Apa Itu Perjanjian Ekstradisi yang Baru Disepakati RI-Singapura?
Indonesiadan Singapuraakhirnya menyepakati perjanjian ekstradisiyang telah dirintis sejak 1972 pada Selasa (25/1).
Peresmian perjanjian ekstradisi itu disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau.
"Untuk perjanjian ekstradisi dengan perjanjian yang baru ini, masa retroaktif diperpanjang dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai dengan Pasal 78 KUHP," kata Jokowi dalam jumpa pers bersama PM Lee.
Perjanjian ini membuka jalan bagi pemerintah RI memulangkan buronan kriminal hingga koruptor yang kabur ke Singapura, begitu pun sebaliknya.
Selain Singapura, RI telah lebih dulu memiliki perjanjian ekstradisi dengan enam negara yakni Malaysia, Filipina, Thailand, Australia, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Pengertian Perjanjian Ekstradisi
Mengutip Britannica, dalam hukum internasional, ekstradisi merupakan sebuah proses di mana satu negara dapat meminta orang yang menurut hukumnya dinilai melakukan kejahatan meskipun yang bersangkutan berada di luar negeri.
Perjanjian ekstradisi biasanya menjadi dasar bagi suatu negara meminta pemulangan seorang tersangka yang berada atau tengah ditahan di negara lain.
Orang yang diekstradisi termasuk yang telah didakwa atas kejahatan, tetapi belum diadili. Orang yang diadili tetapi berhasil melarikan diri dari penahanan, pun juga yang dihukum secara in absentia juga masuk dalam kategori yang bisa diekstradisi.
Dalam kasus lain, ekstradisi juga bisa dilihat sebagai sebuah proses di mana satu negara menangkap dan mengirim seseorang ke negara lain untuk penuntutan pidana atau menjalani hukuman penjara.
Awal Mula Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura
Dalam kasus Indonesia, Singapura kerap menjadi 'surga' bagi buronan RI terutama koruptor untuk lari dari jeratan hukum.
Beberapa buronan korupsi RI yang pernah lari ke Singapura yakni Sjamsul Nursalim, tersangka kasus korupsi BLBI Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI); Samadikun Hartono, tersangka korupsi BLBI Bank Modern; Sujiono Timan tersangka korupsi BPUI; tersangka korupsi Cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra; hingga Harun Masiku, tersangka kasus suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
Salah satu alasan Singapura kerap menjadi tujuan para buronan koruptor RI adalah karena kedua negara sampai sebelumkedua negara memiliki perjanjian ekstradisi.
Indonesia dan Singapura sebenarnya telah merintis perjanjian ekstradisi sejak 1972.
Namun, pembahasannya baru dimulai pada 2004 lalu. Pembahasan rancangan perjanjian ekstradisi pun alot baik di dalam negeri atau pun saat pertemuan bilateral, sehingga kedua negara baru menandatanganinya pada 27 April 2007 di Bali.
Meski telah ditandatangani, perjanjian itu belum bisa berlaku efektif karena harus menunggu ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kementerian Luar Negeri RI pernah mengakui bahwa negosiasi perjanjian ekstradisi ini memicu perdebatan yang alot di DPR. Salah satu yang menjadi perdebatan adalah perjanjian ekstradisi itu harus disepakati dengan pakta lainnya yakni perjanjian kerja sama pertahanan (DCA).
Salah satu permintaan Singapura dalam DCA dan menjadi perdebatan adalah negara kota itu ingin meminta sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau supaya bisa digunakan untuk latihan militernya.
Akibat perdebatan ini, proses ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA antara RI-Singapura tak kunjung disetujui DPR saat itu.
Selama ini, Singapura juga menyatakan bahwa keputusan akhir perjanjian kerja sama ekstradisi ada di tangan Indonesia.