Era Revolusi Industri 4.0 telah mengubah budaya kerja pegawai dalam perusahaan yang pada awalnya mas

KSBSI.ORG Joko Santoso pengurus Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) menjelaskan hadirnya teknologi digitalisasi, robotisasi dan otomatisasi di era revolusi industri 4.0 memiliki dampak terhadap dunia kerja. Sebab, teknologi itu, bisa menggantikan jasa tenaga manusia di perusahaan. Tapi dia meyakinkan, masyarakat Indonesia tidak usah khawatir berlebihan.

Baca juga:  Tanggapi Perubahan Iklim Kerja, Presiden KSBSI Serukan Kontrak Sosial , Menaker Berharap di Agenda Rakernas, KSBSI Bisa Menciptakan Program Nyata,

Memang ada beberapa sektor perusahaan yang pasti berdampak. Seperti sektor industri manufaktur, ke depannya berpeluang besar membuat tenaga manusia akan berkurang. Dan digantikan teknologi industri 4.0. Setelah tenaga kerja manusia ini tidak dipakai lagi, pastinya mereka mencari pekerjaan lain.

“Dan kemungkinan besar, mereka akan memilih pekerjaan di sektor informal,” ucapnya saat diwawancarai, usai memberikan materi seminar ‘Pengupahan Now’ disela acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) di Hotel Bumiwiyata, Depok Jawa Barat, Sabtu (12/12/20).

Joko mengingatkan, saat dunia sedang transisi perubahan teknologi yang begitu cepat dan memengaruhi  dunia kerja, pemerintah harus bergerak cepat menyikapinya. Tepatnya, lebih serius lagi mengadakan pelatihan kerja (vokasi) dan program magang berbasis industri 4.0. Supaya bangsa ini mampu menjawab tantangan zaman, ditengah persaingan global yang begitu ketat.

“Harus diakui taraf pendidikan kita masih rendah. Mayoritas masih lulusan SMA/SMK, SMP dan SD. Tapi masalah ini kan bukan jadi halangan, selama KSBSI mendorong pemerintah memfasilitasi pelatihan tersebut. Agar Sumber Daya Manusia (SDM) kita punya daya saing kerja yang kuat,” ungkapnya.

Selain itu,  serikat buruh juga sebaiknya mulai merangkul pekerja di sektor informal yang berbasis teknologi industri 4.0. Jadi tidak lagi fokus merekrut pekerja formal. Sebab, dimasa mendatang pola budaya kerja masyarakat dunia bakal berubah, akibat terjadinya percepatan teknologi.

Termasuk, sistem upah kepada seorang pekerja bakal berubah, karena lapangan usaha kerja di sektor digitalisasi semakin meluas. Sehingga banyak perusahaan nantinya hanya menerapkan sistem kerja paruh waktu saja kepada pekerjanya. Atau tidak mau lagi terikat kerja dalam peraturan yang baku.  

“Ditambah lagi pandemi Covid-19 yang terjadi sampai hari ini semakin mempercepat budaya kerja manusia. Banyak perusahaan sekarang ini menyarankan pekerjanya bekerja di rumah. Dengan alasan lebih efisien, ” ungkapnya.

Karena itu, Joko berharap agar pemerintah bergerak cepat menyiapkan SDM yang siap daya saing menyambut bonus demografi 2030. Kalau pemerintah Indonesia dari  sekarang tidak kerja keras menyiapkan SDM yang siap saing, maka dipastikan Indonesia bakal kalah saing dengan kehadiran tenaga kerja asing yang masuk ke negara ini.

“Diprediksi tahun  2045 nanti Indonesia masuk daftar 6 besar sebagai negara terkuat di dunia. Tapi semuanya tergantung dari partisipasi pemerintah dan masyarakatnya untuk menguatkan SDM dan meningkatkan kualitas pendidikannya,” tutup Joko. (A1)        


Belakangan ini kata Industry 4.0 sering digemakan oleh banyak orang. Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti apa itu Industry 4.0 dan bagaimana hal tersebut akan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan Indonesia.

Istilah Industry 4.0 pertama kali digemakan pada Hannover Fair, 4-8 April 2011. Istilah ini digunakan oleh pemerintah Jerman untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya, dengan bantuan teknologi.

Mengutip dari laman Forbes, revolusi industri generasi keempat bisa diartikan sebagai adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan AI.

Sebenarnya, campur tangan komputer sudah ikut dalam Industry 3.0. Kala itu, komputer dinilai sebagai ‘disruptive’, atau bisa diartikan sesuatu yang mampu menciptakan peluang pasar baru. Setelah dapat diterima, saat ini machine learning dan AI ada di tahap tersebut.

Secara singkat, Industry 4.0, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industry 4.0 menjadi mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.

Di Indonesia, perkembangan Industry 4.0 sangat didorong oleh Kementerian Perindustrian. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang industri, Indonesia juga harus mengikuti tren.

“Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama,” kata Airlangga.

“Kami juga sedang mempelajari dari negara-negara lain yang telah menerapkan, sehingga bisa kita kembangkan Industry 4.0 dengan kebijakan berbasis kepentingan industri dalam negeri,” ungkapnya.

Airlangga juga menyebutkan, sejumlah sektor industri nasional telah siap memasuki era Industry 4.0. Beberapa di antaranya seperti industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman. 

“Misalnya industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotik dan infrastruktur IoT,” kata Airlangga.

Lantas, faktor penggerak apakah yang harus diperkuat untuk menyambut Industry 4.0 di Indonesia? Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Haris Munandar menjelaskan, ada beberapa bidang yang harus dipersiapkan.

Beberapa di antaranya adalah melakukan peningkatan otomatisasi, komunikasi machine-to-machine, komunikasi human-to-machine, AI, serta pengembangan teknologi berkelanjutan.

Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa untuk melakukan implementasi, ada empat dasar faktor penggerak. Pertama adalah peningkatan volume data, daya komputasi, dan konektivitas. Harusnya juga adanya peningkatan kemampuan analitis dan bisnis intelijen di Industri ini.

“Bentuk baru dari interaksi human-machine, seperti touch interface dan sistem augmented-reality juga merupakan hal yang penting. Tak ketinggalan, pengembangan transfer instruksi digital ke dalam bentuk fisik, seperti robotik dan cetak 3D,” tegasnya.

Kemenperin juga sudah mulai memberikan dorongan untuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan oleh pelaku industri. Mereka telah melakukan beberapa hal, seperti pemberian insentif kepada pelaku usaha padat karya berupa infrastruktur industri, melakukan kolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam optimalisasi bandwidth, serta penyediaan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) yang memudahkan integrasi data untuk membangun industri elektronik.

Tak ketinggalan, persiapan SDM industri melalui pendidikan vokasi yang mengarah pada high skill serta meningkatkan keterampilan SDM industri yang dominan low/middle ke level high skill juga telah dilakukan.

Lantas, perusahaan mana yang sudah mengimplementasikan Industry 4.0 di Indonesia? Ternyata, salah satu pabrik yang sudah mengadopsi langsung adalah pabrik alat listrik asal Jerman yang ada di Indonesia, yakni PT Schneider Electric Manufacturing Batam (SEMB).

Dalam situs resmi Kemenperin, kedua pihak melakukan kerjasama mengenai pengaplikasian teknologi Virtual Reality untuk mengontrol kondisi mesin. Kerjasama ini dilakukan pada saat Airlangga mengunjungi pabrik tersebut pada 16 November 2018 silam.

Di sisi lain, Telkomsel sebagai salah satu pihak enabler Industry 4.0 juga sudah siap mendukung terlaksananya hal tersebut di Indonesia. Mereka akan menyediakan sistem IoT, melalui program Telkomsel Innovation Center (TINC).

"Program TINC merangkum berbagai kegiatan dalam membentuk ekosistem IoT Indonesia, berupa penyediaan laboratorium IoT, program mentoring dan bootcamp bersama expertise di bidang IoT, serta networking access bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan para pemain industri terkait," ujar Denny Abidin, General Manager External Corporate Communications Telkomsel.

Telkomsel pun mengembangkan layanan IoT yang bersifat lintas industri. Salah satu contoh bidang yang sudah bekerjasama dengan mereka adalah di bidang perbankan. Telkomsel menjadi mitra penyedia IoT connectivity dan IoT platform.

Begitu juga di sektor transportasi, otomotif dan logistik. Mereka telah menyediakan solusi IoT secara total. Tak ketinggalan, mereka juga mempersiapkan diri untuk membantu industri yang bergerak di agriculture, aquaculture, environmental dan monitoring. Perusahaan berplat merah ini sudah menjadi penghubung, inkubator, serta akselerator.

Satu hal lagi yang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyongsong Industri 4.0. Salah satunya adalah melalui persiapan hadirnya jaringan generasi kelima atau yang lebih dikenal sebagai jaringan 5G.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara pun dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa jaringan 5G memang diprioritaskan untuk kebutuhan industri. Bukannya untuk pengguna individual semata.

“Penerapan teknologi 5G awalnya untuk industri, mesin ke mesin. Bagaimana robot bisa menggantikan kendaraan forklift dalam mengangkat barang-barang, jadi aplikasinya untuk hal-hal ini bukan aplikasi untuk individu,” kata Rudiantara.

Hingga saat ini, ada beberapa operator yang sudah mencoba jaringan 5G di Indonesia. Sebut saja Telkomsel yang sudah melakukan uji coba pada saat pagelaran Asian Games 2018, disusul XL dengan mengadakan tes jaringan di Kota Tua pertengahan tahun lalu.

Di sisi lain, Indosat telah memperlihatkan bagaimana jaringan 5G dapat diterapkan dalam Industri 4.0. Dalam acara ulang tahun mereka yang ke-51 pada 21 September tahun lalu, mereka telah menunjukkan bagaimana cara mereka bisa membantu industri.

Kala itu, Menkominfo Rudiantara mencoba menggunakan headset AR yang terhubung di jaringan 5G. Dengan menggunakan teknologi jaringan tersebut, dia dapat mengontrol peralatan di dunia virtual tanpa adanya gangguan lag jaringan.

“Industri kita saat ini, di digital, ini luar biasa berubah cepat dan memang dinamikanya luar biasa. Meski belum dipasarkan secara resmi, saat ini teknologi 5G menjadi tren yang terus diupayakan agar dapat diimplementasikan oleh semua operator telekomunikasi di dunia. Adopsi teknologi 5G ini dilakukan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan industri,” katanya.

Sumber Berita : tek.id

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA