Bagaimana penerapan undang undang perlindungan guru di indonesia

Bagaimana penerapan undang undang perlindungan guru di indonesia
Oleh :

Yudha Cahyawati
Guru SDN Wates 2 Kota Mojokerto

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sudah cukup banyak guru yang berhadapan dengan hukum lantaran menjalani profesinya sebagai seorang pendidik. Pada Maret 2012, seorang guru di Tasikmalaya, Jawa Barat, Aop Saopudin (31), bermaksud mendisiplinkan empat siswanya yang berambut gondrong dengan mencukur rambut siswa tersebut. Salah seorang siswa tidak terima dan melabrak Aop dengan memukulnya. Orang tua siswa tersebut melaporkan tindakan gurunya itu ke pihak kepolisian dan berujung pada proses hukum. Pada tangggal 11 September 2019 kemarin dunia maya kembali dikejutkan dengan peristiwa seorang murid SMP yang nekad mengancam guru agamanya memakai senjata tajam hanya karena guru tersebut menyita handphone-nya. Peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul. Siswa tersebut bermain Hp saat pelajaran berlangsung. Apa yang dilakukan siswa tersebut tentu sangat mengancam nyawa guru. Padahal guru tersebut hendak menegakkan peraturan yang telah ditetapkan di sekolah tersebut bahwa siswa dilarang membawa HP ke sekolah, apalagi HP tersebut digunakan ketika Kegiatan Belajar Mmengajar (KBM) sedang berlangsung. Masih banyak kasus lain yang terjadi dan bahkan tidak terekspos di media masa maupun media sosial yang menimpa seorang guru. Ironis memang. Di tengah gencarnya pemerintah menekankan pendidikan karakter, justru para guru menghadapi suatu dilema. Di satu sisi, guru harus menjalankan tugasnya sebagai seroang pendidik, yakni membentuk karakter dasar anak sedini mungkin. Tetapi disisi lain, guru juga harus berhadapan dengan undang-undang perlindungan anak dan sikap orang tua yang tidak obyektif dalam memberikan penyikapan tentang masalah yang terjadi pada anaknya di sekolah. Padahal dalam proses menanamkan karakter itu terkadang dibutuhkan ketegasan. Tentu saja ketegasan ini akan memberikan sebuah dampak atau konsekwensi kepada siswa yang tidak mentaati aturan yang sudah ada. Ketegasan guru untuk meluruskan sikap siswa terkadang dianggap sebuah kekerasan. Mencubit atau menjewer kecil saja karena sebuah kesalahan siswa, bisa dilaporkan ke kepolisian sebagai bentuk kekerasan dan bisa berujung pada proses hukum dan penjara. Perlindungan Hukum Dalam menjalankan tugas profesionalnya, sebagai seorang guru, dia tidak hanya mengajar (transfer of knowolege), tetapi juga sekaligus mendidik. Mendidik, dari segi isi, berkaitan pembentukan moral dan kepribadian siswa, bagaimana guru mamu membentuk karakter anak yang ber-akhlaqul kharimah. Jika ditinjau dari segi proses, maka mendidik berkaitan dengan bagaimana guru mampu memberikan motivasi belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama. Menddik juga terkait dengan sikap dan keteladanan dan pembiasaan hal-hal yang baik kepada anak didiknya. Sebagai seorang guru yang sedang menjalan tugas mulia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, secara yuridis, guru dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang guru dan dan Dosen, pasal 39 menegaskan, “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi dan/atau satuan pendidikan terhadap guru (ayat 1). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (ayat 3). Masalah Perlindungan terhadap profesi guru sendiri juga diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008. Dalam PP itu, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah Dalam pasal 40 ayat 1 dalam PP tersebut menegaskan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru dan atau masyarakat sesuai wewenang masing-masing. Hal ini diperkuat juga dengan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Aturan hukum ini sudah seharusnya difahami dan ditaati oleh semua pihak, baik guru (sekolah), orang tua murid, dan kepolisian. Apa yang Harus Dilakukan? Namun demikian, meskipun rambu-rambu hukumnya sudah jelas dan tegas, masih saja terjadi masalah hukum yang menimpa guru dalam menjalani profesinya. Mengapa ini terus terjadi dan berulang. Ada beberapa kompoen yang harus dibenahi. Pertama, dari sisi pendidik atau guru itu sendiri. Meskipun secara yuridis guru sudah mendapat perlindungan hukum yang cukup memadai ketika menjalankan profesinya sebagai pendidik, tetapi tidak boleh mendidik anak didiknya dengan cara-cara kekerasan. Tentu saja bukan berarti guru melakukan pembiaran kepada sikap siswa yang tidak baik, tetapi di sini diperlukan ketegasan. Ketegasan berbeda dengan kekerasan. Bagaimanapun kekerasan tidak dibenarkan apalagi dalam dunia pendidikan. Nah, guru harus bisa lebih kreatif dan edukatif dalam mengembangkan ketegasan yang bagaimana sehingga tidak masuk dalam kategori kekerasan. Kreatif dalam mendidik sangat diperlukan. Sehingga tindakan kita sebagai guru dalam membentuk kepribadian dan karakter siswa dapat diterima oleh semua pihak dan tidak melanggar hukum. Kedua, perlu sosialisasi kepada masyarakat pada umumnya, dan orang tua siswa pada khususnya tentang adanya landasan yuridis tentang perlindungan hukum bagi gguru dalam menjalankan tugas da profesinya. Selain itu orang tua perlu diberi wawasan dan pemahanan agar bisa menilai apa yang dilakukan oleh guru dengan lebih bijaksana. Sehingga tidak menurutkan emosi sesaat ketika mendapat laporan dari anak. Orang tua harus bisa menanamkan juga rasa hormat kepada guru. Komunikasi yang baik antara guru, pihak sekolah dan orang tua harus terjalin dengan baik. Jangan ada sumbatan yang akhirnya berujung pada laporan kepada pihak yang berwajib.

Semua masalah yang terjadi pada anak didik di sekolah adalah tanggung jawab guru dan sekolah. Akan tetapi jika ada yang yang memang perlu diluruskan, maka orang tua bisa menyelesaikan dengan cara kekeluargaan. Penyelesaian dengan cara kekeluargaan akan jauh lebih baik, dan akan saling memberi kenyamanan, baik bagi siswa sendiri dan bagi guru sebagai penanggung jawab. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA), guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa. Hal ini harus dipahamai oleh wali murid. Apa yang akan terjadi jika guru melakukan pembiaran terhadap siswa yang tidak disiplin. Tentu saja itu tidak sejalan dengan tugas guru sebagai pendidik. Jangan sampai generasi kita akan semakin rusak karena para pendidiknya di sekolah takut mendisiplinkan mereka. Semoga perlindungan guru dengan semua landasan hukum yang telah dibuat semakin nyata dan semakin mengukuhkan tugas guru dalam mendidik generasi bangsa zaman now yang lebih baik dan berkarakter.

Jakarta -

Makrina Bika, seorang guru SMAN 4 Kupang dianiaya orangtua siswa. Pangkal soalnya adalah Makrinaa bersenggolan dengan MT, siswi kelas IX IPA yang mengakibatkan HP guru Bahasa Inggris tersebut jatuh. Makrina lantas mendekati MT dan bertanya sambil mencolek pipinya. Namun, MT malah mengeluarkan kata-kata kasar dan kemudian mengadukan kepada orangtuanya. Ayah MT pun langsung mendatangi sekolah dan menendang Mikra di dalam kelas (Pos Kupang, 19/10/2018). Penganiayaan terhadap Ibu Guru Makrina menambah panjang daftar tindakan kekerasan terhadap guru di negeri ini. Bila ditelusuri ke belakang, ada banyak kasus serupa yang menimpa guru. Tindakan kekerasan terhadap guru bukan sekali tetapi berulang kali terjadi.

Kekerasan terhadap pendidik memang tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) kekerasan terhadap guru juga terjadi. Survei yang dilakukan oleh American Psychological Association, sebuah organisasi profesional dalam bidang psikologi, sekitar 80 persen pendidik di AS dilaporkan pernah menjadi korban kekerasan di sekolah antara 2010-2011. Sementara itu menurut kajian Departemen Pendidikan AS, pada 2011-2012 sebanyak 20 persen guru sekolah umum dilaporkan dilecehkan secara verbal, sepuluh persen dilaporkan terancam secara fisik, dan lima persen dilaporkan diserang secara fisik di sekolah (Jendela Pendidikan dan Kebudayaan, XXI/Maret-2108).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kekerasan yang menimpa guru menimbulkan perih dalam dunia pendidikan. Guru yang merupakan sosok mulia kini sudah tidak dihormati lagi. Sekolah kini tidak menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi guru menunaikan tugas mencerdaskan anak bangsa. Kondisi ini memaksa kita untuk menegakkan perlindungan profesi guru demi menghadirkan keamanan dan kenyamanan kepada para pendidik dalam menjalankan tugas.

Aturan HukumSecara yuridis, guru telah diakui sebagai sebuah profesi. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1).Sebagai sebuah profesi, tentu ada risiko yang dihadapi guru dalam menjalankan tugas keprofesiannya. Karena itu guru perlu mendapat perlindungan. Beberapa aturan hukum pun diterbitkan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, Pasal 39 menegaskan, "Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas (ayat 1). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (ayat 3)."Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru pun menegaskan bahwa guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing (Pasal 40 ayat 1). Selain itu Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan memperkuat posisi guru dalam menjalankan tugas profesinya. Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa perlindungan merupakan upaya melindungi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas (ayat 1). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum; profesi; keselamatan dan kesehatan kerja; dan/ atau hak atas kekayaan intelektual (ayat 2).Landasan yuridis sudah ada. Namun, dalam kenyataan guru masih mengalami kekerasan. Ancaman, intimidasi, bentakan hingga pemukulan terus diterima guru. Ironisnya, sikap tidak terpuji itu justru diterima guru dari orangtua yang anaknya dididik guru. Hal ini menunjukkan bahwa; pertama, implementasi peraturan tersebut belum benar-benar berjalan optimal. Rantai kekerasan yang terus membelenggu guru membuktikan masih lemahnya perlindungan hukum terhadap pendidik. Lemahnya perlindungan terhadap guru adalah akibat belum tersosialisasi aturan hukum perlindungan guru. Karena itu pemerintah harus mensosialisasikan. Sosialisasi ini selain melibatkan pihak terkait, perlu juga menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Kedua, orangtua belum memahami peran pendidik dalam menjalankan tugas keprofesian. Tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik, membina, dan membimbing siswa. Pembinaan sebagaimana dilakukan guru adalah dalam konteks menjalankan tugas profesi. Karena itu bila orangtua tidak menerima tindakan yang diberikan guru kepada anaknya, maka harus membangun dialog dengan (kepala) sekolah untuk menyikapi hal tersebut, bukannya langsung menghakimi sang guru.

Menjadi TakutApa pun alasan di baliknya, tindakan kekerasan terhadap guru tidak boleh dibiarkan karena akan membuat guru menjadi takut. Takut dibelit persoalan hukum dan takut dianiaya orangtua. Selain itu guru bisa menjadi apatis dengan tugas mendidik. Jika kondisi ini yang muncul dalam diri guru, maka boleh jadi guru akan mengabaikan salah satu tugasnya yaitu mendidik. Sebuah tugas penting berkaitan dengan pembentukan watak dan karakter siswa. Mendidik melampaui tugas mengajar yang hanya mentransfer pengetahuan. Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantoro menghadirkan konsep Trisentra Pendidikan. Menurut Dewantoro, ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan anak-anak, yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan. Karena itu dalam mewujudkan lingkungan pendidikan aman dan nyaman perlu keterlibatan keluarga, sekolah dan masyarakat.Tindakan kekerasan dalam dunia pendidikan terjadi karena hubungan yang antara tiga komponen pendidikan tersebut tidak terjalin dengan baik. Karena itu perlu dibangun komunikasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jika komunikasi terjalin dengan baik, akan terbangun ikatan emosional yang kuat. Dengan demikian setiap persoalan yang muncul tidak akan dihadapi dengan kekerasan. Akhirnya, kerja sama semua pihak dalam memberi perlindungan bagi guru sangat diperlukan agar guru benar-benar merasa aman dan nyaman menjalankan tugas profesinya.

Geradus Kuma pendidik di SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores, NTT

(mmu/mmu)