Buku panduan kotak p3k di tempat kerja batam

standar isi kotak P3K – Sebagian dari kita mungkin sudah dengan sadar mempersiapkan kotak P3K, namun apakah sudah yakin bahwa kotak P3K tersebut sudah memenuhi standar? Tentu saja, standar kotak P3K akan berbeda antara yang dipersiapkan di rumah dan kotak P3K yang dipersiapkan di tempat kerja. Di rumah, kita sendiri harus mempersiapkan dan mengelola isi dan keadaan kotak P3K. Sementara di tempat kerja yang paling berkewajiban adalah perusahaan. Ada aturan-aturan dan standar tersendiri.

Buku panduan kotak p3k di tempat kerja batam
Standar Isi Kotak P3K

Berdasarkan Permenaker No. PER.15/MEN/VIII/2008, standar isi kotak P3K adalah sebagai berikut:

  1. Kasa Steril
  2. Perban ( lebar 5 cm )
  3. Perban ( lebar 10 cm)
  4. Plester ( lebar 1.25 cm)
  5. Plester cepat
  6. Kapas
  7. Kain segitiga / mittela
  8. Gunting
  9. Peniti
  10. Sarung tangan sekali pakai
  11. Sarung tangan sekali pakai berpasangan
  12. Masker
  13. Pinset
  14. Lampu senter
  15. Gelas cuci mata
  16. Kantong plastik bersih
  17. Aquades (10 ml larutan saline)
  18. Povidon lodin (60ml)
  19. Alkohol 70%
  20. Buku Panduan P3K di tempat kerja
  21. Buku catatan dan daftar isi kotak P3K

Masyarakat secara umum sangat mengenal kotak P3K, tetapi terkadang belum memahami isi kotak P3K yang ada di tempat kerja sehingga sering menambahkan obat yang ditelan seperti obat sakit kepala, obat sakit perut, obat maag dan lain-lain. Obat-obatan yang ditelah tersebut sangat tidak dianjurkan untuk dimasukkan ke dalam kotak P3K karena tergolong obat sedatif. Obat sedatif adalah obat-obat yang menciptakan ketenangan dan pengurangan rasa sakit, kecemasan, serta menyebabkan kantuk.

Kotak P3K biasa juga disebut First Aid Box adalah sarana yang harus disediakan baik itu di tempat kerja, di rumah, maupun di mobil dimana bertujuan untuk pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan.

Khususnya di tempat kerja kotak P3K harus tersedia misalnya di area kantor, dan di area lapangan tempat kerja. Untuk di area lapangan tempat kerja, kotak P3K harus ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau dan terlindung dari panas matahari. Biasanya di pasang diarea shelter atau tempat beristirahat. 

Yang perlu diperhatikan kotak P3K di tempat kerja harus selalu dirawat dan dijaga. Harus ada daftar isi dan catatan pengambilan. Jika berkurang berarti ada yang menggunakan (ada yang terluka). Petugas K3 harus selalu memastikan kondisi kotak P3K dalam keadaan baik dan juga memastikan isinya masih lengkap, dan tidak ada obat-obatan yang kadaluarsa.

Petugas Fist Aider di lapangan harus tahu dimana lokasi kotak P3K di lapangan, karena mereka yang seharusnya memberikan pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan di tempat kerja. Dan kemudian dibantu oleh tim Tanggap Darurat (ERT) untuk pertolongan lebih lanjut, misalnya harus dievakuasi dengan menggunakan ambulance.

Dengan memiliki kotak P3K di tempat kerja akan mempermudah akses untuk memberikan pertolongan pertama dalam keadaan darurat kepada korban sebelum mendapat pertolongan lebih lanjut. Jadi, selalu pastikan kelengkapan isi kotak  P3K di tempat kerja Anda.

Demikian penjelasan singkat tentang standar isi kotak P3K.

PENGANTAR KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM

Disusun Oleh:

            SURIANSYAH        (NIM. H1D112011)

                   Dosen Pengajar Mata Kuliah : QOMARIYATUS SHOLIHAH, Amd.Hyp, S.T, M. Kes

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA

BANJARBARU

2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Mengenai penjelasan undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain jamsostek khususnya yang termuat dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang telah mengatur bahwa pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjak kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Peyelengara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah   tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan tersebut mendapatkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa kondisi tenaga kerja tersebut sembuh, cacat atau meninggal dunia seperti penelitian (Kharismawan, 2014) yang mengharuskannya ada jamsostek bagi pekerja. Setiap tempat kerja harus pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dilaboratorium analis kesehatan melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya (Anonim, 2010).

Setelah mengetahui bagimana cara kerja, prinsip kerja serta pengantar kecelakaan kerja dan keamanan kerja di laboratorium maka dapat berguna bagi kita sebagai panduan sebelum melakukan praktikum di laboratorium. Cara kerja dan prinsip kerja di laboratorium ini merupakan langkah-langkah sebelum dan sesudah kita melakukan praktikum agar selama proses praktikum tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak di inginkan serta dapat menimbulkan kecelakaan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (Salim, 2012). Untuk keamanan kerja di laboratorium  kita mengetahui bagaimana agar diri kita bisa  terhindar dari kecelakaan di laboratorium dan jika terjadi kecelakaan maka kita sudah mengetahui bagaimana cara menanganinya. Dalam keamanan kerja hal pertama yang harus di patuhi adalah kedisiplinan terhadap tata tertib serta aturan-aturan yang ada di laboratorium agar  tidak terjadinya kecelakaan (Subiantoro, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam  makalah ini adalah:

  1. Apa definisi dan tujuan dari keselamatan kerja?
  2. Apakah sumber yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di laboratorium?
  3. Bagaimana contoh kasus kecelakaan kerja di laboratorium?
  4. Bagaimana pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium?

1.3  Tujuan Masalah

    Adapun tujuan masalah dalam  makalah ini adalah:

  1. Mengetahui definisi dan tujuan dari keselamatan kerja.
  2. Mengetahui sumber yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di laboratorium.
  3. Mengetahui contoh kasus kecelakaan kerja di laboratorium.
  4. Mengetahui pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium.

1.4  Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah:

  1. Menambah ilmu pengetahuan Mahasiswa khususnya didalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
  2. Memberikan alternatif supaya dapat mengantisipasi dan menghindari kecelakaan di laboratorium.
  3. Memberikan informasi tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang sangat bermanfaat didalam dunia kerja.

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Tujuan Keselamatan Kerja

Sebagai seorang praktikan, sebelum melakukan praktikum kita terlebih dahulu  harus mengetahui bagaimana pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di laboratorium, agar kita dapat melaksanakan praktikum dengan aman dan lancar. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan penggunaan alat alat laboratorium, bahan dan proses praktikum, tempat praktikun & lingkungannya serta cara-cara melakukan praktikum. Menurut (Salim, 2012) keselamatan kerja menyangkut segenap proses Praktikum di laboratorium. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada saat praktikum sedang berlangsung. Oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Rahayuningsih, 2013).

Menurut (Syartini, 2010) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) akan menciptakan terwujudnya pemeliharaan laboratorium serta juga tenaga kerja yang baik. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan dengan cara penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari arti penting keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk laboratorium dan bagi para pekerja.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan laboratorium. Dalam laboratorium harus ada manajemen K3 yang berguna untuk mengantisifasi terjadinya kecelakaan, dan harus di dukung dengan enabling factor/ pendukung (lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas dan alat pendukung diri) dan rein forcing factor/ faktor pendorong (dukungan sosial) dengan kecelakaan kerja yang terjadi dilaboratorium (Wulandari, 2011). Selain di laboratorium manajemen K3 juga harus diterapkan di  rumah sakit (Salikkuna, 2011).

Adapun contoh manajemen dalam kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah pada RSIA Kasih Ibu Manado dimana disana menerapkan analisis penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan  Keselamatan Kerja (SMK3) Hasil dari penelitian ini adalah adanya komitmen dan kebijakan  manajemen dalam pelaksanaan SMK3, perencanaan disusun oleh pimpinan RS secara lisan dan pelaksanaan K3 sudah terprogram tetapi belum mempunyai organisasi khusus dan ahli K3 antara lain penyediaan APD dan pelatih K3 bagi pegawai RS serta pengukuran dan evaluasi belum maksimal dilaksanakan (Toding, 2016).

Menurut hasil penelitian (Sholihah, 2015) menyatakan penyuluhan K3 dalam penerapannya selama satu tahun efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap budaya K3, namun belum efektif meningkatkan kesehatan pekerja. Penelitian ini berdasarkan hasil observasi di PT X, Rantau, Kalimantan Selatan, nilai ambang batas debu tidak diketahui. Manajemen perusahaan tambang batu bara hanya menyatakan secara lisan bahwa nilai ambang batas debu dalam keadaan normal. Kadar debu lebih dari 350 mg/m3 udara/hari (OR = 2,8; 95% CI = 1,8 – 9,9) merupakan salah satu faktor intrinsic yang terbukti berhubungan dengan penurunan kapasitas paru. Maka dari itu Penerapan dan penyuluhan K3 sangat penting supaya bisa mengantisipasi penyakit diparu-paru akibat terhisap debu.

2.2  Sumber Terjadinya Kecelakaan Di Laboratorium

Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang mempekerjakan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kecelakaan kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan meminimalkan bahkan mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja yang dilakukan sesuai hasil analisa identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari hasil identifikasi lebih maksimal maka perlu dilakukan juga suatu penilaian risiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk, dan memutuskan kendali yang cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di tempat kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk menghilangkan, mengurangi atau meminimalkan resiko (Amanah, 2010).

Selain itu terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian  yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara 80-85% (Soyuno, 2013).

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja di labolatorium:

  1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-proses serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan
  2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya pengawasan yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.
  3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegitan labolatorium.
  4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan perlindungan kegiatan labolatorium.
  5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati.
  6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
  7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.

(Suyono, 2013).

Risiko bahaya, sekecil apapun kadarnya, dapat muncul di saat kapan pun, di manapun, dan dapat menimpa siapapun yang sedang melakukan pekerjaan. Bahaya kerja di laboratorium dapat berupa bahaya fisik, seperti infeksi, terluka, cidera atau bahkan cacat, serta bahaya kesehatan mental seperti stres, syok, ketakutan, yang bila intensitasnya meningkat dapat menjadi hilangnya kesadaran (pingsan) bahkan kematian (Winarni, 2014).

Berasarkan kasus di rumah sakit Islam Yarsis Surakarta penyebab kecelakaan kerja didasakan pada stress kerja dan kelelahan kerja. Dimana berdasarkan hasil  penelitian pada perawat diketahui bahwa pengukuran kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata-rata lebih besar dari pada kelelahan sebelum kerja. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja harus menyelesaikan beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan analisis univariat pada variabel kelelahan kerja dapat diketahui bahwa untuk pengukuran sebelum kerja dari 30 responden yang mengalami kelehan dalam keadaan normal, sebanyak 13 orang (43,33%). Dan 17 orang (56,67%) berada dalam kategori kelelahan ringan, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan sedang dan berat. Sedangkan untuk pengukuran setelah bekerja dapat diketahui bahwa dari 30 responden tidak ada yang mengalami kelehan dalam keadaan normal (0%), sebanyak 22 orang (73,33%) berada dalam kategori kelelahan ringan, 8 orang (26,67%) berada dalam kategori  kelelahan sedang dan tidak ada respon dan (0%) berada dalam kategori kelelahan berat (Widyasari, 2010).

Selain itu hasil survei pendahulaun yang dilakukan di laboratorium RSUD dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo diperoleh informasi bahwa laboratoium tersebut memiliki berbagai potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Bahaya yang paling menonjol di laboratorium itu adalah bahaya biologis yang berasal dari spesimen-spesimen pasien yang akan diperiksa. Spesimen-spesimen tersebut antara lain darah, sputum dan urin. Dari  berbagai spesimen tersebut para petugas laboratorium bisa tertular berbagai penyakit  terutama yang ditularkan melalui  darah  dan  cairan  tubuh, seperti HIV, hepatitis  B, tuberculosis dan penyakit menular lainnya (Rahman, 2013).

Pengantar kecelakaan kerja ini sangat penting sebagai contoh pengujian hipotesis dengan taraf signifikan (α) sebesar 5% menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 terhadap kesadaran  berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik Instalasi Tenaga Listrik di lab. CNC. Pengaruh pengetahuan terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,149 (14,9%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (5,134 > 1,65508); (2) terdapat pengaruh yang positif sikap terhadap kesadaran berperilaku K3. Pengaruh  sikap  terhadap  kesadaran  berperilaku  K3 sebesar  0,293 (29,3%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (78,76 > 1,65508); dan (3) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 dan  sikap  secara  bersama-sama terhadap kesadaran berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik Instalasi  Tenaga  Listrik di  lab.  CNC  dan  PLC  SMK  Negeri  3  Yogyakarta. Pengaruh  pengetahuan dan sikap secara  bersama-sama  terhadap  kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,352 (35,2%) dilihat dari F hitung > F tabel (40,147 > 3,06) (Ramadan, 2014).

Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :

  1. Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api, atau alat-alat logam.
  2. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara, gelombang elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur, bakteri, serbuksari atau racun gigitan serangga.
  3. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang tidak tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) (Hidayati, 2011).

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

  1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.
  2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :

  • Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :
  • Ringan: memar
  • Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dan lain-lain.
  • Pencegahannya :

Pakai sepatu anti slip, jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar, hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan pemeliharaan lantai dan tangga.

  • Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibatnya :
  • Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
    bahkan kematian.
  • Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
  • Pencegahannya :

Konstruksi bangunan yang tahan api, sistem penyimpanan yang baik dan terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar, pengawasan terhadap  terjadinya kemungkinan timbulnya kebakaran didalam laboratoruim (Anonim, 2010).

  • Sistem tanda kebakaran :
  • Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera.
  • Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara

Pengantar kecelakaan kerja ini dilakukan supaya dapat mengurangi dan menghindari terjadinya kecelakan  dilabolatorium supaya dapat dikurangi sampai tingkat paling minimal jika setiap orang yang menggunakan labolatorium mengetahui tanggung jawabnya. Menurut (Hidayati, 2011) berikut adalah orang yang seharusnya bertanggug jawab terhadap keamanan labolatorium :

  1. Lembaga atau staf labolatorium bertanggung jawab atas fasilitas labolatorium yaitu kelengkapannya, pemeliharaan, dan keamanan labolatorium.
  2. Dosen atau guru bertanggung jawab didalam memberikan semua petunjuk yang diperlukan kepada mahasiswa atau siswa termasuk didalamnya aspek keamanan.
  3. Mahasiswa atau siswa yang bertanggung jawab untuk mempelajari aspek kesehatan dan keselamatan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, baik yang digunakan maupun yang dihasilakan dari suatu reaksi, dan keselamatan dari teknik dan prosedur yang akan dilakukannya. Dengan demikian mahasiswa atau siswa dapat menyusun peralatan dan mengikuti prosedur yang seharusnya, sehingga bahaya kecelakaan dapat dihindari atau dikurangi.

Selain hal diatas dalam pengantar kecelakaan kerja kita harus mengetahui pokok-pokok tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang berguna untuk membantu dalam proses penanganan apabila terjadi kecelakaan dilaboratorium. Pertolongan pertama pada kecelakaan dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat bagi korban sebelum pertolongan yang lebih lanjut diberikan ke dokter (Hudori, 2010). Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan P3K yaitu :

  1. Jangan panik tidak berarti boleh lamban.
  2. Perhatikan pernafasan korba
  3. Hentikan pendarahan.
  4. Perhatikan tanda-tanda shock.
  5. Jangan memindahkan korban terburu-buru.

2.3  Contoh Kasus Kecelakaan Dilaboratorium

Adapun contoh kasus kecelakaan dilaboratorium pada hasil temuan dalam beberapa keadaan yang menimbulkan potensi kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP. Selain aspek (keadaan dan tindakan) yang berpotensi celaka, dilakukan juga penilaian resiko untuk mengetahui tingkat risiko di Laboratorium. Penilaian risiko dilakukan dengan tujuan agar memperoleh nilai tingkat risiko dari masing-masing potensi bahaya diatas. Berdasarkan hasil perkalian anatar paparan, peluang dan konsekunsi maka diketahui tingkat risiko dari masing-masing potensi bahaya dilaboratorium (Amanah, 2010).

Menurut (Hati,2015) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi  keselamatan dan kesehatan kerja yang sangat penting diperhatikan bagi Mahasiswa. Dari hasil 50 responden, sebanyak 66,67% menyatakan sangat setuju nterhadap pentingnya faktor lingkungan untuk keselamatan dan kesehatan  kerja  di  laboratorium  sudah  baik. Sedangkan 29,33% responden menyatakan setuju. Sisanya 0,89% tidak setuju dan 0,44% menyatakan  sangat  tidak  setuju  terhadap  faktor  lingkungan  untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilaboratorium.

Berdasarkan hasil identifikasi di Laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP yang sebelumnya telak dibagi area kerja berdasarkan kelompok aktivitasnya maka diketahui jenis bahaya pada Tabel 2.1:

                            Tabel 2.1 Hasil Identifikasi Bahaya

No. Aktivitas Potensi Bahaya
1 Pengambilan reagen dari lemari asam Keracunan
Sesak nafas
Iritasi mata
Iritasi kulit
Luka bakar
2 Pengisian buret Luka
Iritasi mata
Tertelan bahan kimia
3 Pemipetan luka gores
4 Pengguna gelas yang sudah gumpil luka gores
5 Penggunaan tabung reaksi Iritasi kulit
6 Pengguna oven terpapar panas
7 Penggunaan BOD reaktor Tersengat aliran listrik
8 Pengisian tower air Terpelest
Keseleo
Patah Tulang
9 Pensolderan Iritasi mata
Terpapar panas
Batuk
10 Analisa logam dan uji sampel air Kebakaran
Ledakan
Keracunan
11 Pengambilan reagen dari lemari penyimpana bahan kimia Pusing
Mual

Berdasarkan studi kasus (Amanah, 2010) hasil identifikasi bahaya yang dilakukan pada tiga bagian ruangan di laboratorium Undip (ruang praktikum, ruang komputer laboran dan ruang tempat penyimpanan alat dan bahan) diketahui terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain :

  1. Tidak tersedianya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Tidak tersedianya MSDS.
  3. Tidak tersedianya APD.
  4. Tidak tersedianya kelengkapan P3K dan eyewash.
  5. Tidak tersedianya alat pemadam api.

Berdasarkan penelitian (Andarini, 2014) diketahui bahwa fasilitas K3 dilaboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang masih kurang diperhatikan. Sebagai contoh pada saat menggerinda terdapat siswa yang kurang memperhatikan keselamatan tangan sendiri dengan menggerinda benda kerja secara overheating yang mengakibatkan tangan melapuh dan membengkak, selain itu terdapat bahaya lain karena kerja menggunakan mesin. Hal ini merupakan pekerjaan yang berbahaya akibat kurangnya pengetahuan dalam mengoperasikan peralatan sehingga tindakan control bahaya sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Selain itu hasil penelitian ini dengan menganalisa risiko menunjukkan bahwa risiko terbanyak terdapat pada katagori acceptable risk yaitu kebakaran, tersengat arus listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin gerinda, peralatan mengalami panas berlebih, rambut tersangkut pada mesin dan tertarik, sharp edges/ point, percikan tatal/ beram benda kerja, tangan terkilir, masalah ergonomik dan terpeleset.

2.4  Pengendalian Kecelakaan Kerja Di Laboratorium

Hal-hal yang penting  dalam mengantisipasi pengendalian kecelakan kerja dilboratorium adalah untuk mengetahui aturan-aturan yang aman, bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi dan hal-hal yang perlu dilakukan jika terjadi suatu kecelakaan. Menurut (Fathimahhayati, 2015) kecelakaan didalam laboaratorium dapat dianalisis potensi bahayanya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) sebagai upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di dalam laboratorium.

Berikut adalah aturan umum yang berkaitan dengan keamanan dilaboratorium:

  1. Penataan ruangan yang baik sangatlah penting untuk keamanan kerja di laboratorium. Ruangan perlu ditata dengan rapi, berikan tempat untuk jalan lewat dan tempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
  2. Setiap orang harus cukup akrab dengan lokasi dan perlengkapan darurat seperti kotak P3K, pemadam kebakaran, botol cuci mata dan lain-lain.
  3. Gunakan perlengkapan keamanan bila sedang melakukan eksperimen.
  4. Sebelum mulai bekerja kenalilah dulu kemungkinan bahaya yang akan terjadi   dan ambil tindakan untuk mengurangi bahaya tersebut.
  5. Berikan tanda peringatan pada setiap perlengkapan, reaksi atau keadaan tertentu.
  6. Eksperimen yang tanpa izin harus dilarang dan bekerja sendirian di laboratorium  juga perlu dicegah.
  7. Gunakan tempat sampah yang sesuai untuk sisa pelarut, pecahan gelas, kertas dan lain-lain.
  8. Semua percikan dan kebocoran harus segera dibersihkan.

(Fathimahhayati, 2015)

Melaui kerja dengan berbagai bahan kimia korosif dan bahan dengan zat warna, maka pengetahuan mengenai metode perlindungan pribadi dalam hal ini sangatlah penting (Ramli, 2012). Sedangkan tujuan utama adalah untuk mencegah kecelakaan, penting untuk menggunakan perlengkapan keselamatan pribadi sebagai perlindungan untuk mencegah luka jika terjadi kecelakaan. Kajian penerapan K3 dalam proses mengajar dilaboratorium harus dilakukan dengan baik. Dimana fungsi dari keselamatan kerja yaitu antisipasi, identifikasi dan  evaluasi kondisi dari praktek berbahaya (Indriyani, 2014).

Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah:

  1. Jas laboratorium (labjas) untuk mencegah kotornya pakaian. Pakaian pelindung harus nyaman dipakai dan mudah untuk dilepaskan bila terjadi kecelakaan atau pengotoran oleh bahan kimia.
  2. Pelindung lengan, tangan, dan jari. Sarung  tangan   yang   mudah   dikenakan   dan dilepas merupakan prasyarat perlindungan tangan dan jari dari panas, bahan kimia, dan bahaya lain. Sarung tangan karet diperlukan untuk menangani bahan-bahan korosif seperti asam dan alkali. Sarung tangan kulit digunakan untuk melindungi tangan dan jari dari benda-benda tajam seperti pada saat bekerja di bengkel. Sarung tangan asbes diperlukan untuk menangani bahan-bahan   Sarung   tangan   karet   perlu   disimpan   dengan   baik   dan perlu ditaburi talk agar tidak lengket saat disimpan.
  3. Pelindung Kaca  mata pelindung   digunakan   untuk   mencegah   mata dari percikan bahan kimia dan di laboratorium perlu disediakan   paling sedikit sepasang. Ideal setiap siswa memilikinya. Kacamata pelindung harus nyaman dipakai dan cukup ringan. Kacamata pelindung perlu dipakai bila bekerja dengan asam, bromin, amonia atau bila bekerja dibengkel seperti   memotong logam natrium, menumbuk, menggergaji, menggerinda dan pekerjaan sejenis yang memungkinkan terjadinya percikan ke mata.
  4. Respirator dan lemari uap. Respirator sebaagai pelindung terhadapap gas, uap dan debu yang dapat mengganggu saluran pernafasan. Bila bekerja dengan gas-gas beracun walaupun dengan jumlah sedikit, seperti khlorin, bromine dan nitrogen dioksida maka perlu dilakukan dilemari uap dan pelu ventilasi yang baik untuk melindungi dari keracunan. Kecelakaan sering terjadi karena meninggalkan kran gas dalam keadaan terbuka. Kran pengeluaran gas di dalam lemari uap harus selalu ditutup bila tidak digunakan.
  5. Sepatu pengaman. Sepatu khusus dengan bagian atas yang kuat dan solnya yang padat harus dipakai saat bekerja dilaboratorium atau bengkel. Jangan menggunakan sandal untuk menghindari luka dari pecahan kaca dan tertimpanya kaki oleh benda-benda berat.
  6. Layar pelindung. Digunakan jika kita ragu akan terjadinya ledakan dari bahan kimia dan alat-alat hampa udara.

(Wijayanti, 2014)

Hasil penelitian dari (Wijayanti, 2014) menunjukan bahwa ada pengaruh pengetahuan petugas labratorium terhadap perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (0,001 < 0,05). Ada pengaruh sikap petugas laboratorium terhadap perilaku keselamatan dan keshatan kerja (0,017 < 0,05). Ada pengaruh ketersediaan alat pelindung diri terhadap perilaku kesehatan dan keselamatan kerja (0,000 < 0,05). Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan ketersediaan alat pelindung diri secara bersama-sama terhadap perlaku kesehatan dan keselamatan kerja dengan nilai koefisien determinasi sebesar 58,4% sedangkan sebanyak 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar jenis penelitian ini.

Menurut (Subiantoro, 2011) upaya keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium melingkupi pengelolaan sebelum aktivitas kerja (pre-activity), saat kegiatan (in doing process) sampai dengan penangan resiko (risk taking action). Ruang lingkup ini menjadi tanggung jawab guru, koordinator laboratorium dan laboran secara bersama. Meski tidak sedikit atau sederhana dan berpotensi menambah beban pekerjaan, namun tanggung jawab moral bagi terciptanya situasi atau lingkungan yang  nyaman  dan  memberi jaminan keselamatan bagi praktikan adalah tujuan utama. Dalam Laboratorium juga terdapat limbah yang harus ditanggualangi, ini merupakan salah satu cara supaya dalam pengantar kecelakaan kerja dapat dikurangi.

Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di laboratorium:

  1. Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton, kloroform dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah dan dilakukan di
  2. Sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktan-reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa sisa bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan.
  3. Pembuangan langsung dari laboratorium. Metode pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.
  4. Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat diterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
  5. Pembakaran dalam Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
  6. Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.

(Salim, 2012).

BAB III

METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan pada kasus kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP dan kecelakaan kerja di laboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang ini adalah metodologi studi literatur dengan proses membandingkan referensi atau jurnal-jurnal serta membuat solusi atau cara  yang dilakukan supaya dapat mengantisipasi dari kecelakaan kerja dilaboratorium tersebut yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Adapun tahapan secara umum diagram alir proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Buku panduan kotak p3k di tempat kerja batam

                    Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Kegiatan

Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan, maka jurnal-jurnal yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko (Risk Assessment) Di Laboratorium Studi Kasus Di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Undip. Semarang (Amanah, 2010).
  2. Penilaian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Unit Laboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang. UGM. Yogyakarta. (Andarini, 2014).
  3. Standar Laboratorium Analisis Kesehatan Pendidik Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Badan PPSDM Kesehatan Pusat Pendidik Tenaga Kerja. Jakarta (Anonim, 2010).
  4. Analisis Potensi Bahaya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) Sebagai Upaya Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Laboraorium X. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Samarinda. Vol 4 No.1 Tekinfo (Fathimahhayati, 2015).
  5. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan APD Pada Petugas Laboratorium Rumah Sakit PHC Surabaya. FKM Universitas Airlangga. Surabaya. Vol 1 No.1 Hal 107-119 (Harlan, 2014).
  6. Analisis Keselamatan  Dan Kesehatan  Kerja (K3) Pada Pembelajaran Di Laboratorium. Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Batam. Riau (Hati, 2015).
  7. Tingkat Pengetahuan Keselamatan Kerja dan Keterampilan Kerja di Laboratorium Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 1 SMAN Di Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta (Hidayati, 2010).
  8. Kajian Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam Proses Belajar Mengajar Bengkel dan Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. Vol. 10 No. 1 Pilar. ISSN: 1907-6975 (Indrayani, 2014).
  9. Penerapan Jaminan Kecelakaan Kerja di Perusahaan PT. Narmada Awet Muda Di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Mataram (Kharismawan, 2014).
  10. Manajemen Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium RSUD DR. Mohammad Soleh Kota Probolinggo. FKM Universitas Jember. Jember (Rahman, 2013).
  11. Pegaruh Pengetahuan K3 dan Sikap Terhadap Kesadaran Berperilaku K3 Di Laboratorium CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta (Ramadan, 2014).
  12. Analisis Sif Kerja, Masa Kerja dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Tambang Batu Bara. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 10, No. 1: 24-28. (Sholihah, 2015).
  13. Pajanan Debu Batubara dan Gangguna Pernafasan Pada Pekerja Lapangan Tambang Batubara. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 4, No. 2: 1-8. (Sholihah, 2008).
  14. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar. Fakultas MIPA. Universitas Tadulako. Makassar. Vol. 5 No. 1 Biocelebes Hal 31-42. ISSN: 1978-6417 (Salikkuna, 2011).
  15. Program Kerja Laboratorium IPA SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu. Majelis Pendidik Dasar dan Menengah SMA Muhammadiyah 4. Bengkulu (Salim, 2012).
  16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium Sains. Fakultas Mipa UNY. Yogyakarta (Subiantoro, 2011).
  17. Hubungan Antara Faktor Pembentukan Budaya Keselamatan Kerja dengan Safety Behavior di PT DOK dan Perkapalan Surabaya Unit Hull Construction. Univiversitas Surabaya (Suyono, 2013).
  18. Penerapan SMK3 dan Upaya Pencegahan Kecelakaan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. UNS. Surakarta (Syartini, 2010).
  19. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di RSIA Kasih Ibu Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Sam Ratulangi. Mana Vol 5 No. 1. ISSN 2302-2493 (Toding, 2016).
  20. Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta (Widyasari, 2010).
  21. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersedian Alat Pelindung Diri Terhadap Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Laboratorium. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta (Wijayanti, 2014).
  22. Cara Kerja Dilaboratorium. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Arrahmaniyah. Depok (Winarni, 2014).
  23. Hubungan Perilaku dan Penerapan Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik RSD dr. Soebandi Jember. FKM Universitas Jember. Jember (Wulandari, 2011).
  24. Komitmen Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945. Surab Vol. 11 No. 2 Hal 264- 275 (Zulyanti, 2013).

Melalui beberapa kumpulan jurnal diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam makalah pengantar kecelakaan kerja ini sehingga diperoleh cara dalam mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut. Adapun untuk menganalisis potensi bahaya setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis) (Fathimahhayati, 2015). Hasil JSA dapat  digunakan  sebagai  bahan  rekomendasi  dalam rangka pengendalian  potensi  bahaya  yang  ada  sehingga  kesehatan  dan  keselamatan kerja pada kegiatan di Laboratorium khususnya kegiatan dapat tercapai dengan baik. JSA merupakan salah satu komponen dari komitmen pada sistem manajemen kesehatan da keselamatan kerja, serta salah satu cara terbaik untuk menentukan dan membuat prosedur kerja yang tepat.

Adapun langkah-langkah  dalam melakukan JSA adalah berikut :

  1. Mendeskripsikan langkah langkah kerja operator.
  2. Mengidentifikasikan potensi  bahaya  yang  ada didalam  langkah-langkah kerja operator tersebut.
  3. Melakukan pengendalian  potensi  bahaya  dengan  memberikan  solusi-solusi pengerjaan pada pekerjaan operator JSA merupakan  suatu  proses  sederhana  yang  saling  berhubungan  dengan melibatkan empat langkah dasar dibawah ini dalam berbagai penerapan :
  4. Mengklasifikasikan kecelakaan  kerja  berdasarkan  tempat  terjadinya  kecelakaan kerja (Job selection).
  5. Memisahkan kecelakaan ke dalam tahap-tahap pekerjaan (Job breakdown).
  6. Mengidentifikasi bahaya (Hazard identification).

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang dikumpulakan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Jurnal ke-1 membahas tentang identifikasi bahaya dan penilaian risiko (risk assessment) di laboratorium.
  2. Jurnal ke-2 membahas tentang penilaian risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada unit Laboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN2 kota Palembang.
  3. Jurnal ke-3 membahas tentang standar Laboratorium Analisis Kesehatan Pendidik Tenaga Kesehatan.
  4. Jurnal ke-4 membahas tentang analisis potensi bahaya dengan metode Job Safety Analysis (JSA) sebagai upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Laboraorium X.
  5. Jurnal ke-5 membahas tentang faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada petugas Laboratorium Rumah Sakit PHC Surabaya.
  6. Jurnal ke-6 membahas tentang analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada pembelajaran di laboratorium.
  7. Jurnal ke-7 membahas tentang tingkat pengetahuan keselamatan kerja dan keterampilan kerja di Laboratorium Kimia.
  8. Jurnal ke-8 membahas tentang kajian penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam proses belajar mengajar bengkel dan Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya.
  9. Jurnal ke-9 membahas tentang penerapan jaminan kecelakaan kerja di Perusahaan PT. Narmada Awet Muda di tinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek.
  10. Jurnal ke-10 membahas tentang manajemen resiko K3 Di Laboratorium RSUD DR. Mohammad Soleh Kota Probolinggo.
  11. Jurnal ke-11 membahas tentang pegaruh pengetahuan K3 dan sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 Di Laboratorium CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta.
  12. Jurnal ke-12 membahas tentang analisis sif kerja, masa kerja dan budaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan fungsi paru pekerja tambang batu bara.
  13. Jurnal ke-13 membahas tentang penerapan sistem manajemen K3 di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar.
  14. Jurnal ke-14 membahas tentang program kerja Laboratorium IPA SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu.
  15. Jurnal ke-15 membahas tentang K3 di Laboratorium Sains.
  16. Jurnal ke-16 membahas tentang hubungan antara faktor pembentukan budaya keselamatan kerja dengan safety behavior.
  17. Jurnal ke-17 membahas tentang Penerapan SMK3 dan upaya pencegahan kecelakaan.
  18. Jurnal ke-18 membahas tentang analisis penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di RSIA Kasih Ibu Manado.
  19. Jurnal ke-19 membahas tentang hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta.
  20. Jurnal ke-20 membahas tentang pengaruh pengetahuan, sikap dan ketersedian alat pelindung diri terhadap perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja petugas laboratorium.
  21. Jurnal ke-21 membahas tentang cara kerja dilaboratorium Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Arrahmaniyah.
  22. Jurnal ke-22 membahas tentang hubungan perilaku dan penerapan manajemen K3 dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSD dr. Soebandi Jember.
  23. Jurnal ke-23 membahas tentang komitmen kebijakan K3 sebagai upaya perlindungan terhadap tenaga kerja.

Adapun dari kumpulan jurnal diatas maka yang paling dominan adalah manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam kecelakaan kerja dan metode yang dilakukan untuk mengantisipasi bahaya kecelakaan kerja dilaboratorium. Dimana nantinya dengan dibahasnya dari kumpulan jurnal tersebut diperoleh suatu cara dan upaya untuk mengurangi dan dapat mengantisipasi kecelakaan kerja dilaboratorium. Sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja yang terjadi dilaboratorium.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko adalah dengan cara mengidentifikasi potensi bahaya yang ada dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). JSA adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi. Hal ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas, alat dan lingkungan kerja. Metode JSA dapat dilakukan pada pekerja baru atau lama dengan risiko menengah  sampai tinggi, sehingga dapat dicapai kesehatan dan keselamatan kerja (Fathimahhayati, 2015).

Pada identifikasi potensi bahaya, teridentifikasi 41 hazard yaitu kebakaran, tersengat arus listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin gerinda dan lain-lain. Hasil penilaian (Andarini, 2014) risiko K3 menunjukkan bahwa risiko terbanyak pada kategori acceptable risk dan risiko tertinggi pada kategori significant. Cara mengantisipasi permasalahan pada kasus kecelakaan di laboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang pada tindakan pengendalian bahaya risiko tertinggi dalam kategori significant risk diantaranya dengan metode JSA dengan melakukan kegiatan pengawasan rutin, mengingatkan siswa sebelum memasuki laboratorium dan sebelum kerja praktik harus dengan safety talk rutin dan menyediakan alat pelindung diri yang memadai bagi para siswa maupun mahasiswa yang ingin memasuki laboratorium. Dimana dengan metode JSA ini kita dapat  mengklasifikasikan kecelakaan kerja berdasarkan tempat terjadinya kecelakaan kerja yaitu dilaboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang serta kita mengidentifikasi bahaya yang akan terjadi.

Berdasarkan penelitian (Amanah, 2010) kecelakaan kerja yang terjadi di kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP disebabkan karena tidak tersedianya prosedur K3, tidak tersedianya Material Safety Data Sheet (MSDS), tidak tersedianya Alat Pelindung Diri (APD), tidak tersedianya kelengkapan  P3K yang memadai dan eyewash serta tidak tersedianya alat pemadam kebakaran.

Selanjutnya untuk pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP dengan metode JSA dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Membuat Prosedur K3

Berdasarkan hasil penelitian (Amanah, 2010) diketahu bahwa 65% responden memiliki tingkat pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik. Hal ini disebabkan antara lain karena pada semester 6 mereka sudah dibekali dengan materi keselamatan dan kesehatan kerja. Tingkat pengetahuan responden tentang keselamatan dan kesehatan kerja secara umum sudah baik, namun jika dikaji lagi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya di laboratorium tingkat pengetahuan mereka masih kurang, hal ini disebabkan karena materi perkuliahan yang diberikan hanya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum tetapi tidak menjurus ke dalam keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.

Menurut (Ramadan, 2014) prosedur K3 merupakan cara untuk melakukan pekerjaan mulai awal hingga akhir yang didahului dengan penilaian risiko terhadap pekerjaan tersebut yang mencakup keselamatan dan kesehatan terhadap pekerja dilaboratorium. Melihat besarnya manfaat dari adanya prosedur K3 ada baiknya pihak laboratorium membuat prosedur K3, karena selama ini pada kenyataannya laboratorium teknik UNDIP belum mempunyai prosedur K3. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini pengguna laboratorium hanya mendapatkan prosedur kerja bukan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja hal ini dibuktikan  sebesar 76% responden menyatakan mendapatkan prosedur cara kerja dan 24% responden menyatakan mendapat prosedur cara penggunaan alat dan 0% yang menayatakan pernah mendapat prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.

  1. Menyediakan Material Safety Data Sheet (MSDS)

Sebelum lembar data keselamatan bahan diterapkan, ada baiknya bagi pengguna laboratorium mengerti arti dan fungsi dari Material Safety Data Sheet (MSDS). Lembar data keselamatan bahan atau MSDS merupakan informasi acuan tentang keselamatan bahan yang lebih detail. Berdasarkan hasil kuisioner, 53% responden menyatakan telah mengerti arti dan fungsi dari MSDS dan 47% menyatakan tidak mengerti arti dan fungsi MSDS. Ketidaktahuan responden terhadap arti dan fungsi dari MSDS dapat disebabkan karena sebelumnya belum ada pengenalan atau sosialisasi dari pihak laboratorium ataupun kampus dalam memperkenalkan MSDS kepada mahasiswanya baik saat praktikum di laboratorium ataupun saat perkuliahan. MSDS amat penting bagi pengguna laboratorium, dari MSDS ini dapat diketahui sifat bahaya bahan dan cara penanganan termasuk cara penyimpanan bahan kimia (Amanah, 2010).

  1. Harus Tersedianya Alat Pelindung Diri (APD)

Pada dasarnya setiap pengguna laboratorium sudah sadar benar arti pentingnya APD sebagai pelindung diri saat bekerja dilaboratorium. hal ini dibuktikan dengan hasil kuisioner, 85% responden menyetakan mengerti arti dan fungsi dari alat pelindung, 4% tidak tahu dan 11% menyatakan ragu-ragu. Selain itu pengguna laboratorium juga merasakan secara langsung manfaat yang besar dari penggunaaan APD yang bertujuan untuk melindungi diri mereka dari potensi bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. hal ini dibuktikan 96% pengguna (mahasiswa) menyatkan APD sangat bermanfaat dan 4% menyatakan APD tidak berpengaruh terhadap aktivitas mereka (Amanah, 2010).

APD berfungsi sebagai alat pelindung diri bagi pengguna laboratorium, APD sudah didesain sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan kesehatan kerja bagi penggunanya. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan observasi lapang dengan  menggunakan kuisioner sebagai alat bantu pengumpulan data. Dari data yang diperoleh 100% pengguna (mahasiswa) laboratorium menyatakan belum pernah mengalami kecelakaan akibat penggunaan APD.

  1. Harus Tersedianya Kelengkapan P3K yang Memadai dan Eyewash.

Pertolongan pertama saat terjadinya kecelakaan sangat diperlukan untuk membantu mempermudah proses penangan korban atau pengobatan selanjutnya. Untuk itu laboratorium perlu menyediakan kotak P3K yang memadai dan eyewas. Mengingat bila terjadi kecelakaan di laboratorium selalu diandalkan ketersedian akan obat-obatan dan peralatan pertolongan pertama yang dibutuhkan saat terjanya suatu kecelakaan.

Penanganan kecelakaan yang telah disediakan oleh pihak laboratorium UNDIP baru sebatas pengobatan dengan kotak P3K saja hal ini dibuktikan dari pernyataan responden sebesar 100% menyatakan bentuk pertolongan pertama yang diberikan adalah  bentuk P3K saja. Namun jika dilihat dari potensi bahaya yang dapat timbul seperti percikkan bahan kimia, tidak ada salahnya jika laboratorium menyediakan eyewash sebagai alat bantu pertolongan pertama  bagi pengguna laboratorium yang matanya terkena percikkan bahan kimia, karena beberapa peraturan mewajibkan pada cara penangan bahan kimia, apabila bahan kimia tersebut terkena mata ataupun tertumpah di badan harus segera dibersihkan dengan air. Eyewash adalah alat pertolongan pertama yang baik digunakan untuk menangani masalah tersebut sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut oleh bagian medis (Amanah, 2010).

  1. Harus Tersedianya Alat Pemadam Kebakaran.

Kebakaran harus segera dipadamkan bila kemungkinan dari aspek keselamatan, tetapi jika api telah membahayakan maka gunakan alat pemadam api ringan (APAR). Pemadam api berupa gas CO2 atau bubuk kimia kering dapat digunakan untuk tipe kebakaran A, B, C dan D. Pemadaman api dilakukan dengan menyemprotkan APAR pada dasar api dan mengetahui arah angin agar tidak terkena gas CO2 atau debu kimia. Meskipun pada kenyataannya APAR sangatlah dibutuhkan dalam laboratorium untuk pencegahan terjadinya kebakaran, laboratorium teknik lingkungan UNDIP belum menyediakan APAR sebagai sarana pemadam kebakaran. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil kuisiner 100%  responden menyatakan tidak pernah melihat keberadaan alat pemadam kebakaran di laboratorium (Amanah, 2010).

BAB V

PENUTUP

5.1  Kesimpulan

Dari hasil makalah yang telah di buat ini, dapat  simpulkan bahwa:

  1. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan penggunaan alat alat laboratorium, bahan dan proses praktikum. Tujuanya adalah agar kita dapat terhindar dari kecelakaan dan tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja dan lingkungan disekitarnya, serta melindungi diri dengan APD.
  2. Sumber terjadinya kecelakaan dilaboratorium diantanya kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia, kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan perlindungan kegiatan laboratorium dan lain-lain.
  3. Contoh kasus yang terjadi akibat kecelakaan kerja dilaboratoium yaitu di Laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP karena tidak tersedianya prosedur K3, tidak tersedianya MSDS, APD, kelangkapan P3K dan alat pemadam api. Sedangkan pada kasus dilaboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang kecelakan kerja disebabkan katagori acceptable risk yaitu kebakaran, tersengat arus listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin gerinda dan lain-lain.
  4. Pengendalian kecelakaan kerja dilaboratorium diantaranya sebelum mulai bekerja kenalilah dulu kemungkinan bahaya yang akan terjadi dan ambil tindakan untuk mengurangi bahaya tersebut, menggunakan perlengkapan keamanan, setiap orang harus mengetahui letak kotak P3K dan lain-lain.

5.2  Saran

Disarankan kepada praktikan, dosen dan peneliti agar dapat mematuhi prosedur keselamatan kerja di laboratorium dan harus mempelajari pengantar kecelakaan kerja supaya dapat meminimalisir dan dapat menangani apabila terjadi kecelakaan di laboratorium.

RINGKASAN

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Dengan pengantar keselamatan kerja dilaboratorium maka dapat meminimalisir dan dapat dihindari kecelakaan yang akan terjadi didalam laboratorium. Sehingga dengan K3 ini maka suasana laboratorium dapat menjadi lebih aman. Apabila terjadi kecelakaan kerja didalam laboratorium maka kita sudah bisa menangani dan mengantipasi kecelakaan tersebut. Karena kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya stres, kecapekan, kelelahan dan lain-lain yang tanpa sengaja dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Sedangkan bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Amanah Ila, dkk. 2010. Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko (Risk Assessment) Di Laboratorium Studi Kasus Di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Undip. Semarang.

Andarini Desheila. 2014. Penilaian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Unit Laboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang. UGM. Yogyakarta.

Anonim. 2010. Standar Laboratorium Analisis Kesehatan Pendidik Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Badan PPSDM Kesehatan Pusat Pendidik Tenaga Kerja. Jakarta.

Fathimahhayati Lina, dkk. 2015. Analisis Potensi Bahaya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) Sebagai Upaya Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Laboraorium X. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Samarinda. Vol 4 No.1 Tekinfo.

Harlan Arta, dkk. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan APD Pada Petugas Laboratorium Rumah Sakit PHC Surabaya. FKM  Universitas Airlangga. Surabaya. Vol 1 No.1 Hal 107-119.

Hati Shinta, W. 2015. Analisis  Keselamatan  Dan Kesehatan  Kerja (K3) Pada Pembelajaran Di Laboratorium. Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Batam. Riau.

Hidayati Wahyu. 2010. Tingkat Pengetahuan Keselamatan Kerja dan Keterampilan Kerja di Laboratorium Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 1 SMAN Di Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Indrayani, dkk. 2014. Kajian Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam Proses Belajar Mengajar Bengkel dan Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. Vol. 10 No. 1 Pilar. ISSN: 1907-6975.

Kharismawan I Gusti, 2014. Penerapan Jaminan Kecelakaan Kerja di Perusahaan PT.  Narmada Awet Muda Di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Mataram.

Rahman Jayus. 2013. Manajemen Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium RSUD DR. Mohammad Soleh Kota Probolinggo. FKM Universitas Jember. Jember.

Ramadan Prilia. 2014. Pegaruh Pengetahuan K3 dan Sikap Terhadap Kesadaran Berperilaku K3 Di Laboratorium CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta.

Sholihah Qomariyatus, dkk. 2015. Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Tambang Batu Bara. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 10, No. 1: 24-28.

Salikkuna Nur, dkk. 2011. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan  Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar. Fakultas MIPA. Universitas Tadulako. Makassar. Vol. 5 No. 1 Biocelebes Hal 31-42. ISSN: 1978-6417.

Salim Abdul. 2012. Program Kerja Laboratorium IPA SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu. Majelis Pendidik Dasar dan Menengah SMA Muhammadiyah 4. Bengkulu.

Subiantoro Agung. 2011. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium Sains.  Fakultas Mipa UNY. Yogyakarta.

Suyono Karina., dkk. 2013. Hubungan Antara Faktor Pembentukan Budaya Keselamatan Kerja dengan Safety Behavior di PT DOK dan Perkapalan Surabaya Unit Hull Construction. Univ Airlangga. Surabaya.

Syartini, Titi. 2010. Penerapan SMK3 dan Upaya Pencegahan Kecelakaan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. UNS. Surakarta.

Toding Ryane, dkk. 2016. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di RSIA Kasih Ibu Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Sam Ratulangi. Manado. Vol 5 No. 1. ISSN 2302-2493.

Widyasari Jhohana. 2010. Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Wijayanti Nur. 2014. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersedian Alat Pelindung Diri Terhadap Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Laboratorium. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Winarni Airo, dkk. 2014. Cara Kerja Dilaboratorium. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Arrahmaniyah. Depok.

Wulandari Nindi. 2011. Hubungan Perilaku dan Penerapan Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik RSD dr. Soebandi Jember. FKM Universitas Jember. Jember.

Zulyanti Noer. 2013. Komitmen Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya. Vol. 11 No. 2 Hal 264- 275.