Contoh aktivitas fisik ringan sedang dan berat

Diabetes atau penyakit gula adalah penyakit kronis atau yang berlangsung jangka panjang. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) hingga di atas nilai normal. Diabetes terjadi ketika tubuh pengidapnya tidak lagi mampu mengambil gula (glukosa) ke dalam sel dan menggunakannya sebagai energi. Kondisi ini pada akhirnya menghasilkan penumpukan gula ekstra dalam aliran darah tubuh.

Penyakit diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi serius, menyebabkan kerusakan pada berbagai organ dan jaringan tubuh. Contohnya organ seperti jantung, ginjal, mata, dan saraf. Ada dua jenis utama diabetes, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Jika dijabarkan, berikut adalah penjelasan mengenai keduanya, yaitu: 

  • Diabetes tipe 1: jenis ini adalah penyakit autoimun, artinya sistem imun tubuh akan menyerang dirinya sendiri. Pada kondisi ini, tubuh tidak akan memproduksi insulin sama sekali. 
  • Diabetes tipe 2: Pada jenis diabetes ini, tubuh tidak membuat cukup insulin atau sel-sel tubuh pengidap diabetes tipe 2 tidak akan merespons insulin secara normal. 

Penyebab Diabetes

Diabetes disebabkan karena adanya gangguan dalam tubuh, sehingga tubuh tidak mampu menggunakan glukosa darah ke dalam sel. Alhasil, glukosa menumpuk dalam darah. Pada diabetes tipe 1, gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan menghancurkan sel penghasil insulin. 

Akibatnya, tubuh kekurangan atau bahkan tidak dapat memproduksi insulin sehingga gula yang seharusnya diubah menjadi energi oleh insulin, menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam darah.

Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal, tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai resistensi insulin.

Contoh aktivitas fisik ringan sedang dan berat

Faktor Risiko Diabetes

Terdapat beberapa faktor risiko diabetes tipe 1, antara lain:

  • Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan lebih memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga yang mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen tertentu.
  • Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis khatulistiwa, seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena diabetes tipe 1. Hal ini disebabkan karena kurangnya vitamin D yang bisa didapatkan dari sinar matahari, sehingga akhirnya memicu penyakit autoimun.
  • Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia 47 tahun, kemudian pada anak-anak usia 1014 tahun.
  • Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia terlalu dini, air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten sebelum usia 4 bulan atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, serta menderita penyakit kuning saat lahir.

Sementara itu, berikut adalah beberapa faktor risiko dari diabetes tipe 2, antara lain:

  • Berat badan berlebih atau obesitas.
  • Distribusi lemak perut yang tinggi.
  • Gaya hidup tidak aktif dan jarang beraktivitas atau berolahraga.
  • Riwayat penyakit diabetes tipe 2 dalam keluarga.
  • Ras kulit hitam, hispanik, Native American, dan Asia-Amerika, memiliki angka pengidap lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.
  • Usia di atas 45 tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi sebelum usia 45 tahun.
  • Kondisi prediabetes, yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai diabetes.
  • Riwayat diabetes saat hamil.
  • Wanita dengan sindrom ovarium polikistik, yang ditandai dengan menstruasi tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebihan, dan obesitas.

Gejala Diabetes

Gejala diabetes akan muncul secara bervariasi pada setiap pengidapnya, tergantung akan tingkat keparahan dan jenis yang diidap. Namun, secara umum ada beberapa gejala yang akan dialami oleh pengidap diabetes tipe 1 maupun tipe 2, yaitu: 

  • Peningkatan rasa haus.
  • Peningkatan frekuensi buang air kecil.
  • Mudah lelah atau rasa kelelahan terus-menerus.
  • Adanya gangguan penglihatan, seperti pandangan yang kabur. 
  • Terjadinya infeksi pada tubuh terus-menerus, yang umum terjadi pada bagian gusi, kulit, maupun area vagina (pada wanita). 
  • Penurunan berat badan yang tidak jelas apa penyebabnya. 
  • Kehadiran keton dalam urine (keton adalah produk sampingan dari pemecahan otot dan lemak yang terjadi ketika tidak ada cukup insulin yang tersedia). 

Maka dari itu, segeralah memeriksakan diri ke dokter jika mengalami salah satu atau sejumlah tersebut. Hal ini bertujuan agar perawatan dapat segera dilakukan, sehingga risiko akan komplikasi dari diabetes dapat terhindarkan. 

Diagnosis Diabetes

Dokter akan mendiagnosis diabetes pada seseorang dengan melakukan wawancara medis, yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa darah. Contohnya seperti,  tes glukosa puasa, tes glukosa acak dan tes A1c. Nah, berikut adalah penjabaran akan tes tersebut, yaitu: 

  1. Tes glukosa plasma puasa: Tes ini paling baik dilakukan di pagi hari setelah puasa delapan jam (tidak makan atau minum kecuali seteguk air).
  2. Tes glukosa plasma acak: Tes ini dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu puasa.
  3. Tes A1c: Tes ini, juga disebut HbA1C atau tes hemoglobin terglikasi, untuk mengetahui kadar glukosa darah rata-rata selama dua hingga tiga bulan terakhir. Tes ini mengukur jumlah glukosa yang melekat pada hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Mereka yang menjalani tes ini, tidak perlu berpuasa sebelum melakukannya. 
  4. Tes toleransi glukosa oral: Dalam tes ini, kadar glukosa darah pertama kali diukur setelah puasa semalam. Kemudian pasien minum minuman manis. Kadar glukosa darah pasien kemudian diperiksa pada jam satu, dua dan tiga.

Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan darah dan urine untuk membedakan apakah seseorang terkena diabetes tipe 1 atau 2. Nantinya, darah akan diperiksa untuk autoantibodi (tanda autoimun bahwa imun tubuh menyerang dirinya sendiri). Sementara itu, urine akan diperiksa untuk mengetahui adanya keton (pertanda tubuh seseorang membakar lemak sebagai suplai energinya). 

Pengobatan Diabetes

Pengobatan akan disesuaikan dengan jenis diabetes yang kamu alami. Terapi insulin menjadi salah satu pengobatan yang bisa dilakukan oleh pengidap diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Bahkan, pada diabetes tipe 1 yang cukup berat, transplantasi pankreas bisa dilakukan guna mengatasi kerusakan pada pankreas. 

Sedangkan pada pengidap diabetes tipe 2 akan diberikan beberapa jenis obat-obatan. Namun, umumnya ada beberapa perawatan yang harus dilakukan untuk menurunkan risiko diabetes, seperti:

1. Menerapkan Pola Makan Sehat

Jika kamu mengalami penyakit diabetes, sebaiknya atur kembali pola makan yang sehat. Fokuskan pada asupan buah, sayur, protein tanpa lemak, dan juga biji-bijian. Tidak hanya itu, kamu juga perlu mengonsumsi serat dan mengurangi beberapa jenis makanan, seperti makanan yang mengandung lemak jenuh, karbohidrat olahan, hingga pemanis buatan. Kamu bisa tanyakan langsung pada dokter melalui Halodoc untuk pola makan tepat bagi pengidap diabetes.

2. Rutin Melakukan Aktivitas Fisik

Setiap orang tentunya membutuhkan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan tetap optimal. Termasuk pengidap diabetes. Olahraga menjadi satu kegiatan yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah dengan mengubahnya menjadi energi. Kamu bisa memilih untuk melakukan olahraga ringan, seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda. Jadikan kegiatan tersebut sebagai rutinitas harian untuk membantu kamu menghindari kondisi diabetes menjadi lebih buruk.

Pencegahan Diabetes

Meskipun faktor risiko diabetes seperti riwayat keluarga dan ras tidak dapat diubah, tapi ada faktor risiko lain yang dapat dicegah sedari dini melalui penerapan hidup sehat. Berikut adalah beberapa langkah gaya hidup sehat yang dapat kamu lakukan mencegah penyakit diabetes, antara lain:

  • Mempertahankan berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan rendah lemak.
  • Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.
  • Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis.
  • Berolahraga secara rutin dan banyak melakukan aktivitas fisik.
  • Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika menonton televisi.
  • Menghindari atau berhenti merokok.

Komplikasi Diabetes

Komplikasi dari diabetes akan berkembang secara bertahap. Semakin lama seseorang mengidap diabetes dan semakin tidak terkontrolnya penyakitnya, maka akan semakin tinggi pula risiko komplikasi. Akhirnya, komplikasi diabetes dapat melumpuhkan atau bahkan mengancam jiwa. Berikut adalah beberapa kemungkinan komplikasi diabetes secara umum, yaitu: 

  • Penyakit kardiovaskular. Diabetes dapat meningkatkan risiko berbagai masalah pada sistem kardiovaskular. Hal ini termasuk penyakit arteri koroner dengan nyeri dada (angina), serangan jantung, stroke dan penyempitan arteri (aterosklerosis). 
  • Kerusakan mata (retinopati). Baik diabetes tipe 1 maupun 2 dapat menyebabkan komplikasi berupa kerusakan retina mata, 
  • Kerusakan saraf (neuropati). Kelebihan gula dapat melukai dinding pembuluh darah kecil (kapiler) yang memberi nutrisi pada saraf terutama pada kaki. Hal ini dapat menyebabkan kesemutan, mati rasa, terbakar atau nyeri yang biasanya dimulai pada ujung jari kaki atau jari tangan dan secara bertahap menyebar ke atas.

Di samping itu, diabetes juga berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal, disfungsi seksual, hingga keguguran sebagai komplikasinya. 

Kapan Harus ke Dokter?

Jika mengalami beberapa gejala dari diabetes dan gejala tersebut tak kunjung membaik, segerelah memeriksakan diri ke dokter. Tujuannya agar diabetes dapat segera terdeteksi, sehingga penanganan dapat dilakukan sedari dini. Semakin cepat penanganan dilakukan, maka semakin kecil pula risiko akan komplikasi diabetes dapat terjadi. 

Melalui aplikasi Halodoc, kamu bisa membuat janji rumah sakit dengan dokter pilihanmu untuk memeriksakan kondisi. Tentunya tanpa perlu menunggu atau mengantre lama. Jadi tunggu apa lagi? Yuk