standar isi kotak P3K – Sebagian dari kita mungkin sudah dengan sadar mempersiapkan kotak P3K, namun apakah sudah yakin bahwa kotak P3K tersebut sudah memenuhi standar? Tentu saja, standar kotak P3K akan berbeda antara
yang dipersiapkan di rumah dan kotak P3K yang dipersiapkan di tempat kerja. Di rumah, kita sendiri harus mempersiapkan dan mengelola isi dan keadaan kotak P3K. Sementara di tempat kerja yang paling berkewajiban adalah perusahaan. Ada aturan-aturan dan standar tersendiri. Show
Berdasarkan Permenaker No. PER.15/MEN/VIII/2008, standar isi kotak P3K adalah sebagai berikut:
Masyarakat secara umum sangat mengenal kotak P3K, tetapi terkadang belum memahami isi kotak P3K yang ada di tempat kerja sehingga sering menambahkan obat yang ditelan seperti obat sakit kepala, obat sakit perut, obat maag dan lain-lain. Obat-obatan yang ditelah tersebut sangat tidak dianjurkan untuk dimasukkan ke dalam kotak P3K karena tergolong obat sedatif. Obat sedatif adalah obat-obat yang menciptakan ketenangan dan pengurangan rasa sakit, kecemasan, serta menyebabkan kantuk. Kotak P3K biasa juga disebut First Aid Box adalah sarana yang harus disediakan baik itu di tempat kerja, di rumah, maupun di mobil dimana bertujuan untuk pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan. Khususnya di tempat kerja kotak P3K harus tersedia misalnya di area kantor, dan di area lapangan tempat kerja. Untuk di area lapangan tempat kerja, kotak P3K harus ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau dan terlindung dari panas matahari. Biasanya di pasang diarea shelter atau tempat beristirahat. Yang perlu diperhatikan kotak P3K di tempat kerja harus selalu dirawat dan dijaga. Harus ada daftar isi dan catatan pengambilan. Jika berkurang berarti ada yang menggunakan (ada yang terluka). Petugas K3 harus selalu memastikan kondisi kotak P3K dalam keadaan baik dan juga memastikan isinya masih lengkap, dan tidak ada obat-obatan yang kadaluarsa. Petugas Fist Aider di lapangan harus tahu dimana lokasi kotak P3K di lapangan, karena mereka yang seharusnya memberikan pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan di tempat kerja. Dan kemudian dibantu oleh tim Tanggap Darurat (ERT) untuk pertolongan lebih lanjut, misalnya harus dievakuasi dengan menggunakan ambulance. Dengan memiliki kotak P3K di tempat kerja akan mempermudah akses untuk memberikan pertolongan pertama dalam keadaan darurat kepada korban sebelum mendapat pertolongan lebih lanjut. Jadi, selalu pastikan kelengkapan isi kotak P3K di tempat kerja Anda. Demikian penjelasan singkat tentang standar isi kotak P3K. PENGANTAR KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM Disusun Oleh: SURIANSYAH (NIM. H1D112011) Dosen Pengajar Mata Kuliah : QOMARIYATUS SHOLIHAH, Amd.Hyp, S.T, M. Kes KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA BANJARBARU 2016 BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Mengenai penjelasan undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain jamsostek khususnya yang termuat dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang telah mengatur bahwa pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjak kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Peyelengara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan tersebut mendapatkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa kondisi tenaga kerja tersebut sembuh, cacat atau meninggal dunia seperti penelitian (Kharismawan, 2014) yang mengharuskannya ada jamsostek bagi pekerja. Setiap tempat kerja harus pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dilaboratorium analis kesehatan melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya (Anonim, 2010). Setelah mengetahui bagimana cara kerja, prinsip kerja serta pengantar kecelakaan kerja dan keamanan kerja di laboratorium maka dapat berguna bagi kita sebagai panduan sebelum melakukan praktikum di laboratorium. Cara kerja dan prinsip kerja di laboratorium ini merupakan langkah-langkah sebelum dan sesudah kita melakukan praktikum agar selama proses praktikum tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak di inginkan serta dapat menimbulkan kecelakaan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (Salim, 2012). Untuk keamanan kerja di laboratorium kita mengetahui bagaimana agar diri kita bisa terhindar dari kecelakaan di laboratorium dan jika terjadi kecelakaan maka kita sudah mengetahui bagaimana cara menanganinya. Dalam keamanan kerja hal pertama yang harus di patuhi adalah kedisiplinan terhadap tata tertib serta aturan-aturan yang ada di laboratorium agar tidak terjadinya kecelakaan (Subiantoro, 2011). 1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.3 Tujuan MasalahAdapun tujuan masalah dalam makalah ini adalah:
1.4 ManfaatAdapun manfaat dari makalah ini adalah:
BAB IITINJUAN PUSTAKA2.1 Definisi dan Tujuan Keselamatan KerjaSebagai seorang praktikan, sebelum melakukan praktikum kita terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di laboratorium, agar kita dapat melaksanakan praktikum dengan aman dan lancar. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan penggunaan alat alat laboratorium, bahan dan proses praktikum, tempat praktikun & lingkungannya serta cara-cara melakukan praktikum. Menurut (Salim, 2012) keselamatan kerja menyangkut segenap proses Praktikum di laboratorium. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada saat praktikum sedang berlangsung. Oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Rahayuningsih, 2013). Menurut (Syartini, 2010) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) akan menciptakan terwujudnya pemeliharaan laboratorium serta juga tenaga kerja yang baik. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan dengan cara penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari arti penting keselamatan kerja bagi dirinya maupun untuk laboratorium dan bagi para pekerja. Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan laboratorium. Dalam laboratorium harus ada manajemen K3 yang berguna untuk mengantisifasi terjadinya kecelakaan, dan harus di dukung dengan enabling factor/ pendukung (lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas dan alat pendukung diri) dan rein forcing factor/ faktor pendorong (dukungan sosial) dengan kecelakaan kerja yang terjadi dilaboratorium (Wulandari, 2011). Selain di laboratorium manajemen K3 juga harus diterapkan di rumah sakit (Salikkuna, 2011). Adapun contoh manajemen dalam kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah pada RSIA Kasih Ibu Manado dimana disana menerapkan analisis penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Hasil dari penelitian ini adalah adanya komitmen dan kebijakan manajemen dalam pelaksanaan SMK3, perencanaan disusun oleh pimpinan RS secara lisan dan pelaksanaan K3 sudah terprogram tetapi belum mempunyai organisasi khusus dan ahli K3 antara lain penyediaan APD dan pelatih K3 bagi pegawai RS serta pengukuran dan evaluasi belum maksimal dilaksanakan (Toding, 2016). Menurut hasil penelitian (Sholihah, 2015) menyatakan penyuluhan K3 dalam penerapannya selama satu tahun efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap budaya K3, namun belum efektif meningkatkan kesehatan pekerja. Penelitian ini berdasarkan hasil observasi di PT X, Rantau, Kalimantan Selatan, nilai ambang batas debu tidak diketahui. Manajemen perusahaan tambang batu bara hanya menyatakan secara lisan bahwa nilai ambang batas debu dalam keadaan normal. Kadar debu lebih dari 350 mg/m3 udara/hari (OR = 2,8; 95% CI = 1,8 – 9,9) merupakan salah satu faktor intrinsic yang terbukti berhubungan dengan penurunan kapasitas paru. Maka dari itu Penerapan dan penyuluhan K3 sangat penting supaya bisa mengantisipasi penyakit diparu-paru akibat terhisap debu. 2.2 Sumber Terjadinya Kecelakaan Di LaboratoriumKecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang mempekerjakan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kecelakaan kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan meminimalkan bahkan mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja yang dilakukan sesuai hasil analisa identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari hasil identifikasi lebih maksimal maka perlu dilakukan juga suatu penilaian risiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk, dan memutuskan kendali yang cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di tempat kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk menghilangkan, mengurangi atau meminimalkan resiko (Amanah, 2010). Selain itu terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara 80-85% (Soyuno, 2013). Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja di labolatorium:
(Suyono, 2013). Risiko bahaya, sekecil apapun kadarnya, dapat muncul di saat kapan pun, di manapun, dan dapat menimpa siapapun yang sedang melakukan pekerjaan. Bahaya kerja di laboratorium dapat berupa bahaya fisik, seperti infeksi, terluka, cidera atau bahkan cacat, serta bahaya kesehatan mental seperti stres, syok, ketakutan, yang bila intensitasnya meningkat dapat menjadi hilangnya kesadaran (pingsan) bahkan kematian (Winarni, 2014). Berasarkan kasus di rumah sakit Islam Yarsis Surakarta penyebab kecelakaan kerja didasakan pada stress kerja dan kelelahan kerja. Dimana berdasarkan hasil penelitian pada perawat diketahui bahwa pengukuran kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata-rata lebih besar dari pada kelelahan sebelum kerja. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja harus menyelesaikan beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan analisis univariat pada variabel kelelahan kerja dapat diketahui bahwa untuk pengukuran sebelum kerja dari 30 responden yang mengalami kelehan dalam keadaan normal, sebanyak 13 orang (43,33%). Dan 17 orang (56,67%) berada dalam kategori kelelahan ringan, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan sedang dan berat. Sedangkan untuk pengukuran setelah bekerja dapat diketahui bahwa dari 30 responden tidak ada yang mengalami kelehan dalam keadaan normal (0%), sebanyak 22 orang (73,33%) berada dalam kategori kelelahan ringan, 8 orang (26,67%) berada dalam kategori kelelahan sedang dan tidak ada respon dan (0%) berada dalam kategori kelelahan berat (Widyasari, 2010). Selain itu hasil survei pendahulaun yang dilakukan di laboratorium RSUD dr. Mohamad Saleh Kota Probolinggo diperoleh informasi bahwa laboratoium tersebut memiliki berbagai potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Bahaya yang paling menonjol di laboratorium itu adalah bahaya biologis yang berasal dari spesimen-spesimen pasien yang akan diperiksa. Spesimen-spesimen tersebut antara lain darah, sputum dan urin. Dari berbagai spesimen tersebut para petugas laboratorium bisa tertular berbagai penyakit terutama yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, seperti HIV, hepatitis B, tuberculosis dan penyakit menular lainnya (Rahman, 2013). Pengantar kecelakaan kerja ini sangat penting sebagai contoh pengujian hipotesis dengan taraf signifikan (α) sebesar 5% menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 terhadap kesadaran berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik Instalasi Tenaga Listrik di lab. CNC. Pengaruh pengetahuan terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,149 (14,9%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (5,134 > 1,65508); (2) terdapat pengaruh yang positif sikap terhadap kesadaran berperilaku K3. Pengaruh sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,293 (29,3%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (78,76 > 1,65508); dan (3) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 dan sikap secara bersama-sama terhadap kesadaran berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik Instalasi Tenaga Listrik di lab. CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Pengaruh pengetahuan dan sikap secara bersama-sama terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,352 (35,2%) dilihat dari F hitung > F tabel (40,147 > 3,06) (Ramadan, 2014). Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
Pakai sepatu anti slip, jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar, hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan pemeliharaan lantai dan tangga.
Konstruksi bangunan yang tahan api, sistem penyimpanan yang baik dan terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar, pengawasan terhadap terjadinya kemungkinan timbulnya kebakaran didalam laboratoruim (Anonim, 2010).
Pengantar kecelakaan kerja ini dilakukan supaya dapat mengurangi dan menghindari terjadinya kecelakan dilabolatorium supaya dapat dikurangi sampai tingkat paling minimal jika setiap orang yang menggunakan labolatorium mengetahui tanggung jawabnya. Menurut (Hidayati, 2011) berikut adalah orang yang seharusnya bertanggug jawab terhadap keamanan labolatorium :
Selain hal diatas dalam pengantar kecelakaan kerja kita harus mengetahui pokok-pokok tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang berguna untuk membantu dalam proses penanganan apabila terjadi kecelakaan dilaboratorium. Pertolongan pertama pada kecelakaan dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat bagi korban sebelum pertolongan yang lebih lanjut diberikan ke dokter (Hudori, 2010). Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan P3K yaitu :
2.3 Contoh Kasus Kecelakaan DilaboratoriumAdapun contoh kasus kecelakaan dilaboratorium pada hasil temuan dalam beberapa keadaan yang menimbulkan potensi kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP. Selain aspek (keadaan dan tindakan) yang berpotensi celaka, dilakukan juga penilaian resiko untuk mengetahui tingkat risiko di Laboratorium. Penilaian risiko dilakukan dengan tujuan agar memperoleh nilai tingkat risiko dari masing-masing potensi bahaya diatas. Berdasarkan hasil perkalian anatar paparan, peluang dan konsekunsi maka diketahui tingkat risiko dari masing-masing potensi bahaya dilaboratorium (Amanah, 2010). Menurut (Hati,2015) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja yang sangat penting diperhatikan bagi Mahasiswa. Dari hasil 50 responden, sebanyak 66,67% menyatakan sangat setuju nterhadap pentingnya faktor lingkungan untuk keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium sudah baik. Sedangkan 29,33% responden menyatakan setuju. Sisanya 0,89% tidak setuju dan 0,44% menyatakan sangat tidak setuju terhadap faktor lingkungan untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilaboratorium. Berdasarkan hasil identifikasi di Laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP yang sebelumnya telak dibagi area kerja berdasarkan kelompok aktivitasnya maka diketahui jenis bahaya pada Tabel 2.1: Tabel 2.1 Hasil Identifikasi Bahaya
Berdasarkan studi kasus (Amanah, 2010) hasil identifikasi bahaya yang dilakukan pada tiga bagian ruangan di laboratorium Undip (ruang praktikum, ruang komputer laboran dan ruang tempat penyimpanan alat dan bahan) diketahui terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain :
Berdasarkan penelitian (Andarini, 2014) diketahui bahwa fasilitas K3 dilaboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang masih kurang diperhatikan. Sebagai contoh pada saat menggerinda terdapat siswa yang kurang memperhatikan keselamatan tangan sendiri dengan menggerinda benda kerja secara overheating yang mengakibatkan tangan melapuh dan membengkak, selain itu terdapat bahaya lain karena kerja menggunakan mesin. Hal ini merupakan pekerjaan yang berbahaya akibat kurangnya pengetahuan dalam mengoperasikan peralatan sehingga tindakan control bahaya sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Selain itu hasil penelitian ini dengan menganalisa risiko menunjukkan bahwa risiko terbanyak terdapat pada katagori acceptable risk yaitu kebakaran, tersengat arus listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin gerinda, peralatan mengalami panas berlebih, rambut tersangkut pada mesin dan tertarik, sharp edges/ point, percikan tatal/ beram benda kerja, tangan terkilir, masalah ergonomik dan terpeleset. 2.4 Pengendalian Kecelakaan Kerja Di LaboratoriumHal-hal yang penting dalam mengantisipasi pengendalian kecelakan kerja dilboratorium adalah untuk mengetahui aturan-aturan yang aman, bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi dan hal-hal yang perlu dilakukan jika terjadi suatu kecelakaan. Menurut (Fathimahhayati, 2015) kecelakaan didalam laboaratorium dapat dianalisis potensi bahayanya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) sebagai upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di dalam laboratorium. Berikut adalah aturan umum yang berkaitan dengan keamanan dilaboratorium:
(Fathimahhayati, 2015) Melaui kerja dengan berbagai bahan kimia korosif dan bahan dengan zat warna, maka pengetahuan mengenai metode perlindungan pribadi dalam hal ini sangatlah penting (Ramli, 2012). Sedangkan tujuan utama adalah untuk mencegah kecelakaan, penting untuk menggunakan perlengkapan keselamatan pribadi sebagai perlindungan untuk mencegah luka jika terjadi kecelakaan. Kajian penerapan K3 dalam proses mengajar dilaboratorium harus dilakukan dengan baik. Dimana fungsi dari keselamatan kerja yaitu antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dari praktek berbahaya (Indriyani, 2014). Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah:
(Wijayanti, 2014) Hasil penelitian dari (Wijayanti, 2014) menunjukan bahwa ada pengaruh pengetahuan petugas labratorium terhadap perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (0,001 < 0,05). Ada pengaruh sikap petugas laboratorium terhadap perilaku keselamatan dan keshatan kerja (0,017 < 0,05). Ada pengaruh ketersediaan alat pelindung diri terhadap perilaku kesehatan dan keselamatan kerja (0,000 < 0,05). Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan ketersediaan alat pelindung diri secara bersama-sama terhadap perlaku kesehatan dan keselamatan kerja dengan nilai koefisien determinasi sebesar 58,4% sedangkan sebanyak 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar jenis penelitian ini. Menurut (Subiantoro, 2011) upaya keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium melingkupi pengelolaan sebelum aktivitas kerja (pre-activity), saat kegiatan (in doing process) sampai dengan penangan resiko (risk taking action). Ruang lingkup ini menjadi tanggung jawab guru, koordinator laboratorium dan laboran secara bersama. Meski tidak sedikit atau sederhana dan berpotensi menambah beban pekerjaan, namun tanggung jawab moral bagi terciptanya situasi atau lingkungan yang nyaman dan memberi jaminan keselamatan bagi praktikan adalah tujuan utama. Dalam Laboratorium juga terdapat limbah yang harus ditanggualangi, ini merupakan salah satu cara supaya dalam pengantar kecelakaan kerja dapat dikurangi. Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di laboratorium:
(Salim, 2012). BAB IIIMETODOLOGIMetodologi yang dilakukan pada kasus kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP dan kecelakaan kerja di laboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang ini adalah metodologi studi literatur dengan proses membandingkan referensi atau jurnal-jurnal serta membuat solusi atau cara yang dilakukan supaya dapat mengantisipasi dari kecelakaan kerja dilaboratorium tersebut yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Adapun tahapan secara umum diagram alir proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut: Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Kegiatan Berdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan, maka jurnal-jurnal yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk makalah ini adalah sebagai berikut:
Melalui beberapa kumpulan jurnal diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam makalah pengantar kecelakaan kerja ini sehingga diperoleh cara dalam mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut. Adapun untuk menganalisis potensi bahaya setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis) (Fathimahhayati, 2015). Hasil JSA dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi dalam rangka pengendalian potensi bahaya yang ada sehingga kesehatan dan keselamatan kerja pada kegiatan di Laboratorium khususnya kegiatan dapat tercapai dengan baik. JSA merupakan salah satu komponen dari komitmen pada sistem manajemen kesehatan da keselamatan kerja, serta salah satu cara terbaik untuk menentukan dan membuat prosedur kerja yang tepat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan JSA adalah berikut :
BAB IVPEMBAHASANBerdasarkan metodologi studi literatur yang dilakukan pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang dikumpulakan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai berikut:
Adapun dari kumpulan jurnal diatas maka yang paling dominan adalah manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam kecelakaan kerja dan metode yang dilakukan untuk mengantisipasi bahaya kecelakaan kerja dilaboratorium. Dimana nantinya dengan dibahasnya dari kumpulan jurnal tersebut diperoleh suatu cara dan upaya untuk mengurangi dan dapat mengantisipasi kecelakaan kerja dilaboratorium. Sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja yang terjadi dilaboratorium. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko adalah dengan cara mengidentifikasi potensi bahaya yang ada dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). JSA adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi. Hal ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas, alat dan lingkungan kerja. Metode JSA dapat dilakukan pada pekerja baru atau lama dengan risiko menengah sampai tinggi, sehingga dapat dicapai kesehatan dan keselamatan kerja (Fathimahhayati, 2015). Pada identifikasi potensi bahaya, teridentifikasi 41 hazard yaitu kebakaran, tersengat arus listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin gerinda dan lain-lain. Hasil penilaian (Andarini, 2014) risiko K3 menunjukkan bahwa risiko terbanyak pada kategori acceptable risk dan risiko tertinggi pada kategori significant. Cara mengantisipasi permasalahan pada kasus kecelakaan di laboratoium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang pada tindakan pengendalian bahaya risiko tertinggi dalam kategori significant risk diantaranya dengan metode JSA dengan melakukan kegiatan pengawasan rutin, mengingatkan siswa sebelum memasuki laboratorium dan sebelum kerja praktik harus dengan safety talk rutin dan menyediakan alat pelindung diri yang memadai bagi para siswa maupun mahasiswa yang ingin memasuki laboratorium. Dimana dengan metode JSA ini kita dapat mengklasifikasikan kecelakaan kerja berdasarkan tempat terjadinya kecelakaan kerja yaitu dilaboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang serta kita mengidentifikasi bahaya yang akan terjadi. Berdasarkan penelitian (Amanah, 2010) kecelakaan kerja yang terjadi di kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP disebabkan karena tidak tersedianya prosedur K3, tidak tersedianya Material Safety Data Sheet (MSDS), tidak tersedianya Alat Pelindung Diri (APD), tidak tersedianya kelengkapan P3K yang memadai dan eyewash serta tidak tersedianya alat pemadam kebakaran. Selanjutnya untuk pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP dengan metode JSA dapat dilakukan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian (Amanah, 2010) diketahu bahwa 65% responden memiliki tingkat pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik. Hal ini disebabkan antara lain karena pada semester 6 mereka sudah dibekali dengan materi keselamatan dan kesehatan kerja. Tingkat pengetahuan responden tentang keselamatan dan kesehatan kerja secara umum sudah baik, namun jika dikaji lagi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya di laboratorium tingkat pengetahuan mereka masih kurang, hal ini disebabkan karena materi perkuliahan yang diberikan hanya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum tetapi tidak menjurus ke dalam keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Menurut (Ramadan, 2014) prosedur K3 merupakan cara untuk melakukan pekerjaan mulai awal hingga akhir yang didahului dengan penilaian risiko terhadap pekerjaan tersebut yang mencakup keselamatan dan kesehatan terhadap pekerja dilaboratorium. Melihat besarnya manfaat dari adanya prosedur K3 ada baiknya pihak laboratorium membuat prosedur K3, karena selama ini pada kenyataannya laboratorium teknik UNDIP belum mempunyai prosedur K3. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini pengguna laboratorium hanya mendapatkan prosedur kerja bukan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja hal ini dibuktikan sebesar 76% responden menyatakan mendapatkan prosedur cara kerja dan 24% responden menyatakan mendapat prosedur cara penggunaan alat dan 0% yang menayatakan pernah mendapat prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebelum lembar data keselamatan bahan diterapkan, ada baiknya bagi pengguna laboratorium mengerti arti dan fungsi dari Material Safety Data Sheet (MSDS). Lembar data keselamatan bahan atau MSDS merupakan informasi acuan tentang keselamatan bahan yang lebih detail. Berdasarkan hasil kuisioner, 53% responden menyatakan telah mengerti arti dan fungsi dari MSDS dan 47% menyatakan tidak mengerti arti dan fungsi MSDS. Ketidaktahuan responden terhadap arti dan fungsi dari MSDS dapat disebabkan karena sebelumnya belum ada pengenalan atau sosialisasi dari pihak laboratorium ataupun kampus dalam memperkenalkan MSDS kepada mahasiswanya baik saat praktikum di laboratorium ataupun saat perkuliahan. MSDS amat penting bagi pengguna laboratorium, dari MSDS ini dapat diketahui sifat bahaya bahan dan cara penanganan termasuk cara penyimpanan bahan kimia (Amanah, 2010).
Pada dasarnya setiap pengguna laboratorium sudah sadar benar arti pentingnya APD sebagai pelindung diri saat bekerja dilaboratorium. hal ini dibuktikan dengan hasil kuisioner, 85% responden menyetakan mengerti arti dan fungsi dari alat pelindung, 4% tidak tahu dan 11% menyatakan ragu-ragu. Selain itu pengguna laboratorium juga merasakan secara langsung manfaat yang besar dari penggunaaan APD yang bertujuan untuk melindungi diri mereka dari potensi bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. hal ini dibuktikan 96% pengguna (mahasiswa) menyatkan APD sangat bermanfaat dan 4% menyatakan APD tidak berpengaruh terhadap aktivitas mereka (Amanah, 2010). APD berfungsi sebagai alat pelindung diri bagi pengguna laboratorium, APD sudah didesain sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan kesehatan kerja bagi penggunanya. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan observasi lapang dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu pengumpulan data. Dari data yang diperoleh 100% pengguna (mahasiswa) laboratorium menyatakan belum pernah mengalami kecelakaan akibat penggunaan APD.
Pertolongan pertama saat terjadinya kecelakaan sangat diperlukan untuk membantu mempermudah proses penangan korban atau pengobatan selanjutnya. Untuk itu laboratorium perlu menyediakan kotak P3K yang memadai dan eyewas. Mengingat bila terjadi kecelakaan di laboratorium selalu diandalkan ketersedian akan obat-obatan dan peralatan pertolongan pertama yang dibutuhkan saat terjanya suatu kecelakaan. Penanganan kecelakaan yang telah disediakan oleh pihak laboratorium UNDIP baru sebatas pengobatan dengan kotak P3K saja hal ini dibuktikan dari pernyataan responden sebesar 100% menyatakan bentuk pertolongan pertama yang diberikan adalah bentuk P3K saja. Namun jika dilihat dari potensi bahaya yang dapat timbul seperti percikkan bahan kimia, tidak ada salahnya jika laboratorium menyediakan eyewash sebagai alat bantu pertolongan pertama bagi pengguna laboratorium yang matanya terkena percikkan bahan kimia, karena beberapa peraturan mewajibkan pada cara penangan bahan kimia, apabila bahan kimia tersebut terkena mata ataupun tertumpah di badan harus segera dibersihkan dengan air. Eyewash adalah alat pertolongan pertama yang baik digunakan untuk menangani masalah tersebut sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut oleh bagian medis (Amanah, 2010).
Kebakaran harus segera dipadamkan bila kemungkinan dari aspek keselamatan, tetapi jika api telah membahayakan maka gunakan alat pemadam api ringan (APAR). Pemadam api berupa gas CO2 atau bubuk kimia kering dapat digunakan untuk tipe kebakaran A, B, C dan D. Pemadaman api dilakukan dengan menyemprotkan APAR pada dasar api dan mengetahui arah angin agar tidak terkena gas CO2 atau debu kimia. Meskipun pada kenyataannya APAR sangatlah dibutuhkan dalam laboratorium untuk pencegahan terjadinya kebakaran, laboratorium teknik lingkungan UNDIP belum menyediakan APAR sebagai sarana pemadam kebakaran. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil kuisiner 100% responden menyatakan tidak pernah melihat keberadaan alat pemadam kebakaran di laboratorium (Amanah, 2010). BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanDari hasil makalah yang telah di buat ini, dapat simpulkan bahwa:
5.2 SaranDisarankan kepada praktikan, dosen dan peneliti agar dapat mematuhi prosedur keselamatan kerja di laboratorium dan harus mempelajari pengantar kecelakaan kerja supaya dapat meminimalisir dan dapat menangani apabila terjadi kecelakaan di laboratorium. RINGKASANPelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Dengan pengantar keselamatan kerja dilaboratorium maka dapat meminimalisir dan dapat dihindari kecelakaan yang akan terjadi didalam laboratorium. Sehingga dengan K3 ini maka suasana laboratorium dapat menjadi lebih aman. Apabila terjadi kecelakaan kerja didalam laboratorium maka kita sudah bisa menangani dan mengantipasi kecelakaan tersebut. Karena kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya stres, kecapekan, kelelahan dan lain-lain yang tanpa sengaja dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Sedangkan bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan laboratorium. DAFTAR PUSTAKAAmanah Ila, dkk. 2010. Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko (Risk Assessment) Di Laboratorium Studi Kasus Di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Undip. Semarang. Andarini Desheila. 2014. Penilaian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Unit Laboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang. UGM. Yogyakarta. Anonim. 2010. Standar Laboratorium Analisis Kesehatan Pendidik Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Badan PPSDM Kesehatan Pusat Pendidik Tenaga Kerja. Jakarta. Fathimahhayati Lina, dkk. 2015. Analisis Potensi Bahaya dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) Sebagai Upaya Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Laboraorium X. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Samarinda. Vol 4 No.1 Tekinfo. Harlan Arta, dkk. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan APD Pada Petugas Laboratorium Rumah Sakit PHC Surabaya. FKM Universitas Airlangga. Surabaya. Vol 1 No.1 Hal 107-119. Hati Shinta, W. 2015. Analisis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Pembelajaran Di Laboratorium. Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Batam. Riau. Hidayati Wahyu. 2010. Tingkat Pengetahuan Keselamatan Kerja dan Keterampilan Kerja di Laboratorium Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 1 SMAN Di Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Indrayani, dkk. 2014. Kajian Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam Proses Belajar Mengajar Bengkel dan Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. Vol. 10 No. 1 Pilar. ISSN: 1907-6975. Kharismawan I Gusti, 2014. Penerapan Jaminan Kecelakaan Kerja di Perusahaan PT. Narmada Awet Muda Di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Mataram. Rahman Jayus. 2013. Manajemen Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium RSUD DR. Mohammad Soleh Kota Probolinggo. FKM Universitas Jember. Jember. Ramadan Prilia. 2014. Pegaruh Pengetahuan K3 dan Sikap Terhadap Kesadaran Berperilaku K3 Di Laboratorium CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta. Sholihah Qomariyatus, dkk. 2015. Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Tambang Batu Bara. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 10, No. 1: 24-28. Salikkuna Nur, dkk. 2011. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar. Fakultas MIPA. Universitas Tadulako. Makassar. Vol. 5 No. 1 Biocelebes Hal 31-42. ISSN: 1978-6417. Salim Abdul. 2012. Program Kerja Laboratorium IPA SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu. Majelis Pendidik Dasar dan Menengah SMA Muhammadiyah 4. Bengkulu. Subiantoro Agung. 2011. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium Sains. Fakultas Mipa UNY. Yogyakarta. Suyono Karina., dkk. 2013. Hubungan Antara Faktor Pembentukan Budaya Keselamatan Kerja dengan Safety Behavior di PT DOK dan Perkapalan Surabaya Unit Hull Construction. Univ Airlangga. Surabaya. Syartini, Titi. 2010. Penerapan SMK3 dan Upaya Pencegahan Kecelakaan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. UNS. Surakarta. Toding Ryane, dkk. 2016. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di RSIA Kasih Ibu Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Sam Ratulangi. Manado. Vol 5 No. 1. ISSN 2302-2493. Widyasari Jhohana. 2010. Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Wijayanti Nur. 2014. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersedian Alat Pelindung Diri Terhadap Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Laboratorium. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Winarni Airo, dkk. 2014. Cara Kerja Dilaboratorium. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Arrahmaniyah. Depok. Wulandari Nindi. 2011. Hubungan Perilaku dan Penerapan Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik RSD dr. Soebandi Jember. FKM Universitas Jember. Jember. Zulyanti Noer. 2013. Komitmen Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya. Vol. 11 No. 2 Hal 264- 275. |