Berapa banyak sampah plastik di Indonesia?

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peta jalan transformasi ekonomi hijau yang menitikberatkan pada pengurangan penggunaan sampah plastik telah menjadi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mencapai target pengurangan sampah plastik hingga 70 persen di tahun 2025.

Fungsional Ahli Madya Pedal Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Edward Nixon Pakpahan mengungkapkan, salah satu tantangan utama dalam ekonomi hijau adalah persoalan sampah.

Secara global, sampah dunia saat ini telah mencapai 3 miliar ton, sedangkan hanya sepertiga yang berhasil diolah kembali.

Tahun lalu, jumlah sampah di Indonesia hampir mencapai 70 juta ton dan dfiperkirakan trennya akan terus naik.

KLHK menyatakan, air minum dalam kemasan (AMDK) bertentangan dengan hierarki utama penanganan sampah, yakni mengurangi sampah plastik.

Baca juga: KLHK Bersih-bersih Pantai: 80 Persen Sampah Berasal dari Daratan

“Hierarki tertinggi dari konsep penanganan sampah adalah mengurangi sampah. Semua pihak, terutama produsen, diharapkan dapat membantu masyarakat dengan produk yang bisa mengurangi timbulan sampah,” ungkap Edward dalam webinar bertema Menuju Transformasi Ekonomi Hijau, Rabu (16/3/2022).

Baca juga: Kota Tangerang Ditetapkan Jadi Wilayah PSN Pengolahan Sampah Energi Listrik

Belakangan ini ramai isu beberapa pihak berupaya mendorong BPOM mengeluarkan kebijakan yang bisa mendorong penggunaan AMDK galon sekali pakai, padahal selama ini masyarakat terbiasa menggunakan kemasan galon guna ulang.

Edward menegaskan, dalam konteks penanganan sampah, air minum dengan galon sekali pakai sangat tidak dianjurkan. Konsep penggunaan AMDK galon sekali pakai akan semakin banyak timbulan sampah untuk diolah.

Baca juga: Ecoton: Plastik Kemasan Sachet Mendominasi Temuan Sampah di Anak Sungai Brantas

“Kebijakan yang mendorong air minum kemasan galon sekali pakai harusnya dipertimbangkan kembali. Kita tidak dukung yang sekali pakai, usahakan yang bisa digunakan kembali,” kata Edward.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Rofi Alhanif mengatakan, sampah plastik telah menjadi perhatian besar dalam ekonomi hijau.

Menurutnya, saat ini sampah plastik Indonesia di laut mencapai 6,8 juta ton per tahun.

Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen yang didaur ulang dan 20 persen yang berakhir di tempat pembuangan akhir. Sementara itu, sisanya bakal menjadi sampah yang bocor ke sungai dan laut.

“Karena itu, dengan target pengurangan sampai hingga 70 persen pada 2025, dibutuhkan komitmen semua pihak untuk mengurangi penggunaan sampah plastik di darat sehingga tidak bocor hingga ke laut,” pungkas Rofi. 

Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Sampah sedotan plastik

JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan, pencemaran sampah plastik di Indonesia kian mengkhawatirkan.

Data KLHK, Indonesia saat ini merupakan penghasil 93 juta ton sampah sedotan plastik per tahun.  KLHK sendiri mengimbau masyarakat untuk menghindari penggunaan sedotan plastik."Sampah sedotan plastik itu kalau bisa jangan dipakai lagi deh, kalau disusun bisa mencakup jarak dari Jakarta sampai Meksiko," kata Rosa dalam sebuah diskusi online bertajuk "Ekonomi Sirkular: Solusi Limbah Plastik Indonesia dan Mitigasi Perubahan Iklim" Sabtu (5/3/2022).

Baca juga: Di Forum COP26, Luhut Paparkan Upaya Pemerintah RI Kurangi Sampah Plastik

Partisipasi masyarakat dengan memilah sampah

Rosa menyatakan persoalan sampah plastik yang tercecer di lingkungan terbuka seharusnya jadi keprihatinan semua kalangan mengingat dampaknya yang sangat besar pada perubahan iklim di level global.

Dia bilang, meski pemerintah telah berupaya keras untuk menekan pencemaran sampah plastik di lingkungan bebas, masyarakat juga seharusnya dapat berpartisipasi dengan mengadopsi pola pikir baru terkait pengelolaan sampah plastik.

Baca juga: Sampah Menggunung, Siapa yang Menanggung?

"Kesadaran individu yang paling utama. Orang perlu melihat sampah sebagai tanggung jawab pribadi, bukan lagi tanggung jawab Pemerintah Daerah semata,” jelas Rosa.

Menurut Rosa, perubahan pola pikir dan perilaku dalam pengurangan sampah plastik bisa dimulai dari hal-hal kecil, semisal memilah sampah plastik rumah tangga, sedapat mungkin menggunakan kemasan air minum yang awet dan mengurangi pemakaian kantong kresek sekali pakai.

Baca juga: Indonesia Mau Adopsi Strategi Ekonomi Sirkular, Apa Itu?

Mengapa ekonomi sirkular penting dilakukan untuk tanggulangi sampah plastik?

Ahli Teknologi Produk Plastik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Mochamad Chalid menyatakan, terlepas dari banyak stigma yang dilekatkan orang, plastik pada dasarnya produk yang relatif lebih ramah lingkungan ketimbang kemasan lainnya semisal yang berbasis kertas. Analisis Life Cycle Assessment (LCA) menunjukkan plastik lebih ramah lingkungan karena energi yang diperkukan untuk pembuatannya relatif jauh lebih sedikit dan ini juga terkait erat dengan tingkat emisi C02 dan perubahan iklim.

“Plastik sejatinya material yang "eksotik", punya banyak keunggulan dari sisi ekonomi, kepraktisan dan pemanfaatan dalam skala masal, meski juga punya kekurangan, utamanya waktu penguraian di alam yang perlu puluhan hingga ratusan tahun alias lebih panjang dari usia manusia pemakainya,” ujar dia.

Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Le Minerale Gandeng Industri Daur Ulang dan Asosiasi Pemulung

Ilustrasi sampah plastik.

Jakarta, Beritasatu.com - The National Plastic Action Partnership (NPAP) mencatatkan ada sekitar 4,8 juta ton per tahun sampah plastik di Indonesia tidak terkelola dengan baik seperti dibakar di ruang terbuka (48%), tak dikelola layak di tempat pembuangan sampah resmi (13%) dan sisanya mencemari saluran air dan laut (9%).

Project Manager di OPPA Duala Oktoriani menyatakan angka ini diprediksi bakal bertambah mengingat jumlah produksi sampah plastik di Indonesia menunjukkan tren meningkat 5% tiap tahun. Melihat kenyataan tersebut, peningkatan peran pekerja sektor informal dalam ekosistem pengelolaan sampah nasional sangat penting.

"Untuk pengelolaan sampah plastik saja misalnya, data NPAP mengatakan sektor ini mengumpulkan lebih dari 1 juta ton sampah plastik, dengan sekitar 500.000 ton sampah plastik (atau 7% dari total sampah plastik nasional) didapatkan langsung dari daerah pemukiman dan 560.000 ton plastik dari lokasi transit dan tempat pembuangan akhir," kata Duala dalam keterangannya, Jumat (25/6/2021).

Oleh karena itu, penyelesaian masalah plastik di Indonesia mau tidak mau harus melibatkan sektor informal. Untuk memaksimalkan kontribusi pekerja informal terhadap pengurangan polusi plastik.

Rencana Aksi Multi-Stakeholder NPAP mengusulkan untuk mengintegrasikan dan mendukung pekerja informal dalam sistem pengelolaan sampah dan daur ulang, memastikan kondisi kerja dan upah layak , lingkungan kerja yang aman dan bermartabat, serta merancang sistem pengelolaan sampah yang melibatkan sektor informal dalam kegiatan pengumpulan dan pemilahan.

"Perbaikan ini hanya mungkin terjadi jika para pemangku kepentingan berkolaborasi dan menghubungkan kegiatan mereka. IPCIC bertujuan untuk memungkinkan perkembangan ini dengan memfasilitasi pembentukan kemitraan dan konektivitas di seluruh sektor pengelolaan sampah," urai dia.

Untuk itu, National Plastic Action Partnership (NPAP) Indonesia berkolaborasi dengan World Economic Forum dan the Ocean Plastic Prevention Accelerator (OPPA) di acara the Informal Plastic Collection Innovation Challenge (IPCIC). Dalam kegiatan ini, tercatat sebanyak 78 inovator di bidang pengelolaan sampah telah mengirimkan solusinya melalui situs penyelenggara sejak 23 Maret 2021 hingga 9 Mei 2021 lalu.

Proses penjurian dan seleksi dilaksanakan berdasarkan relevansi tema, urgensi, dampak sosial-ekonomi serta potensi pengembangannya menuju skala lebih besar di Indonesia. Adapun 12 inovator dimaksud yaitu Duitin, Griiya Luhu, Kabadiwalla Connect, NEPRA, Octopus, Plastic Bank, Rekosistem, Second Life Ocean, Seven Clean Seas, The Kabadiwalla, dan ZeWS-Trashcon.

Dikatakan, para peserta yang terpilih akan diberikan dukungan lanjutan melalui program akselerator selama tiga bulan untuk meningkatkan kualitas solusi, mempersiapkan mereka memasuki pasar Indonesia, serta menghubungkan mereka ke calon partner dan investor. Program akan dibuka dengan serangkaian kegiatan onboarding dan Kick Off Summit.

Dalam kegiatan ini, para peserta akan dipertemukan dengan para mentor dan stakeholder terkait, serta mendapatkan sesi pengetahuan mengenai sistem penanganan sampah di Indonesia khususnya dalam kaitannya dengan sektor informal.

“Sebanyak 24 pakar terkait sektor persampahan Indonesia terlibat dalam proses seleksi. Semua ahli dengan hati-hati meninjau semua kiriman di UpLink dan mewawancarai inovator terpilih. Sungguh luar biasa melihat komitmen para ahli untuk menemukan solusi yang tepat untuk menjawab tantangan pengelolaan sampah di Indonesia,” kata Duala Oktoriani, Project Manager di OPPA.

Inovator terpilih juga akan menetapkan prioritas selama tiga bulan ke depan berdasarkan masukan dari berbagai stakeholder dalam sesi impact rotation dan baseline assessment. Selain itu kami berharap melalui serangkaian kegiatan ini, peserta terbiasa dengan pola pikir kolaboratif dan terbuka.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu.com


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA