Bagaimanakah tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia?

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran yang ketiga kali dari artikel dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan (2) yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 Maret 2011. Yang kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang dipublikasikan pada Jumat, 4 Mei 2018 dan kedua kali pada Rabu, 18 Maret 2020.
Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ("UU 15/2019) yang berbunyi:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan di atas sesuai dengan hierarki tersebut dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1]
Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:[2]
  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
  2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
  3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
  4. Mahkamah Agung;
  5. Mahkamah Konstitusi (MK);
  6. Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Komisi Yudisial;
  8. Bank Indonesia;
  9. Menteri;
  10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU) atau pemerintah atas perintah UU;
  11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota;
  12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[3]
Yang Berwenang Menetapkan Peraturan Perundang-Undangan dan Materi Muatan yang Diatur di Dalamnya

Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.[19]
Sebagai tambahan informasi, setiap peraturan perundang-undangan memiliki Bagian Menimbang (konsiderans) dan Bagian Mengingat yang masing-masing memiliki muatan tersendiri. Apakah itu? Anda dapat simak Arti Menimbang dan Mengingat Dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Ulasan lain mengenai topik peraturan perundang-undangan juga dapat Anda temukan dalam artikel-artikel berikut:
  1. Apakah Materi Muatan Perppu Sama dengan Undang-undang? - Perppu adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Namun apakah materi muatannya sama dengan undang-undang?
  2. Apakah TAP MPR Dapat Dipersamakan dengan UUD 1945 atau UU? - Adanya kejelasan kedudukan TAP MPR yang kini tertuang dalam UU 12/2011 tidak serta merta menjadikan kedudukan TAP MPR dapat dipersamakan dengan UUD 1945 atau UU.
  3. Kedudukan Peraturan Menteri dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan - Keberadaan Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya UU 12/2011 tetap diakui keberadaannya. Namun bagaimana dengan kekuatan mengikatnya?
  4. Bisakah PP Dibentuk Tanpa Ada Perintah UU? - Apabila suatu masalah di dalam suatu UU memerlukan pengaturan lebih lanjut, sedangkan di dalam ketentuannya tidak menyebutkan secara tegas-tegas untuk diatur dengan PP, makaPP dapat mengaturnya lebih lanjut sepanjang hal itu merupakan pelaksanaan lebih lanjut Undang-Undang.
  5. Status Peraturan Desa Setelah Berlakunya UU No. 12/2011 - Peraturan desa sebagai peraturan yang ditetapkan oleh kepala desa tetap merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
  3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
[1] Pasal 7 ayat (2) UU 12/2011 dan penjelasannya
[2] Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011
[3] Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011
[4] Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945
[5] Pembukaan, Pasal 1, dan Bab XA UUD 1945
[6] Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU 12/2011
[7] Pasal 72 UU 12/2011
[8] Pasal 1 angka 4 UU 15/2019
[9] Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011
[10] Pasal 11 UU 12/2011
[11] Pasal 1 angka 5 UU 15/2019
[12] Pasal 12 UU 12/2011
[13] Pasal 1 angka 6 UU 15/2019
[14] Pasal 13 UU 12/2011
[15] Pasal 78 ayat (1) UU 12/2011
[16] Pasal 14 UU 12/2011
[17] Pasal 80 jo. Pasal 78 ayat (1) UU 12/2011 dan Pasal 1 angka 8 UU 15/2019
[18] Pasal 14 UU 12/2011
[19] Pasal 15 ayat (1) UU 12/2011

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA