Dalam hal apa saja Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan?

Bagaimana aturan PHK Di Indonesia? Simak penjelasannya.

Selama adanya pandemi, kita banyak mendengar perusahaan melakukan PHK kepada para karyawannya, hal ini dikarenakan ketidakmampuan perusahaan memenuhi gaji karyawan. Perlu Anda ketahui, kepanjangan PHK adalah Pemutusan Hubungan Kerja, yaitu penyelesaian atau pengakhiran masa kerja karyawan.

Pemerintah sendiri telah mengatur beberapa alasan, kapan PHK diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Karena itu, setiap perusahaan haruslah menuruti regulasi ini agar tidak melanggar hak karyawan. Yuk simak artikel berikut untuk mengetahui apa itu PHK lebih jauh!


Apa itu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)

Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja oleh perusahaan kepada pekerjanya karena terjadinya sebab tertentu. Tindakan ini dapat mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban kerja antara pengusaha dengan karyawannya.

Biasanya, penyebab terjadinya PHK adalah karena efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, pekerja mangkir atau melakukan pelanggaran, karyawan yang bersangkutan meninggal dunia atau pensiun.


Dasar Hukum PHK

Pemutusan hubungan kerja harus dilakukan dengan suatu alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun dasar hukum PHK adalah sebagai berikut.

  • Bab XII Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • Pasal 154A ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  • Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 yang mengatur mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), waktu kerja dan istirahat, alih daya, serta PHK.

Alasan-Alasan PHK

Sebab terjadinya pemutusan hubungan kerja terdapat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tentang PHK yang dibagi menjadi dua, yakni atas alasan diperbolehkan dan dilarang oleh hukum. Agar lebih memahaminya, simak uraian berikut.


Alasan Diperbolehkan PHK

Alasan diperbolehkannya PHK adalah hal-hal yang memperbolehkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja. Berikut ini alasan PHK menurut peraturan perundang-undangan.

  1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, peleburan, dan pemisahaan perusahaan sedangkan pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja atau perusahaan memutuskan memberhentikannya.
  2. Terjadi efisiensi atau force majeur yang menimbulkan penutupan perusahaan.
  3. Adanya kerugian perusahaan hingga 2 tahun terus-menerus.
  4. Perusahaan berada di fase pailit dan mengalami penundaan kewajiban pembayaran hutang.
  5. Pekerja mengajukan permohonan PHK karena pengusaha melakukan hal-hal berikut.
    • Menganiaya, menghina, mengancam, menyuruhnya melakukan perbuatan yang melawan undang-undang.
    • Tidak menjalankan kewajiban, memerintahkan pekerja untuk bekerja di luar yang diperjanjikan, atau memberikan pekerjaan yang membahayakan keselamatan dan kesusilaannya.
    • Tidak memberikan gajinya tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut.
  6. Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian sengketa industrial yang menyatakan bahwa pengusaha tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan oleh pekerja lalu perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.
  7. Pekerja mengundurkan diri setelah mengajukan permohonan tertulis minimal 30 hari sebelumnya dan tidak terikat ikatan dinas, serta melaksanakan kewajiban sampai tanggal yang ditetapkan.
  8. Karyawan mangkir selama 5 hari kerja berturut-turut atau lebih, tanpa keterangan tertulis maupun bukti, serta telah dipanggil perusahaan sebanyak 2 kali secara patut dan tertulis.
  9. Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perusahaan serta telah diberi 3 kali somasi.
  10. Karyawan tidak dapat bekerja selama 6 bulan karena ditahan atas dugaan tindak pidana.
  11. Pekerja mengalami sakit atau cacat disebabkan kecelakaan kerja sehingga tidak dapat bekerja setelah 12 bulan.
  12. Pekerja memasuki masa pensiun atau meninggal dunia.

Alasan Tidak Diperbolehkan PHK

Selain mengatur sebab-sebab sebagaimana disebutkan di atas, dalam beberapa hal perusahaan tidak boleh memberhentikan pekerjanya. Adapun alasan pengusaha tidak boleh melakukan PHK adalah sebagai berikut.

  1. Pekerja tidak bisa masuk kerja karena sakit (berdasarkan keterangan dokter) dalam waktu kurang dari 12 bulan berturut-turut.
  2. Pekerja tidak bisa bekerja karena memenuhi kewajiban yang diberikan oleh negara sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
  3. Pekerja mengambil cuti untuk menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, misalnya naik haji.
  4. Karyawannya menikah, hamil, melahirkan, keguguran, atau sedang menyusui bayi.
  5. Adanya hubungan darah atau ikatan perkawinan dalam satu perusahaan kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.
  6. Adanya aduan dari pekerja atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh perusahaan.
  7. Pekerja memiliki paham, aliran, suku, golongan, kondisi fisik, maupun status yang berbeda dengan mayoritas karyawan.
  8. Pekerja mengalami cacat tetap atau sakit karena kecelakaan kerja dan menurut keterangan dokter waktu penyembuhannya belum bisa dipastikan.

Jenis-jenis PHK

Pemutusan hubungan kerja dibagi menjadi beberapa macam tergantung pada penyebabnya. Menurut undang-undang, jenis-jenis PHK adalah sebagai berikut.

  1. PHK Demi Hukum
    Pada jenis ini, penyebab dilakukannya PHK adalah pekerja meninggal atau jangka waktu perjanjian kerja telah habis. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memberikan surat PHK karena pelaksanaannya sudah otomatis.

  2. PHK Karena Melanggar Perjanjian Kerja
    Karyawan juga bisa diberhentikan secara sepihak. Nah, pada jenis ini, penyebab PHK adalah karena mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Jadi tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan diperintahkan oleh aturan.

  3. PHK Karena Kondisi Tertentu
    Kondisi tertentu yang menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, maupun kerugian terus-menerus.

  4. PHK Karena Kesalahan Berat
    Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK adalah karena pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang perusahaan, menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia perusahaan selain untuk kepentingan negara, dan sebagainya.


Cara Menghitung Pesangon PHK 2021

Salah satu hak pekerja ketika mengalami PHK adalah mendapatkan pesangon. Biasanya, jika pemutusan hubungan kerja disebabkan pelanggaran berat, maka karyawan hanya akan mendapat uang penggantian hak dan uang pisah sejumlah yang telah diatur dalam perjanjian kerja.

Adapun cara menghitung pesangon PHK adalah sebagai berikut.

  1. Cermati masa kerja Anda
  2. Cocokkan masa kerja tersebut dengan nominal yang telah ditetapkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagaimana terdapat dalam tabel berikut.


Itu dia penjelasan mengenai pengertian PHK, dasar hukum, alasan, jenis-jenis serta cara menghitung pesangon PHk 2021. Setelah memahaminya, semoga Anda sebagai pihak perusahaan maupun karyawan bisa memenuhi kewajiban dan haknya masing-masing.


Baca Juga:

Pasal 153 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja menyatakan “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan”;

a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Menikah;

e. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan;

g. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku,warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik,atau status perkawinan; dan

j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja karena alasan-alasan tersebut diatas, maka PHK tersebut batal demi hukum dan Pekerja wajib dipekerjakan kembali (Pasal 153 ayat 2).

Namun ada hal-hal yang menyebabkan pengusaha dapat melakukan PHK kepada pekerja sebagaimana ketentuan Pada pasal 154 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan alasan-alasan PHK sebagai berikut:

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;

b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;

c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

f. Perusahaan pailit;

g. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

  1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;
  2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;
  4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
  5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
  6. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
    pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;

i. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

  1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
  3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

j. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

k. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

l. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

m. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

n. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

0. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Selain hal-hal tersebut, pemutusan hubungan kerja dapat ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian kerja bersama (Pasal 154A ayat 2). Akan tetapi, meskipun pengusaha dapat mem-PHK karena alasan-alasan sebagaimana yang dimaksud Pasal 154 A, Pengusaha wajib memberikan hak-hak normatif Pekerja seperti Pesangon, Uang Pengahargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak dll..

Apabila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan lebih lanjut dan/atau Pendampingan Hukum, silahkan hubungi ke 0811-9351-804 atau klik kontak kami dibawah ini.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA