembantu Pengguna Angaran-Bendahara Umum Negara).

(2)(1) 

Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara PPA-BUNPembantu Pengguna Angaran-Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga/ atau pihak lain terkait menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara BUN untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah disusun.

(3)(1)(3)

Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhan kewajiban Ppemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian  Keuangan.

Pasal 1817

(1) 

Menteri Keuangan menetapkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara BUN dengan mengacu berpedoman pada:

a.        arah kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden;

a.         kebijakan umum, prioritas anggaran; dan

a.        RKP hasil kesepakatan yang disepakati Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN;

a.        indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara; dan

a.        evaluasi Kinerja penggunaan dana Bendahara Umum Negara. dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN, serta memperhatikan indikasi kebutuhan dana pengeluaran BUN dan hasil evaluasi Kinerja penggunaan dana BUN.

(2)(1) 

Berdasarkan pagu dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)BUN, PPAPembantu Pengguna Angaran--Bendahara Umum Negara BUN menyusun RDP-Bendahara Umum NegaraBUN.

(3)(1) 

Penyusunan RDP-Bendahara Umum NegaraBUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kementerian Negara/ Lembaga atau /pihak lain yang terkait.

Pasal 1918

(1) 

Kuasa PPA-BUNPembantu Pengguna Angaran -Bendahara Umum Negara mengusulkan alokasi dana pengeluaran BUNBendahara Umum Negara kepada Menteri Keuangan bagi Kementerian Negara/Lembaga/ atau pihak lain yang terkait mengacu dengan berpedoman pada RDP-BUNBendahara Umum Negara yang telah disesuaikan dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan APBN.

(2)(1) 

Menteri Keuangan Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana pengeluaran BUNBendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1413 ayat (42) dan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran dana pengeluaran BUNBendahara Umum Negara sebelum dimulainya tahun anggaran paling lambat akhir bulan Desember.

Penetapan alokasi dana pengeluaran BUNBendahara Umum Negara tertentu yang alokasi dananya belum dapat ditetapkan pada saat ditetapkannya APBN dapat dilakukan pada tahun anggaran berjalan. berkenaan.

Pejelasan

Yang dimaksud dengan “tertentu” antara lain pengeluaran dalam rangka kegiatan mendesak atau  tidak terduga.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mekanisme perencanaan, penetapan alokasi, dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran BUNBendahara Umum Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(3)(1) 

(4)(1) 

BAB VII

PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA ANGGARAN

Pasal 2019

(1) 

Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L tahun sebelumnya dan tahun anggaran berjalan.

(2)(1) 

Pengukuran dan evaluasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

a. 

tingkat Keluaran (output);   capaian Hasil (outcome) dan Keluaran (output);

capaian Hasil (outcome); dan Keluaran

tingkat efisiensi;

Kkonsistensitingkat antara perencanaan dan implementasi; dan/atau jumlah perubahan dari yang direncanakan dan realisasinya; dan

realisasi penyerapan anggaran.

a.         

a.         

b.a. 

c.a. 

(3)(1) 

Hasil pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

(4)(1) 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L anggaran diatur dengan pPeraturan Menteri Keuangan.

Pasal 2120

(1) 

Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing melakukan pemantauan monitoring atas pencapaian Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga.

Catatan berdasarkan usulan dari Bappenas:

Yang melakukan monitoring atas pencapaian kinerja anggaran Kementerian/Lembaga tidak hanya dilakukan oleh Menteri Keuangan tetapi juga dilakukan oleh Menteri Perencanaan. Alternatif rumusan menjadi:

Kementerian Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan melakukan monitoring atas pencapaian Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga.

Catatan Kumham:

Apakah Menteri Keruangan hanya melakukan monitoring atas pencapaian Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga? Apakah Menteri Keuangan tidak perlu melakukan pengawasan, pengukuran, dan evaluasi atas pencapaian Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga? Bila Menteri Keuangan juga melakukan pengawasan, pengukuran, dan evaluasi atas pencapaian Kinerja anggaran Kementerian/Lembaga sebaiknya hal tersebut diatur dalam RPP ini.

(2)(1) 

Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan evaluasi monitoring sebagaimana dimaksud dalam pPasal 2019 ayat  pada ayat (1) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penerapan ganjaran dan sanksi dalam penetapan Pagu Anggaranpembahasan usulan RKA-K/L yang disampaikan  oleh Kementerian/Lembaga.

BAB VIII

Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran

SISTEM INFORMASI PERENCANAAN, PENGANGGARAN, DAN PELAKSANAAN ANGGARAN NEGARA

Pasal 2221

(1) 

Dalam rangka mendukung perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran Menteri Keuangan medinyeselenggarakan sistem informasi perbendaharaan dan anggaran negara yang terintegrasi.

Menteri Keuangan menyelenggarakan sistem informasi perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran negara perbendaharaan dan anggaran negara yang terintegrasi. dalam rangka mendukung

(2)(1) 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mekanisme penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  yang terintegrasi diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Catatan dari Kumham:

Apakah pengaturan mengenai mekanisme penyelenggaraan sistem informasi yang terintegrasi hanya diberlakukan untuk lingkup Kementerian Keuangan saja? Jika pengaturan tersebut juga diberlakukan untuk seluruh lingkup Kementerian/Lembaga, sebaiknya mekanisme penyelenggaraan sistem informasi yang terintegrasi diatur dalam RPP ini.

Pasal 22A22

Sebelum penetapan pagu indikatif, Pemerintah melaksanakaan rapat koordinasi terbatas dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan arah kebijakan  nasional dan alokasi anggaran.

Penjelasan:
Rapat koordinasi
terbatas dilaksanakan dalam sidang kabinet yang dihadiri antara lain para menteri koordinator, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri lain yang dianggap perlu.

Catatan berdasarkan usulan Pak Oka:

Apakah RPP ini tidak memerlukan Ketentuan Peralihan? Lalu bagaimana bila Kementrian/Lembaga yang telah menyusun Rencana Kerja dan RKA-K/L sebelum RPP ini diundangkan, apakah setelah diundangkannnya RPP ini penyusuan Rencana Kerja dan RKA-K/L tersebut masih dapat digunakan? BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

P

Pasal 23232

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

.

Pasal  24234

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24A245

Ketentuan mengenai RDP-Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18  dilaksanakan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan. untuk   penyusunan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN tahun anggaran 2013.

Pasal  25256

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
27 Desember 2010             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2010

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010  2010            NOMOR 152 .......  

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Bidang Perekonomian dan Industri,

Setio Sapto Nugroho

 


 RANCANGAN

PENJELASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR      TAHUN

TENTANG

PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

UMUM

Tantangan Sejak bergulirnya era reformasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, menjadi kewajiban bagi seluruh penyelenggara negara yang bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan negara, khususnya  dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN, yang selanjutnya disebut anggaran negara), untuk mewujudkan suatu tata kelola yang baik, dengan mendorong adanya kepastian hukum dan menegakkan disiplin, mengedepankan kepentingan umum, mendorong keterbukaan, serta menciptakan pengelolaan anggaran yang profesional dan akuntabel. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) akan menjadi tantangan berat dan akan sulit diwujudkan apabila tidak disertai dengan perubahan cara pandang dan perilaku birokrasi, peningkatan skill, dan kompetensi sumber daya manusia terkait.

Pengelolaan anggaran negara pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Namun, upaya dimaksud sangat tergantung dari kemampuan keuangan negara untuk membiayai anggaran negara yang direncanakan. Dalam pelaksanaannya, anggaran negara disusun dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) yang pada hakekatnya merupakan rencana keuangan tahunan dari suatu Kementerian Negara/Lembaga. 

Permasalahan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah terletak pada kondisi terbatasnya ruang gerak kapasitas fiskal sebagai akibat dari terbatasnya sumber pendanaan untuk membiayai pelaksanaan tugas pemerintahan termasuk tugas pembangunan telah mengurangi ruang gerak fiskal sehingga menambah kompleksitas pemilihan alternatif kebijakan prioritas pembangunan nasional. Untuk menjawab tantangan tersebut, mengatasi hal tersebut, kebijakan penganggaran yang tepat untuk d diterapkan kebijakan penganggaran adalah dengan meningkatkan kualitas penganggaran/kualitas belanja (Quality of Spending), melalui pemantapan penerapan sistem penganggaran baru sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17 Tahun 2003). Pembaharuan serta memperkuat sistem penganggaran tersebut dilakukan dengan mengubah orientasi dari “line item budget” menuju ke penganggaran berbasis Kkinerja disertai dengan penerapan penganggaran terpadu serta kerangka pengeluaran jangka menengah.

Penerapan penganggaran berbasis kKinerja paling sedikit mengandung            3 (tiga) prinsip, yaitu:

pPrinsip alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi unit kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi (money follow function);

pPrinsip alokasi anggaran berorientasi pada kinerja  (output and outcome oriented); dan

pPrinsip fleksibilitas pengelolaan anggaran  dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages).

Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut bertujuan meningkatkan akuntabilitas yang ditunjukkan dengan adanya keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget), peningkatan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran (operational efficiency), dan peningkatan fleksibilitas yang seimbang dengan peningkatan akuntabilitas, khususnya  pelaksanaan fungsi organisasi dalam rangka optimalisasi pencapaian hasil dan keluaran (more flexibility and accountability).

Pendekatan penganggaran terpadu (unified budget) mengandung prinsip “single budget” melalui pengintegrasian seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga untuk menghasilkan dokumen RKA-K/L dengan biaya yang dirinci menurut klasifikasi organisasi, fungsi/program/kegiatan, dan klasifikasi ekonomi/jenis belanja. Penerapan pendekatan ini tujuan utamanya adalah menghilangkan duplikasi kegiatan yang terjadi karena ketidak disiplinan dalam pengalokasian anggaran program dan kegiatan semasa penggunaan mekanisme “dual budget”. Lebih lanjut, pendekatan  ini telah meletakkan landasan bagi perumusan program dan kegiatan secara unik yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga sehingga memperjelas tanggungjawab masing-masing pengelola program dan kegiatan. Pendekatan fungsional ini sekaligus menjadi bagian dari penganggaran berbasis kinerja melalui pelaksanaan prinsip “money follow function”.

Penerapan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) paling sedikit mempunyai 2 (dua) tujuan utama, yaitu:

Terjaminnya kesinambungan penyediaan anggaran  (fiscal sustainability) melalui disiplin fiskal yang tinggi (fiscal dicipline), sekaligus kesinambungan proses perencanaan dan penganggaran melalui diperkenalkannya “budget constraint” sejak proses penyusunan rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan

Mantapnya proses penganggaran melalui mekanisme penganggaran bergulir (rolling budget) dengan perhitungan anggarannya menggunakan mekanisme penyesuaian angka dasar (baseline) dan usulan tambahan  anggaran  bagi kebijakan baru  (additional budget for new initiatives).

Dengan pendekatan ini, Kementerian Negara/Lembaga menyusun        RKA-K/L untuk membiayai program dan kegiatan dalam tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan prakiraan maju yang merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun anggaran berikutnya. Sedangkan prakiraan maju yang diusulkan akan menjadi dasar bagi penyusunan usulan anggaran Kementerian Negara/Lembaga pada tahun anggaran berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.

Penerapan Penganggaran Terpadu, penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan penganggaran berdasarkan kinerja dilakukan secara bertahap mulai Tahun Anggaran 2005.

Perubahan orientasi penganggaran menuju anggaran berbasis kinerja, pada hakekatnya memerlukan lingkungan yang kondusif mendukung bagi pelaksanaan perubahan tersebut. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi guna terciptanya lingkungan yang mendukung tersebut antara lain:

perlu komitmen yang tinggi;

perlu pendekatan komprehensif dan perubahan manajemen yang berorientasi outcomes;

perlu perencanaan yang lebih awal; 

kejelasan sasaran stratejik; 

pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja;

adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran stratejik dengan indikator kinerjanya;

kejelasan akuntabilitas kinerja, sebagai alat akuntabilitas pengeluaran anggaran hendaknya dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan outcome dari dibelanjakannya dana publik;

implementasi akuntansi biaya (cost accounting); 

leadership untuk mempromosikan perubahan.

Untuk mewujudkan kondisi tersebut di atas, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh, terus menerus, dan bertahap karena kondisi tersebut sulit diwujudkan secara instant. Oleh karena itu, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang didukung dengan pendekatan penganggaran terpadu serta kerangka pengeluaran jangka menengah dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan pencapaian kondisi ideal yang diharapkan.

Posisi strategis dari ketiga pendekatan penganggaran tersebut telah mendorong ditetapkannya dalam Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ketentuan mengenai perlunya disusun Peraturan Pemerintah mengenai penyusunan RKA-K/L.

Bahwa ketentuan mengenai penyusunan RKA-K/L yang berfungsi sebagai bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (PP 21 Tahun 2004). Namun Dinamika yang terus berkembang dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berbasis kKinerja, menuntut dilakukannya penyempurnaan terhadap mekanisme dan landasan hukum penyusunan  RKA-K/L, khususnya agar dapat menampung tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Non Kementerian Negara/Lembaga (BA-Non K/L) yang  postur anggarannya jauh lebih  besar daripada postur anggaran Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA-K/L). Kondisi tersebut telah mendorong dilakukannya perubahan terhadap substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah  21 Tahun 2004 dengan membentuk Peraturan Pemerintah baru sebagai pegganti dari Sehubungan dengan hal tersebut perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan penyusunan RKA-K/L yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi antara lain:

pPenambahan ketentuan yang mengatur  tentang Bagian Anggaran, baik Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga maupun Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.;

pPenambahan ketentuan yang mengatur mengenai konsep anggaran bergulir yang diterjemahkan ke dalam dua jenis atau kelompok kebijakan yang meliputi kebijakan berjalan dan Iinisiatif  bBaru.;

pPenyempurnaan proses Perubahan business process; sejak proses awal penyusunan RKA-K/L sampai dengan disahkannya  dokumen pelaksanaan anggaran.;

Ppenambahan ketentuan yang mengatur tentang perubahan /revisi RKA-K/L dalam pelaksanaan APBN; dan.

Ppenambahan ketentuan mengenai pengukuran dan evaluasi kKinerja anggaran serta penyelenggaraan sistem informasi yang terintegrasi.

konsolidasi perencanaan dan penganggaran.

Adapun sistematika kandungan Peraturan Pemerintah pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut:

Bab I     :

Ketentuan Umum, memuat: definisi dan pengertian, prinsip–prinsip pengelolaan APBN dan besaran anggaran dalam APBN,  serta peranan RKA-K/L dalam penyusunan Rancangan APBN.

Bab II    :

Pokok-Pokok Penyusunan RKA-K/L, memuat ruang lingkup               RKA-K/L dan pendekatan sistem penganggaran sebagai landasan operasional penyusunan RKA-K/L.

Bab III   :

Proses Penyusunan RKA-K/L dan Penggunaannya Dalam RAPBN, memuat: prosedur penyusunan RKA-K/L mulai dari proses penyusunan Renja-K/L berdasarkan pagu indikatif, angka dasar dari prakiraan maju sampai dengan terbentuknya RKA-K/L sebagai bahan penyusunan Rancangan APBN.

Bab IV  :

Penetapan Alokasi Anggaran dan Penggunaan RKA-K/L Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran, memuat: penetapan alokasi anggaran, mekanisme penyesuaian RKA-K/L dengan alokasi anggaran APBN, dan belanja negara sebagai bahan penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran.

Bab V    :

Perubahan RKA-K/L Dalam Pelaksanaan APBN.

Bab VI   :

Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara.

Bab VII  :

Evaluasi Kinerja Anggaran.

Bab VIII :

Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran.

Bab IX   :

Penutup.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “APBN” adalah termasuk APBN Perubahan                   (APBN-P).Cukup jelas.s

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Rancangan APBN” adalah termasuk Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P).

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Anggaran pendapatan negara merupakan hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Huruf b

Anggaran belanja negara merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Huruf c

Pembiayaan merupakan penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya.

Ayat (3)

Kapasitas fiskal adalah kemampuan keuangan negara untuk membiayai anggaran belanja negara. Kapasitas fiskal dihimpun dari pendapatan negara.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara lazimnya disusun secara berimbang antara rencana pendapatan dengan rencana belanja sehingga belanja negara tidak melampaui kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah. 

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud kapasitas fiskal adalah kemampuan keuangan negara yang bersumber dari pendapatan negara. Dalam menghimpun kapasitas fiskal, apabila  proyeksihal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, maka Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan lebih kecil dari rencana  belanja negara maka Pemerintah dapat menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan. Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan  pembiayaan dimaksud.

Ayat (3A4)

  Cukup jelas.

Kapasitas fiskal harus berasal dari sumber pendanaan yang pasti, tidak termasuk sumber pendanaan yang berasal dari proyeksi penghematan (berdasarkan trend penyerapan anggaran beberapa tahun).

Ayat (543)

Huruf a

Perubahan asumsi makro dapat berupa perubahan  atas asumsi-asumsi: Produk Domestik Bruto, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, harga minyak, tingkat bunga SBI, dan lifting produksi minyak.

        Huruf b

Perubahan target pendapatan dapat berupa kenaikan atau penurunan pendapatan.

        Huruf c

Perubahan prioritas anggaran dapat berupa percepatan atau penundaan pelaksanaan kegiatan prioritas.

 Huruf d

Penggunaan saldo anggaran lebih termasuk sisa lebih dari pembiayaan.

Dalam hal terdapat perubahan kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan terjadinya realoksi anggaran tanpa mengubah total belanja negara, maka perubahan rincian penggunaan anggaran sebagai akibat perubahan kebijakan dimaksud harus didokumentasikan pada dokumen pelaksanaan anggaran.

  Huruf a

        Cukup jelas.

        Huruf b

        Cukup jelas.

        Huruf c

Apabila Pemerintah menetapkan perubahan besaran anggaran belanja karena adanya perubahan kebijakan pemerintah, perubahan dimaksud dapat dilakukan sepanjang didukung perubahan kapasitas fiskal.

Dalam hal terdapat perubahan prioritas belanja negara yang mengakibatkan terjadinya realokasi anggaran tanpa mengubah total anggaran belanja negara, realokasi anggaran tersebut harus didokumentasikan pada dokumen pelaksanaan anggaran berkenaan.

 Huruf d

Yang dimaksud dengan sisasaldo anggaran lebih termasuk sisa lebih dari pembiayaan.

Ayat (654)

Cukup jelas.

Ayat (5A7)

Cukup jelas.      

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara mengelola dana Bendahara Umum Negara guna mendukung pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat, antara lain pembayaran cicilan pokok dan bunga utang, dana hibah, dana investasi Pemerintah, penerusan pinjaman dan/atau hibah,  transfer ke daerah dalam kerangka penyelenggaraan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, dana subsidi, dan pengeluaran lain-lain.

Ayat (4)

RDP-Bendahara Umum Negara pada hakekatnya merupakan bentuk kinerja/keluaran (output) dari kegiatan  pelaksanaan fungsi Bendahara Umum Negara. Oleh karena itu RDP-Bendahara Umum Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA-KL Kementerian KeuanganCukup jelas.   

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkesinambungan.

Berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan dirubah menjadi multi tahun (satu tahun yang direncanakan ditambah tiga tahun rencana ke depan), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi berdimensi pengguliran ke beberapa tahun selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun anggaran berikutnya yang besarannya dapat disesuaikan dengan menggunakan parameter.

Huruf bCukup jelas.

Penyusunan anggaran terpadu dilakukan untuk mencapai efisiensi alokasi anggaran bagi kKegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan prioritas pembangunan.

Huruf c

Penganggaran berbasis Kkinerja digunakan untuk menunjukkan kejelasan hubungan antara alokasi anggaran dengan kKeluaran (output)/atau hasil (outcome) dari kKegiatan /atau Pprogram dan kejelasan penanggungjawab pencapaian Kkinerja sesuai dengan struktur organisasi dalam rangka meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan efektifitas penggunaan anggaran secara terukur.

Ayat (2)

Berdasarkan pendekatan KPJM, dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan dirubah menjadi multi tahun (satu tahun yang direncanakan ditambah tiga tahun rencana ke depan), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari orientasi berdimensi selesai satu tahun (zero budget)  menjadi berdimensi pengguliran ke beberapa tahun selama kebijakan masih berjalan (rolling budget) dengan memanfaatkan  prakiraan maju sebagai angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun anggaran berikutnya yang besarannya dapat disesuaikan dengan menggunakan parameter.

Ayat (3)

Klasifikasi anggaran berdasarkan pendekatan penganggaran terpadu meliputi:

klasifikasi organisasi yang mengacu pada struktur organisasi Kementerian/Lembaga;

klasifikasi fungsi yang meliputi fungsi, program dan kegiatan, serta klasifikasi ekonomi (jenis belanja) mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan universal.

Ayat (4)

Penyusunan anggaran berbasis kinerja yang mendasarkan pada pencapaian hasil (outcomes) dan keluaran (output) sebagai ukuran keberhasilan dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran memerlukan indikator kinerja, evaluasi kinerja, standar biaya, dan kontrak kinerja. Ketiga instrumen pertama diperlukan untuk mencapai perencanaan anggaran yang rasional dan efisien, sedangkan instrumen keempat diperlukan untuk menjamin pelaksanaan anggaran yang akuntabel.

Ayat (52)

Huruf a

Cukup jelas.a.   Klasifikasi organisasi mengacu kepada antara lain struktur organisasi  Kementerian/Lembaga.

Huruf b

b.            Klasifikasi fungsi meliputi antara lain fungsi, program, dan kegiatan.

Huruf c

c.             Klasifikasi jenis belanja mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan universal.

Ayat (36)

Huruf a

Cukup jelasYang dimaksud dengan indikator Kinerja adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur Kinerja.

Huruf b.

Yang dimaksud sStandar bBiaya adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam RKA-K/L.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (47)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (32)

Huruf a

Yang dimaksud Program adalah merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rummusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi satu atau beberapa kegiatan untuk mencapai Hhasil dengan indikator kKinerja yang terukur.

Huruf b

Yang dimaksud Kegiatan adalah merupakan  penjabaran dari Pprogram yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/satuan kerja atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang, berisi satu atau beberapa komponen kegiatan untuk mencapai Kkeluaran dengan indikator kKinerja yang terukur.

Huruf c

Yang dimaksud Sasaran Kinerja adalah  merupakan kKeluaran keluaran dan/atau Hhasil  hasil yang ditetapkan untuk dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi, kuantitas, dan kualitas Pola pendanaan melalui kegiatan dan/atau program  dan/atau program oleh  Kementerian/Lembaga, termasuk kegiatan dan/atau program  yang dilaksanakan melalui skema dapat berbentuk dalam berbagai skema, antara lain skema badan layanan umum, dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan skema pendanaan lain yang sah disamping skema pendanaan melaluisesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan Kementerian/Lembaga.

RencanaSasaran kKinerja Kementerian/Lembaga yang berbentuk target pendapatan negara  dicantumkan dalam bentuk besaran atau angka nominal dari target pendapatan negara bersangkutan.

RencanaSasaran kKinerja Kementerian/Lembaga yang outputnyakeluarannya berbentuk asset/barang milik negara mengacu pada Rencana Kebutuhan Pengadaan Barang Milik Negara (RKPBMN). Ketentuan mengenai penggunaan RKPBMN untuk penyusunan RKA-K/L dapat diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis Penyusunan RKA-K/L.

Berdasarkan prinsip anggaran bergulir (rolling budget) serta pembobotan dan masa laku kegiatan (weighted and elapsed time), pola alokasi biaya kegiatan dihitung dengan pendekatan angka dasar dan  angka tambahan.

Angka dasar disesuaikan dengan menggunakan:

Parameter ekonomi seperti tingkat inflasi, nilai tukar atau harga minyak;

Parameter non ekonomi seperti volume output;

SBK dan Indeks Satuan Biaya Keluaran yang ditetapkan sebagai standar biaya; dan

Angka tambahan dihitung berdasarkan proposal dengan formula yang berlaku.

Ayat (43)

Cukup jelas.

Ayat (54)

Cukup jelas.

 Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pagu indikatif memuat indikasi kebutuhan angka dasar (baseline) bagi pendanaan rencanasasaran kKinerja dari kebijakan yang masih berlanjut dan indikasi angka tambahan untuk mendanai iInisiatif kebijakan bBaru. (new initiative).

Indikasi angka dasar dihitung berpedoman pada prakiraan maju yang sudah dilakukan penyesuaian kelayakan perhitungan pagunya.

Indikasi angka tambahan dapat bersumber dari :

kegiatan/komponen kegiatan/Kkeluaran yang akan berakhir; dan/atau

penghematan; dan/atau

tambahan indikasi pendanaan baru berdasarkan Aarah Kkebijakan Pemerintah.

Pendanaan kebijakan baru dapat bersumber dari:

Kegiatan/komponen kegiatan/output yang akan berakhir; 

Penghematan; dan/atau

Tambahan alokasi baru berdasarkan kebijakan Pemerintah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Sebelum penetapan pagu indikatif, Pemerintah melaksanakaan rapat koordinasi terbatas dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan arah kebijakan  nasional dan alokasi anggaran.

Cukup jelas

Ayat (4)

Sebelum penetapan pagu indikatif, dapat dilaksanakan sidang kabinet terbatas dalam rangka menyelaraskan alokasi anggaran dengan  aArah kKebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden.

Cukup jelas.

Ayat (54)p

Renja-K/L memuat rencana kinerja yang hendak dicapai yang sudah dituangkan dalam prakiraan maju tahun anggaran berjalan (baseline) ditambah dengan rencana kinerja baru (new initiatives) sepanjang merupakan prioritas dan masih dalam batas pagu indikatif bersangkutan.

Renja-K/L berkenaan disertai dengan proposal rencana kinerja dari kebijakan/program/kegiatan/komponen kegiatan baru (new initiative).

Rencana kinerja baru (new initiatives) dapat berupa penambahan volume keluaran dan/atau penambahan keluaran baru.

Parameter merupakan faktor pengubah perhitungan besaran biaya kegiatan dan/atau  standar biaya.

Parameter pengubah biaya meliputi parameter yang bersifat ekonomi antara lain: inflasi, nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, tingkat suku bunga, dsb dan parameter yang bersifat non ekonomi antara lain: volume keluaran kegiatan.

Parameter yang digunakan untuk penyesuaian angka dasar dapat berupa parameter yang ditetapkan tersendiri atau yang diusulkan Pemerintah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN.Cukup jelas.

Ayat (65)

Cukup jelas.

Ayat (76)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

PenetapanBesaran Ppagu aAnggaran K/L sudah memperhitungkan pPagu iIndikatif sebagai angka dasar bagi kebutuhan anggaran bagi penyesuaian pagu Renja-K/L dan kebutuhan anggaran angka tambahan untuk tambahan rencana sasaran Kkinerja dari Iinisiatif Bbaru.

Yang dimaksud dengan kapasitas fiskal pada ayat ini adalah kapasitas fiskal yang dihitung berdasarkan asumsi kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang telah dibicarakan oleh Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBNhasil kesepakatan pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN adalah hasil kesepakatan antara Pemerintah dan DPR dalam pembahasan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro serta Rencana Kerja Pemerintah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas..

Penyesuaian Renja-KL dengan Pagu Anggaran K/L, RKP, kebijakan umum dan prioritas  anggaran dilakukan dengan menyesuaikan angka dasar dengan kebijakan umum dan parameter pengubah besaran biaya termasuk standar biaya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam hal terdapat usulan inisiatif kinerja baru, maka usulan kebijakan/program/kegiatan/komponen kegiatan baru tersebut harus sejalan dengan kebijakan umum dan prioritas anggaran serta RKP berkenaan.

Usulan kinerja baru meliputi:

perubahan nilai tertimbang (weighted) dari SBK tanpa merubah satuan keluaran yang sudah ditetapkan dan kebijakan pelaksanaannya masih berlaku (elapse time), dan/atau

Menambah  keluaran baru. 

Pengusulan anggaran untuk rencana kinerja baru tersebut harus didukung dengan Kerangka Acuan (Terms of Reference) dan Rancangan Anggaran Belanja (RAB).Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembahasan difokuskan pada kewajaran penetapan sasaran Kinerja dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur sasaran Kinerja berkenaan serta menilai manfaat dari Iinisiatif bBaru yang diusulkan untuk disetujui.Di dalam melakukan sinkronisasi terhadap usulan kinerja baru, perlu mempertimbangkan hasil evaluasi atas prestasi kerja tahun  anggaran sebelumnya dan/atau tahun anggaran berjalan (misalnya usulan kinerja baru lebih diprioritaskan bagi Kementerian/Lembaga yang telah melakukan optimalisasi pencapaian kinerja, seperti telah melakukan tender pengadaan barang/jasa dengan efektif dan efisien).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (5A)

Cukup jelas.

Ayat (65)

Penelaahan kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan adalah dalam rangka efisiensi di level alokasi.

Instrumen dalam menelaah  kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan antara lain dengan menggunakan sStandar bBiaya.

Ayat (76)

Cukup jelas.

Ayat (87)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pembahasan difokuskan pada kewajaran penetapan target kinerja dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur target kinerja berkenaan serta menilai manfaat dari inisiatif baru yang diusulkan untuk disetujui.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Cukup Jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “optimalisasi pagu anggaran” adalah perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-Undang tentang APBN meliputi:

penambahan pagu anggaran belanja negara dan/atau pembiayaan dari yang tercantum dalam Rancangan APBN; dan/atau

realokasi anggaran antar Bagian Anggaran K/L dan Bagian Anggaran BUN dengan atau tanpa perubahan pagu pengeluaran.

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Himpunan RKA-KL menjadi bahan penyusunan Satuan Anggaran sebagai lampiran Berita Acara Hasil Kesepakatan Pembahasan APBN.

Pasal 13

            Cukup jelas.

Pembahasan Rancangan APBN, Rancangan UU tentang APBN dan Nota Keuangan merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi anggaran DPR.

Fungsi anggaran DPR tersebut merupakan wujud dari pelaksanaan prinsip keseimbangan kekuasaan eksekutif dengan legislatif (check and balances) guna mencapai kesepakatan dalam menetapkan Undang-Undang APBN. Fungsi anggaran tersebut dilaksanakan dengan menguji  seberapa besar manfaat APBN bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pengujian dilakukan atas dua hal pokok, yaitu:

Pengujian terhadap kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah dengan cara  menguji kembali latar belakang perhitungan anggaran negara dan menguji kesahihan prediksi Pemerintah mengenai asumsi dasar APBN serta pos-pos pendapatan.

Pengujian atas rincian penggunaan anggaran dilakukan dalam konteks makro dan bersifat strategis, bukan pada tataran operasional pelaksanaan kegiatan yang terinci sampai dengan komponen kegiatan.

Berita Acara Hasil Kesepakatan Pembahasan APBN menjadi pedoman untuk menyesuaikan pagu anggaran K/L dan penyesuaian RKA-K/L.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi pagu anggaran adalah meliputi perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-Undang tentang APBN. penambahan  pagu anggaran belanja dan/atau pembiayaan anggaran dari yang tercantum dalam RAPBN; dan/atau

realokasi anggaran antar BA-K/L dan BA-Bendahara Umum Negara dengan atau tanpa perubahan pagu pengeluaran.

yang dihasilkan dari kesepakatan Pemerintah dengan DPR dalam rapat pembahasan pengambilan keputusan penetapan APBN.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Penyesuaian dilakukan bagi RKA-K/L yang mengalami perubahan alokasi dan/atau  perubahan rincian.

Kementerian Keuangan melakukan verifikasi atas penyesuaian RKA-K/L tersebut melalui pencocokan dengan Berita Acara Hasil Kesepakatan Pembahasan APBN.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan alokasi anggaran belanja adalah termasuk Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara. 

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembantu Pengguna Angaran-Bendahara Umum Negara berfungsi sebagai Pembantu Menteri Keuangan dalam mengelola Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.

Pengelolaan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara meliputi:

Perencanaan Dana, yaitu menyusun rencana kebutuhan dana pengeluaran baik yang ditampung dalam anggaran belanja maupun pembiayaan anggaran:

a.1. Kelompok anggaran belanja,Yang dimaksud kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara antara lain:

a.            dana perimbangan dan penyesuaian (transfer ke daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pusat dan Daerah);,

b.            bunga utang, ;

c.             subsidi, ;

d.            hibah (dan penerusan hibah), ;

e.            kontribusi sosial, ;

f.             dana darurat/penganggulangan bencana alam,  ;

g.            PSO (Public Service Obligation), kebutuhan mendesak (emergency),

kebutuhan lain-lain yang tidak dapat direncanakan, h.    cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures);,

i.              dan  dana transito;,

.

j. a.2. Kelompok pembiayaan anggaran, antara lain:         cicilan utang, ;

k.            dana investasi Pemerintah, ;

l.              penyertaan modal negara ;

, dana bergulir, ;

m.           dana kontinjensi, ;

n.            penerusan pinjaman (on-lending),; dan

o.            kebutuhan lain-lain yang tidak dapat direncanakan..

Yang dimaksud dengan pihak lain terkait antara lain Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Non Kementerian yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Pengalokasian Dana, yaitu menetapkan alokasi dana bagi Kementerian/Lembaga/Pihak Lain Terkait berdasarkan kesepakatan Pemerintah dengan DPR yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Pembahasan APBN;

Pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara; dan

Penyaluran dana pengeluaran Bendahara Umum Negara kepada pihak yang berhak.

KPA-Bendahara Umum Negara bertanggungjawab atas pengelolaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Bendahara Umum Negara.     Ayat (2)

Cukup jelas.

Yang dimaksud dengan pihak lain terkait antara lain Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Lembaga Non Kementerian yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelasCukup jelas.    

Ayat (2)

Penyusunan RDP-Bendahara Umum Negara diperlukan bagi bahan penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan APBN serta Rancangan Undang-Undang tentang APBN. 

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ............

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 90 TAHUN 2010

TENTANG

PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

I.    UMUM

Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah terbatasnya ruang gerak kapasitas fiskal sebagai akibat dari terbatasnya sumber pendanaan sehingga menambah kompleksitas pemilihan prioritas pembangunan nasional. Untuk menjawab tantangan tersebut, diterapkan kebijakan penganggaran dengan meningkatkan kualitas belanja (Quality of Spending) melalui pemantapan penerapan sistem penganggaran baru sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta memperkuat penganggaran berbasis Kinerja disertai dengan penerapan penganggaran terpadu serta kerangka pengeluaran jangka menengah.

Penerapan penganggaran berbasis Kinerja paling sedikit mengandung            3 (tiga) prinsip, yaitu:

a.      prinsip alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi unit kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi (money follow function);

b.      prinsip alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented); dan

c.      prinsip fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages).

Dinamika yang terus berkembang dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berbasis Kinerja, menuntut dilakukannya penyempurnaan terhadap mekanisme dan landasan hukum penyusunan  RKA-K/L, khususnya agar dapat menampung tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang  anggarannya lebih besar daripada anggaran Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga. Sehubungan dengan hal tersebut perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Hal . . .

Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan penyusunan RKA-K/L yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi antara lain:

a.      penambahan ketentuan yang mengatur tentang Bagian Anggaran, baik Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga maupun Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;

b.      penambahan ketentuan yang mengatur mengenai konsep anggaran bergulir yang diterjemahkan ke dalam dua jenis atau kelompok kebijakan yang meliputi kebijakan berjalan dan Inisiatif Baru;

c.      penyempurnaan proses sejak awal penyusunan RKA-K/L sampai dengan disahkannya  dokumen pelaksanaan anggaran;

d.      penambahan ketentuan yang mengatur tentang perubahan RKA-K/L dalam pelaksanaan APBN; dan

e.      penambahan ketentuan mengenai pengukuran dan evaluasi Kinerja anggaran serta penyelenggaraan sistem informasi yang terintegrasi.

II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Anggaran pendapatan negara merupakan hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Huruf b

Anggaran belanja negara merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Huruf c

Pembiayaan merupakan penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya.

Ayat (3) . . .

Ayat (3)

Kapasitas fiskal adalah kemampuan keuangan negara untuk membiayai anggaran belanja negara. Kapasitas fiskal dihimpun dari pendapatan negara.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara lazimnya disusun secara berimbang antara rencana pendapatan dengan rencana belanja sehingga belanja negara tidak melampaui kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Perubahan asumsi makro dapat berupa perubahan atas asumsi-asumsi: Produk Domestik Bruto, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, harga minyak, tingkat bunga SBI, dan lifting produksi minyak.

Huruf b

Perubahan target pendapatan dapat berupa kenaikan atau penurunan pendapatan.

Huruf c

Perubahan prioritas anggaran dapat berupa percepatan atau penundaan pelaksanaan kegiatan prioritas.

Huruf d

Penggunaan saldo anggaran lebih termasuk sisa lebih dari pembiayaan.

Dalam hal terdapat perubahan kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan terjadinya realokasi anggaran tanpa mengubah total belanja negara, maka perubahan rincian penggunaan anggaran sebagai akibat perubahan kebijakan dimaksud didokumentasikan pada dokumen pelaksanaan anggaran.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5 . . .

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkesinambungan.

Berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan diubah menjadi multi tahun (satu tahun yang direncanakan ditambah tiga tahun rencana ke depan), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi berdimensi pengguliran ke beberapa tahun selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun anggaran berikutnya yang besarannya dapat disesuaikan dengan menggunakan parameter.

Huruf b

Penyusunan anggaran terpadu dilakukan untuk mencapai efisiensi alokasi anggaran bagi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan prioritas pembangunan.

Huruf c

Penganggaran berbasis Kinerja digunakan untuk menunjukkan kejelasan hubungan antara alokasi anggaran dengan Keluaran atau hasil dari kegiatan atau program dan kejelasan penanggungjawab pencapaian Kinerja sesuai dengan struktur organisasi dalam rangka meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan efektifitas penggunaan anggaran secara terukur.

Ayat (2)

Huruf a

Klasifikasi organisasi mengacu kepada antara lain struktur organisasi Kementerian/Lembaga.

Huruf b

Klasifikasi fungsi meliputi antara lain fungsi, program, dan kegiatan.

Huruf c

Klasifikasi jenis belanja mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan universal.

Ayat (3) . . .

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan indikator Kinerja adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur Kinerja.

Huruf b

Yang dimaksud standar biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam RKA-K/L.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Program merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai Hasil dengan indikator Kinerja yang terukur.

Huruf b

Kegiatan merupakan penjabaran dari program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/satuan kerja atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator Kinerja yang terukur.

Huruf c . . .

Huruf c

Sasaran Kinerja merupakan Keluaran dan/atau Hasil yang ditetapkan untuk dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi, kuantitas, dan kualitas melalui kegiatan dan/atau program oleh  Kementerian/Lembaga, termasuk kegiatan dan/atau program yang dilaksanakan melalui skema badan layanan umum, dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan skema pendanaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga yang berbentuk target pendapatan negara  dicantumkan dalam bentuk besaran atau angka nominal dari target pendapatan negara bersangkutan.

Sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga yang keluarannya berbentuk barang milik negara mengacu pada Rencana Kebutuhan Pengadaan Barang Milik Negara (RKPBMN).

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pagu indikatif memuat indikasi kebutuhan angka dasar bagi pendanaan sasaran Kinerja dari kebijakan yang masih berlanjut dan indikasi angka tambahan untuk mendanai Inisiatif Baru.

Indikasi angka dasar dihitung berpedoman pada prakiraan maju yang sudah dilakukan penyesuaian kelayakan perhitungan pagunya.

Indikasi angka tambahan dapat bersumber dari :

a.  kegiatan/komponen kegiatan/Keluaran yang akan berakhir;

b. penghematan; dan/atau

c.  tambahan indikasi pendanaan baru berdasarkan Arah Kebijakan Pemerintah.

Ayat (3) . . .

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Sebelum penetapan pagu indikatif, dapat dilaksanakan sidang kabinet terbatas dalam rangka menyelaraskan alokasi anggaran dengan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Besaran Pagu Anggaran K/L sudah memperhitungkan Pagu Indikatif sebagai angka dasar bagi penyesuaian Renja-K/L dan kebutuhan angka tambahan untuk sasaran Kinerja dari Inisiatif Baru.

Yang dimaksud dengan kapasitas fiskal pada ayat ini adalah kapasitas fiskal yang dihitung berdasarkan asumsi kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang telah dibicarakan oleh Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan pembahasan Rancangan APBN.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 10 . . .

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembahasan difokuskan pada kewajaran penetapan sasaran Kinerja dan asumsi yang digunakan dalam mengukur sasaran Kinerja berkenaan serta menilai manfaat dari Inisiatif Baru yang diusulkan untuk disetujui.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Penelaahan kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan adalah dalam rangka efisiensi di level alokasi.

Instrumen dalam menelaah  kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan antara lain dengan menggunakan standar biaya.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “optimalisasi pagu anggaran” adalah perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-Undang tentang APBN meliputi:

a.    penambahan pagu anggaran belanja negara dan/atau pembiayaan dari yang tercantum dalam Rancangan APBN; dan/atau

b.   realokasi anggaran antar Bagian Anggaran K/L dan Bagian Anggaran BUN dengan atau tanpa perubahan pagu pengeluaran.

Ayat (3) . . .

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud “kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara” antara lain:

a.   transfer ke daerah;

b.   bunga utang;

c.   subsidi;

d.   hibah (dan penerusan hibah);

e.   kontribusi sosial;

f.    dana darurat/penanggulangan bencana alam;

g.   kebutuhan mendesak (emergency),

h.   cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures);

i.    dana transito;

j.    cicilan utang;

k.   dana investasi Pemerintah;

l.       penyertaan modal negara;

m.   dana bergulir;

n.     dana kontinjensi;

o.  penerusan . . .

o.     penerusan pinjaman (on-lending); dan

p.     kebutuhan lain-lain yang tidak dapat direncanakan.

Yang dimaksud dengan “pihak lain terkait” antara lain Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Non Kementerian yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

  TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5178