Citra penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kedalaman lautan adalah

ABSTRAKSI: Kedalaman laut (bathimetri) memberikan berbagai informasi penting mengenai suatu area laut. Selain untuk navigasi pelayaran, kedalaman laut juga berguna dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sistem peringatan dini dan simulasi dampak dari bencana. Pengukuran kedalaman laut bisa dilakukan manual dengan menggunakan kapal, namun dibutuhkan waktu yang sangat lama. Kebutuhan informasi yang semakin cepat mengenai informasi bathimetri menuntut pengembangan sistem yang bisa menggantikan pengukuran manual dengan memanfaatkan teknologi lain seperti penginderaan jarak jauh melalui satelit. Warna permukaan laut apabila dilihat pada gambar satelit memiliki gradasi warna sebagai akibat dari pantulan cahaya pada kedalaman laut yang berbedabeda. Dengan mengetahui kedalaman sebenarnya pada sebuah area laut dan mengetahui warna permukaan pada posisi tersebut dapat dibuat sebuah sistem yang bisa mengidentifikasi kedalaman laut pada posisi tertentu dari warna pada permukaan laut tersebut. Sistem yang dibangun ini menggunakan data kedalaman laut hasil pengukuran manual dan dipadukan dengan data gambar satelit pada posisi yang sama. Kemudian dilakukan proses learning menggunakan teknik Neuro-Fuzzy dengan metode ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System) dengan kinerja model identifikasi dapat diketahui dari nilai MAPE dan MSE. Hasil dari pembuatan model identifikasi, diperoleh sistem yang dapat melakukan identifikasi sangat baik dengan error yang diperoleh pada saat proses pengujian sebesar MAPE 9.0024 % dan MSE 0.0034.Kata Kunci : bathimetri, citra satelit, neuro-fuzzy, ANFISABSTRACT: Sea depth (bathymetry) provide important variety information about the sea area. In addition to the shipping navigation, sea depth also useful in natural resources utilization, early warning systems and impact simulation of the disaster. Ocean depth measurements can be done manually by boat, but it takes very long time. The very fast information needs about bathymetry data demand system development which could replace the manual measurement by utilizing other technologies such as remote sensing via satellites. Sea surface colour when seen in satellite images have colour gradations as a result of the light reflecting by variation of ocean depths. By knowing the exact depth of the sea in an area and know the surface color at that position can be created a system that can identify the depth of the sea at a certain position from its sea surface colors. The system is constructed using the data results from ocean depth manual measurements and combined with satellite image data in the same position. Then learn that combined data using Neuro-Fuzzy technique with ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System) methods creating the identification model with performance can be determined from the value of MAPE and MSE. Results of modeling identification, obtained system that can perform identification very well with the error obtained during the testing process by MAPE 9.0024% and MSE 0.0034.Keyword: bathymetry, satellite imagery, neuro-fuzzy, ANFIS

Diwan Mukti Pambuko, Jondri Jondri, Rian F. Umbara



Kedalaman laut (bathymetry) memberikan berbagai informasi penting mengenai suatu area laut. Selain untuk navigasi pelayaran, kedalaman laut juga berguna dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sistem peringatan dini dan simulasi dampak dari bencana. Pengukuran kedalaman laut bisa dilakukan manual dengan menggunakan kapal, namun dibutuhkan waktu yang sangat lama. Kebutuhan informasi yangsemakin cepat mengenai informasi bathymetry menuntut pengembangan sistem pengukuran manual dengan memanfaatkan teknologi lain seperti penginderaan jarak jauh melalui satelit. Warna permukaan laut apabila dilihat pada gambar satelit memiliki gradasi warna sebagai akibat dari pantulan cahaya pada kedalaman laut yang berbeda-beda. Dengan mengetahui kedalaman sebenarnya pada sebuah area laut dan

mengetahui warna permukaan pada posisi tersebut dapat dibuat sebuah sistem yang bisa mengidentifikasi kedalaman laut pada posisi tertentu dari warna pada permukaan laut tersebut. Sistem yang dibangun ini menggunakan data kedalaman laut hasil pengukuran manual dan dipadukan dengan data gambar satelit pada posisi yang sama. Kemudian dilakukan proses learning menggunakan teknik Neuro-Fuzzy dengan metode ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System) dengan kinerja model identifikasi dapat diketahui dari nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan MSE (Mean Square Error). Hasil dari pembuatan model identifikasi, diperoleh sistem yang dapat melakukan identifikasi sangat baik dengan error yang diperoleh pada saat proses pengujian sebesar MAPE 9.0024 % dan MSE 0.0034.

Kata kunci: bathymetry, citra satelit, neuro-fuzzy, ANFIS



DOI : //doi.org/10.24198/jmi.v9.n2.10193.167-178
  • Abstract viewed : 0 times
  • PDF viewed : 0 times

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

167

Identifikasi Kedalaman Laut (Bathymetry)

berdasarkan Warna Permukaan Laut pada Citra

Satelit menggunakan Metode ANFIS

Diwan Mukti Pambuko, Jondri, Rian F. Umbara

Departemen Sains, Fakultas Teknik Universitas Telkom

Jln Telekomunikasi Terusan Buah Batu Bandung

e-mail: jdn@ittelkom.ac.id

ABSTRAK

Kedalaman laut (bathymetry) memberikan berbagai informasi penting mengenai suatu

area laut. Selain untuk navigasi pelayaran, kedalaman laut juga berguna dalam

pemanfaatan sumberdaya alam, sistem peringatan dini dan simulasi dampak dari

bencana. Pengukuran kedalaman laut bisa dilakukan manual dengan menggunakan

kapal, namun dibutuhkan waktu yang sangat lama. Kebutuhan informasi yang

semakin cepat mengenai informasi bathymetry menuntut pengembangan sistem

pengukuran manual dengan memanfaatkan teknologi lain seperti penginderaan jarak

jauh melalui satelit. Warna permukaan laut apabila dilihat pada gambar satelit

memiliki gradasi warna sebagai akibat dari pantulan cahaya pada kedalaman laut yang

berbeda-beda. Dengan mengetahui kedalaman sebenarnya pada sebuah area laut dan

mengetahui warna permukaan pada posisi tersebut dapat dibuat sebuah sistem yang

bisa mengidentifikasi kedalaman laut pada posisi tertentu dari warna pada permukaan

laut tersebut. Sistem yang dibangun ini menggunakan data kedalaman laut hasil

pengukuran manual dan dipadukan dengan data gambar satelit pada posisi yang sama.

Kemudian dilakukan proses learning menggunakan teknik Neuro-Fuzzy dengan metode

ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System) dengan kinerja model identifikasi

dapat diketahui dari nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan MSE (Mean

Square Error). Hasil dari pembuatan model identifikasi, diperoleh sistem yang dapat

melakukan identifikasi sangat baik dengan error yang diperoleh pada saat proses

pengujian sebesar MAPE 9.0024 % dan MSE 0.0034.

Kata kunci: bathymetry, citra satelit, neuro-fuzzy, ANFIS.

ABSTRACT

Seadepth (bathymetry) provide variety important information about the sea area. In

addition to the shipping navigation, sea depth also useful in natural resources

utilization, early warning systems and impact simulation of the disaster. Ocean depth

measurements can be done manually by boat, but it takes very long time. The very fast

information needs about bathymetry data require to develop the manual measurement

by utilizing other technologies such as remote sensing via satellites. Sea surface colour

when seen in satellite images have colour gradations as a result of the light reflecting by

variation of ocean depths. By knowing the exact depth of the sea in an area and know the

surface color at that position can be created a system that can identify the depth of the

sea at a certain position from its sea surface colors. The system is constructed using the

data results from ocean depth manual measurements and combined with satellite image

data in the same position. Then learn that combined data using Neuro-Fuzzy technique

with ANFIS (Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System) methods creating the

identification model with performance can be determined from the value of MAPE and

MSE. Results of modeling identification, obtained system that can perform identification

very well with the error obtained during the testing process by MAPE 9.0024% and MSE

0.0034.

Keywords: bathymetry, satellite imagery, neuro-fuzzy, ANFIS

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

168

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang sangat cepat diiringi dengan berbagai

penemuan baru di berbagai bidang mendorong manusia untuk selalu

mengaplikasikan teknologi kedalam setiap aspek kehidupan.Dalam keperluan

navigasi misalnya, dengan menggunakan peta citra satelit,informasi posisi

yang disajikan lebih real jika dibanding peta buatan karena memberikan

gambaran mengenai kondisi asli dari permukaan bumi dalam peta tersebut.

Teknologi gambar satelit menyajikan bentuk morfologi permukaan bumi yang

bisa dilihat secara langsung. Berbeda untuk lautan, gambar satelit jika dilihat

secara langsung tidak menampilkan bagaimana bentuk morfologi dasar laut,

namun cukup memberikan informasi bagaimana bentuk dasar laut

dibawahnya. Bila diperhatikan, permukaan laut pada gambar satelit memiliki

warna yang berbeda-beda. Perbedaan warna ini muncul sebagai akibat dari

pantulan cahaya pada permukaan laut dengan kedalaman yang berbeda beda.

Pengukuran kedalaman laut bisa dilakukan manual dengan menggunakan

kapal, namun dibutuhkan waktu yang sangat lama. Menurut Mineart dan

Gottshll [8], untuk mengukur kedalaman seluruh kedalaman laut dibumi

secara manual akan memakan waktu pengukuran hingga 200 tahun. Oleh

karena itu dibutuhkan sistem yang bisa menggantikan pengukuran manual

dengan memanfaatkan gambar yang diambil oleh satelit. Sistem yang

dibangun ini menggunakan data kedalaman laut hasil pengukuran manual

dari kapal maupun unit pengukuran manual lainya. Kemudian data tersebut

dipadukan dengan data gambar satelit pada posisi yang sama. Setelah

diperoleh pasangan data kedalaman dan warna permukaan dilakukan proses

learning menggunakan teknik Neuro-Fuzzy dengan metode ANFIS.

Kedalaman laut memberikan berbagai informasi penting mengenai apa yang

bisa dimanfaatkan dari laut tersebut. Selain untuk navigasi pelayaran yang

berkaitan dengan keselamatan pelayaran, kedalaman bisa memberi informasi

sebaran makhluk hidup yang tinggal didalamnya. Menurut Mineart dan

Gottshll [8], pengukuran kedalaman laut juga berguna untuk peringatan dini

terhadap bencana, seperti Tsunami yang bisa dilakukan proses simulasi untuk

mengetahui bagaimana akibat yang ditimbulkan. Hal ini sangat bermanfaat

untuk negara yang memiliki lautan yang luas seperti Indonesia, yang

merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Penelitian tentang morfologi dasar laut dari warna permukaan telah dilakukan

oleh Chuanmin [3] pada area Sand Ridge di West California, USA. Kemudian

penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi kedalaman laut menggunakan

citra satelit telah dilakukan oleh Corruci et al [2] pada citra multispectral high-

resolution area laut Castiglione della Pescaiadi Grosseto, Italia.

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

169

Pada tulisan ini akan dibahas model identifikasi kedalaman suatu area laut

berdasarkan warna permukaanya dengan memperhatikan kondisi permukaan

laut pada saat citra diambil oleh satelit dengan mengimplementasikan metode

ANFIS dan menganalisis parameter yang digunakan sertakinerja sistem

menggunakan ANFIS.

2. Metode Penelitian

Bathymetry adalah studi tentang kedalaman air, baik dasar sungai danau

maupun laut. Bathymetry digunakan untuk mendukung keselamatan navigasi

pelayaran baik permukaan maupun sub-permukaan. Pada awalnya

pengukuran bathymetry dilakukan pengukuran secara manual dengan

menggunakan tali dan beban.Teknik ini tidak akurat dan efisien karena hanya

bisa mengukur satu titik pada satu satuan waktu dan posisi titik beban

terhadap kapal dipengaruhi oleh pergerakan kapal. Saat ini pembuatan data

bathymetry menggunakan echosounder (sonar) yang dipasang pada kapal

dilakukan berdasarkan jumlah waktu yang diperlukan suara atau cahaya

untuk melakukan perjalanan melalui air, memantul kembali di dasar laut, dan

melakukan perjalanan kembali ke permukaan. Menurut Thurman [11] satelit

bisa digunakan untuk pengukuran bathymetry, satelit radar memetakan

topografi dasar lautan dengan mendeteksi variasi halus dipermukaan laut

yang disebabkan oleh tarikan grafitasi dari pegunungan bawah laut maupun

energy endogen lainya.

Penginderaan jauh

Pengideraan jauh merupakan ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

tentang suatu obyek, daerah atau fenomena, melalui analisis data yang

diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek yang dikaji.

Citra satelit merupakan citra hasil perekaman gambar jarak jauh yang

diperoleh melalui satelit.Hasil dari perekaman sangat dipengaruhi oleh

kemampuan satelit sebagai alat pengambil gambar. Berdasarkan Lillesand et

al [6], gambar yang dihasilkan dari perekaman satelit juga berbeda-beda,

sesuai dengan jenis sensor yang dimiliki oleh satelit perekam.

Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis merupakan penyajian informasi geografis ke dalam

bentuk media yang mudah dimengerti oleh manusia. Salah satu penyajianya

adalah bentuk penyajian data dalam digital elevation model. Digital Elevation

Model (DEM) merupakan suatu representasi digital dari topografi permukaan

tanah. Menurut Prahasta [9], DEM berisi data ketinggian maupun kedalaman

hasil pengukuran langsung maupun perkiraan.

Sistem koordinat dinyatakan juga sebagai posisi spatial, memiliki makna

posisi blok-blok pada suatu bidang dengan satuan tertentu. Sistem koordinat

membagi sebuah bidang kedalam bagian kecil dengan bentuk tertentu.

Kemudian diberikan nama pada setiap bagian untuk memudahkan

mengetahui posisi letak pada bidang tersebut.

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

170

Neuro-Fuzzy

Neuro-fuzzy merupakan penggabungan dari dua metode yaitu Sistem fuzzy

dan Jaringan Syaraf Tiruan. Kedua metode ini memiliki cara kerja dan proses

tersendiri yang berbeda namun bisa dipadukan. Hasil dari penggabungan

kedua metode ini adalah suatu metode gabungan yang lebih baik dari kedua

metode ini jika berjalan masing-masing.

Sistem Fuzzy memiliki keunggulan dalam proses penalaran untuk proses

pengambilan keputusan. Namun terdapat kekurangan yaitu aturan fuzzy

harus sudah diketahui oleh sistem sebelum sistem berjalan. Dengan kata lain

sistem fuzzy tidak bisa menentukan aturan dari data dengan metode learning.

Jaringan Syaraf Tiruan memiliki kemampuan untuk melakukan proses

learning tetapi tidak memiliki kemampuan penalaran. Berdasarkan Suyanto

[10], dengan menggabungkan Sistem Fuzzy dan Jaringan syaraf tiruan

diperoleh sebuah sistem yang bisa melakukan penalaran dan membangun

sendiri aturan dengan melakukan learning data.

ANFIS

Adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) merupakan neuro fuzzy hybrid

dengan menggabungkan jaringan syaraf tiruan dengan sistem fuzzy inferensi

Sugeno. Merujuk Kusumadewi et al [5], ANFIS adalah sebuah metode yang

secara fungsional sama dengan fuzzy rule base model sugeno, dimana dalam

penyetelan aturanya digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan

data.

Proses adaptasi yang terjadi dalam sistem ANFIS dikenal juga dengan

pembelajaran. Parameter-parameter ANFIS (baik premise maupun consequent)

Selama proses belajar akan diperbaharui menggunakan metode pembelajaran.

Metode pembelajaran yang digunakan dalam sistem ANFIS adalah algoritma

pembelajaran hibrid. Algoritma ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian arah

maju dan bagian arah mundur. Pada bagian arah maju, proses adaptasi

dilakukan menggunakan metode Least Square Estimator dan terjadi pada

parameter consequent. Berdasarkan Suyanto [10], pada bagian arah mundur,

proses adaptasi dilakukan menggunakan metode gradient-descent dan terjadi

pada parameter premise.

Kinerja

Menurut Markidadis et al [7], MAPE (Mean Absolute Percentage Error)

merupakan ukuran ketepatan relatif yang digunakan untuk mengetahui

persentase penyimpangan hasil prediksi, untuk kasus prediksi, sistem

dinyatakan memiliki kinerja baik apabila memiliki nilai MAPE dibawah 20%

dan sangat baik apabila dibawah 10%. Berdasarkan Zainun et al [12], SSE

(Sum Square Error) merupakan penyimpangan kuadrat prediksi dalam unit

yang sama pada data, dengan menjumlah nilai square error (penyimpangan)

seluruh hasil prediksi. Merujuk pada Markidadis et al [7], dengan merata-

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

171

ratakan kuadrat error (penyimpangan semua prediksi) tersebut diperoleh nilai

MSE (Mean Square Error).

3. Hasil dan Pembahasan

Rancangan Sistem

Dari permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, akan dibuat sebuah

sistem yang bisa mengidentifikasi kedalaman laut dengan melihat warna

permukaanya. Dari data kedalaman yang telah diperoleh dari hasil

pengumpulan dengan survey laut dan citra satelit yang diperoleh dari

penginderaan jarak jauh melalui satelit, akan dilakukan pembuatan model

identifikasi kedalaman dengan menggunakan pasangan data warna

permukaan dan data kedalaman pada area yang sama.

Sistem yang akan dibangun ini pada intinya memiliki 5 tahap utama yaitu

georeference, cropping, preprocesssing, proses learning dan identifikasi. Untuk

lebih jelasnya proses keseluruhan sistem seperti diagram alir pada Gambar 1.

Proses dimulai dengan inputan data berupa citra satelit dan data kedalaman.

Kemudian kedua data tersebut dipastikan memiliki system koordinat yang

sama melalui proses georeference. Selanjutnya dilakukan pemotongan

terhadap citra dan data melalui proses cropping dengan menggunakan batas

koordinat pemotongan.

Pada hasil cropping dilakukan preprosesing dengan penggabungan data dan

citra berdasarkan posisi spatial pada koodinat yang digunakan. Kemudian

dilakukan learning menggunakan neuro-fuzzy dengan metode ANFIS dan

diperoleh model identifikasi berupa parameter-parameter pada ANFIS. Model

identifikasi hasil learning ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi

kedalaman dari komposisi rgb yang diinputkan dari citra lain.

Data yang akan digunakan pada sistem yang dibangun ini terdiri dari 2

macam data, yaitu data citra dari pengambilan gambar melalui satelit dan

data kedalaman yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung. Kedua data

ini harus memiliki koordinat pada area yang sama. Jika tidak, maka akan

terjadi pergeseran letak antara kedalaman pada sistem dan kedalaman

sebenarnya yang berakibat pada ketidak akuratan hasil identifikasi.

Hasil Penelitian

Data yang digunakan untuk membuat model identifikasi adalah area pantai

Ewa, bagian selatan pulau Oahu, kepulauan Hawaii. Lokasi ini dipilih karena

ketersediaan data, baik data kedalaman laut maupun citra satelit.Kepulauan

Hawai merupakan area proyek simulasi penangulangan bencana pantai, oleh

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

172

karena itu terdapat data yang bisa diperoleh untuk penelitian. Data

kedalaman diperoleh dari University of Hawaii, hasil pengukuran sistem US

Army Corps of Engineer (USACE) periode survey 1994 hingga 2007. Format

data yang disediakan berupa blok dengan ukuran blok 5m2. Sedangkan citra

satelit hasil pengambilan citra oleh Digital Globe pada tanggal 30 Januari

2013. Data dan citra disatukan melalui georeferencing dengan menggunakan

sistem koordinat WGS_1984.

Gambar 1 Diagram alir proses keseluruhan sistem

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

173

Gambar 2 Hasil proses georeferencing

Gambar 2 menampilkan hasil yang diperoleh dari proses georeferencing, yaitu

posisi data kedalaman dan citra satelit yang terletak pada posisi aslinya

dalam koordinat bumi. Selanjutnya dilakukan pemotongan data dan citra

melalui proses cropping untuk memastikan data dan citra berasal pada area

yang sama.

Setelah data dan citra memiliki cakupan area yang sama dilakukan proses

penggabungan antara data dan citra.Proses ini diawali dengan melakukan

ekstraksi citra satelit dan diperoleh posisi untuk setiap piksel dan komposisi

R,G dan B. Kemudian dilakukan pengabungan dari posisi data terhadap

posisi citra dan hasilnya adalah blok data dan piksel citra dengan posisi yang

mendekati dinyatakan melalui distance yang merupakan jarak antara posisi

blok data terhadap posisi piksel citra dalam satuan derajat koordinat bumi.

Data hasil preprosesing digunakan sebagai data input proses learning

dirubah ke dalam bentuk tabel pasangan input-output. Data pasangan input-

output kemudian dinormalisasi untuk membuat data kedalam satuan yang

sama. Data yang sudah dinormalisasi kemudian dilakukan pembagian

menjadi 2, data training dan testing. Kemudian dilakukan beberapa proses

pengujian parameter untuk membuat model identifikasi. Berikut hasil yang

diperoleh dari pengujian parameter:

Tabel 1 Hasil pengujian pengaruh jumlah rules

Dari hasil pengujian terhadap jumlah rules diperoleh hasil terbaik dengan

dengan rata-rata MAPE 8.97844% dan MSE 0.00326 adalah rules dengan

jumlah 7 buah.

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

174

Tabel 2 Hasil pengujian pengaruh learning rate

Dari hasil pada Tabel 2 terlihat bahwa learning rate terbaik adalah 0.1

dengan rata-rata MAPE 9.35982% dan rata-rata MSE 0.00354.

Tabel 3 Hasil pengujian pengaruh momentum

Dari hasil pada Tabel 3 diatas dipilih momentum 0.9 dengan rata-rata MAPE

9.29864% dan rata-rata MSE 0.00348. Momentum dengan nilai terbesar

mempercepat proses training namun belum tentu memberkan hasil training

terbaik dengan kemungkinan nilai terbaik terlewati karena bagian update

yang terlalu kecil. Sedangkan nilai momentum kecil membuat proses learning

lebih lama namun tidak menjamin untuk memperoleh nilai terbaik karena

kemungkinan masih terjebak pada minimum lokal.

Tabel 4 Hasil pengujian pengaruh epoh

Rata-Rata Epoh

diperlukan

Dari Tabel 4 dapat diketahui rata-rata jumlah epoh yang dibutuhkan untuk

mencapai eror konvergen untuk masing-masing learning rate. Jumlah epoh

yang diperlukan untuk mencapai konvergen tidak mencapai maksimal eror

yang diset. Penambahan jumlah epoh diatas jumlah yang telah diset yaitu

100 tidak memperkecil nilai eror yang diperoleh, dengan kata lain tidak

memperbaiki kinerja sistem.

Dari hasil yang telah diperoleh dari pengujian terhadap pengaruh parameter

maka diperoleh parameter terbaik dari proses adalah : jumlah rules 7,

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

175

learning rate 0.1, momentum 0.9. Hasil dari training dari sistem dengan

parameter tersebut menghasilkan nilai MAPE 8.7129% dan MSE 0.0029253.

Selanjutnya dilakukan testing terhadap model hasil training dan diperoleh

MAPE 9.0024 % dan MSE 0.0034. Nilai output belum menampilkan hasil

dalam satuan kedalaman sebenarnya, oleh karena itu diperlukan proses

reverse normalisasi.

Tabel 5 Perbandingan output kedalaman

terhadap kedalaman sebenarnya

Dari Tabel 5 dapat dilihat perbedaan antara kedalaman hasil output sistem

dengan kedalaman sebenarnya dengan melihat selisihnya. Semakin besar

selisih maka kesalahan identifikasi yang dilakukan semakin besar. Untuk

melihat perbandingan output kedalaman terhadap kedalaman sebenarnya

dari semua data testing dapat dilihat pada Gambar 3 dengan mengurutkan

data dari kedalaman yg paling kecil.

Dari Gambar 3 dapat dilihat pola dari kedalaman output (output) telah

mampu memenuhi bentuk pola dari kedalaman sebenatnya (target) dengan

kesalahan identifikasi sebesar MAPE 9.0024 % maupun MSE 0.0034.

Model identifikasi yang diperoleh bisa digunakan untuk melakukan

identifikasi terhadap citra satelit lain. Model identifikasi tersebut meliputi

parameter premise dan konsekuen yang diperoleh dari skenario dengan

parameter hasil penentuan dari percobaan yang telah dilakukan. Dengan

model identifikasi yang diperoleh dapat juga dilakukan proses identifikasi

kedalaman dari komposisi RGB yang diinputkan ke sistem.

Dari proses pengujian terhadap model identifikasi yang telah dibuat,

diperoleh nilai kesalahan prediksi MAPE sebesar 9.0024%. Menurut Zainun

et al [12], untuk kasus prediksi sistem dinyatakan memiliki kinerja baik

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

176

apabila memiliki nilai MAPE dibawah 20% dan sangat baik apabila dibawah

10%.

Gambar 3. Perbandingan output kedalaman terhadap kedalaman sebenarnya

Dari ketentuan tersebut maka sistem yang dihasilkan termasuk kedalam

kategori sangat baik dengan nilai MAPE 9.0024%. Sementara pada penelitian

oleh Isoun et al [4] terhadap area Hawaii diperoleh rata-rata eror 14%. Untuk

penelitian yang telah dilakukan ini tidak dapat dilakukan pembandingan

karena perbedaan metode dan teknologi data yang digunakan. Namun dari

hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pembuatan

model identifikasi.

4. Simpulan

Identifikasi kedalaman dari sebuah area laut dengan melihat warna

permukaan laut dilakukan dengan menggunakan pasangan data citra satelit

dan data kedalaman pada area yang sama. Proses pembuatan model

dilakukan dengan melakukan pembelajaran terhadap pola pasangan data

warna permukaan dan kedalaman pada posisi warna permukaan laut

tersebut.Implementasi penyelesaian pada metode ANFIS dilakukan dengan

membentuk pasangan data input-output berupa komposisi R,G,B sebagai

input dan kedalaman pada komposisi tersebut sebagai target. Dari percobaan

yang telah dilakukan, diperoleh parameter learning terbaik dari skenario

yang telah dibuat, learning rate 0.1, momentum 0.9, dan jumlah rules 7,

dengan jumlah epoh yang dipilih adalah 100 epoh. Penggunaan parameter

terbaik yang diperoleh dari proses pembuatan model identifikasi kedalaman

laut berdasarkan warna permukaan, hasil dari training diperoleh nilai MAPE

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

kedalaman

data

Kedalaman Output terhadap Kedalaman sebenarnya

kedalaman sebenarnya kedalaman prediksi

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

177

8.7129% dan MSE 0.0029253, kemudian pada proses testing diperoleh MAPE

9.0024 % dan MSE 0.0034. Sistem identifikasi memiliki kinerja yang sangat

baik karena nilai MAPE sistem berada dibawah 10%.

Saran untuk pengembangan penelitian ini yaitu penambahan parameter

input selain komposisi warna RGB, penggunaan metode lain untuk proses

identifikasi sehingga hasilnya bisa dibandingkan, penggunaan citra satelit

pada saat kondisi cuaca tertentuuntuk membandingkan pengaruhnya,

penggunaan citra satelit dari perekaman berbagai jenis satelit, sehingga

sistem yang dihasilkan bisa menangani hasil rekaman citra oleh satelit lebih

beragam, pengembangan kasus untuk pemanfaatan sumberdaya alam

khususnya pada area laut.

Daftar Pustaka

1. Corruci, Linda, Masini, Andrea, 2010., A study on Bathymetry Estimation

From High Resolution Multi-Spectral Satellite Images, Proceedings of

IEEE GOLD 2010 : IEEE South Italy Geoscience & Remote Sensing

Chapter.

2. Corruci, Linda, Masini, Andrea, Cococcioni, Marco, 2011., Approaching

bathymetry estimation from high resolution multispectral satellite images

using a neuro-fuzzy technique, Journal of Applied Remote Sensing, Volume

5, Issue 1, pp. 053515-053515-15

3. Hu, Chuanmin, 2008., Ocean Color Reveals Sand Ridge Morphology on the

West Florida Shelf, IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters.

4. Isoun, E., et al, 2003., Multi-spectral mapping of reef bathymetry and coral

cover; Kailua Bay, Hawaii, Springer-Verlag: Coral Reefs, 22: 6882, DOI

10.1007/s00338-003-0287-4.

5. Kusumadewi, Sri, Hartati, Sri, 2010, Neuro-Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy

dan Jaringan Syaraf Edisi 2, Graha Ilmu, Yogyakarta.

6. Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., 1994. Remote Sensing and Image

Interpretation, John Wiley & Sons, New York.

7. Markidakis, Spyros et all.,1999, Metode dan Aplikasi Peramalan, Binarupa

Aksara, Jakarta.

8. Mineart, Gary M., Gottshall, CDR Eric, 2005. Bathymetry from space:

Technologies and Applications, IEEE Ocean Proceeding

Diwan Mukti Pambuko et al. / JMI Vol. 9 No. 2, Oktober 2013 pp. 167-178

178

9. Prahasta, Eddy, 2002, Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar

(Prespektif Geodesi dan Geomatika) Penerbit Informatika, Bandung.

10. Suyanto, 2008, Soft Computing : Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi,

Penerbit Informatika, Bandung.

11. Thurman, H. V. 1997, Introductory Oceanography, Prentice Hall College,

New Jersey.

12. Zainun, N. Yasmin, Eftekhari, M., 2010. Forecasting low-cost housing

demand in urban area in Malaysia using ANN, Challenges, Opportunities

and Solutions in Structural Engineering and construction ©Taylor &

Francis Group, London, ISBN 978-0-415-56809-8

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA