Bagaimana membedakan tanda titik dua (:) dengan tanda titik koma (;)?

Digital. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini ada kejanggalan pada penggunaan bahasa di hampir semua tulisan, baik di status Facebook, Twitter, SMS, buku umum, bahkan media massa nasional. Saya pikir kalau di Facebook atau Twitter mungkin lumrah karena banyak orang memang tidak pernah membaca EYD, cuma mendengar namanya saja. Tapi, bagaimana bila wartawan dan editor tidak pernah--benar-benar--membacanya? Sebagai bacaan sehari-hari, sekaligus panutan masyarakat, kesalahan pemakaian tanda baca bisa-bisa bikin salah kaprah lagi di kemudian hari karena sudah banyak salah kaprah dalam bahasa Indonesia.  Salah satu yang kelihatan mencolok, dan membuat saya kaget setengah mati, adalah pemakaian dua tanda baca, yakni Titik Dua dan Titik Koma, di salah satu harian terbesar nasional (nama koran sengaja tidak saya sebutkan).

Pada hari Minggu, 14 Maret 2010, di judul Headline pada halaman 3 tertulis "Toilet Umum; Tempat Kebutuhan Primer yang Jarang Dipedulikan".

Menurut saya, pemakaian Titik Dua tersebut sangat aneh. Bukankah "toilet umum" dalam judul tersebut memerlukan pemerian atau uraian? Padahal penggunaan tanda baca untuk pemerian yang baku dipakai (di seluruh dunia) adalah Titik Dua, sedangkan Titik Koma hanya digunakan sebagai pemisah antarbagian kata, ungkapan, atau klausa yang setara.

Saat pertama mengetahuinya, saya menduga itu adalah unsur ketidaksengajaan karena salah ketik. Ternyata dugaan saya salah besar! Di halaman berikutnya tertulis "Nestapa Tibet; Terjajah di Negeri Sendiri, Tertekan di Negeri Tetangga".

Sepengetahuan saya, Titik Koma digunakan untuk

1) memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Contoh:

Bulan makin terang; si Budi belum juga pulang ke rumah.

2) sebagai pengganti kata hubung untuk memisahkan klausa dalam kalimat majemuk setara

Contoh kalimat: Ibu memasak nasi di dapur; ayah memperbaiki televisi; adik bermain petak umpet.

Beberapa artikel di internet tentang awal penggunaan Titik Koma tahun 1591 juga sudah tepat sesuai asumsi saya bahwa pemakaian tanda Titik Dua digunakan sebagai jeda pada kalimat serta pemenggalan pada suatu daftar.

Page 2

Akhir-akhir ini ada kejanggalan pada penggunaan bahasa di hampir semua tulisan, baik di status Facebook, Twitter, SMS, buku umum, bahkan media massa nasional. Saya pikir kalau di Facebook atau Twitter mungkin lumrah karena banyak orang memang tidak pernah membaca EYD, cuma mendengar namanya saja. Tapi, bagaimana bila wartawan dan editor tidak pernah--benar-benar--membacanya? Sebagai bacaan sehari-hari, sekaligus panutan masyarakat, kesalahan pemakaian tanda baca bisa-bisa bikin salah kaprah lagi di kemudian hari karena sudah banyak salah kaprah dalam bahasa Indonesia.  Salah satu yang kelihatan mencolok, dan membuat saya kaget setengah mati, adalah pemakaian dua tanda baca, yakni Titik Dua dan Titik Koma, di salah satu harian terbesar nasional (nama koran sengaja tidak saya sebutkan).

Pada hari Minggu, 14 Maret 2010, di judul Headline pada halaman 3 tertulis "Toilet Umum; Tempat Kebutuhan Primer yang Jarang Dipedulikan".

Menurut saya, pemakaian Titik Dua tersebut sangat aneh. Bukankah "toilet umum" dalam judul tersebut memerlukan pemerian atau uraian? Padahal penggunaan tanda baca untuk pemerian yang baku dipakai (di seluruh dunia) adalah Titik Dua, sedangkan Titik Koma hanya digunakan sebagai pemisah antarbagian kata, ungkapan, atau klausa yang setara.

Saat pertama mengetahuinya, saya menduga itu adalah unsur ketidaksengajaan karena salah ketik. Ternyata dugaan saya salah besar! Di halaman berikutnya tertulis "Nestapa Tibet; Terjajah di Negeri Sendiri, Tertekan di Negeri Tetangga".

Sepengetahuan saya, Titik Koma digunakan untuk

1) memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Contoh:

Bulan makin terang; si Budi belum juga pulang ke rumah.

2) sebagai pengganti kata hubung untuk memisahkan klausa dalam kalimat majemuk setara

Contoh kalimat: Ibu memasak nasi di dapur; ayah memperbaiki televisi; adik bermain petak umpet.

Beberapa artikel di internet tentang awal penggunaan Titik Koma tahun 1591 juga sudah tepat sesuai asumsi saya bahwa pemakaian tanda Titik Dua digunakan sebagai jeda pada kalimat serta pemenggalan pada suatu daftar.


Lihat Edukasi Selengkapnya

Page 3

Akhir-akhir ini ada kejanggalan pada penggunaan bahasa di hampir semua tulisan, baik di status Facebook, Twitter, SMS, buku umum, bahkan media massa nasional. Saya pikir kalau di Facebook atau Twitter mungkin lumrah karena banyak orang memang tidak pernah membaca EYD, cuma mendengar namanya saja. Tapi, bagaimana bila wartawan dan editor tidak pernah--benar-benar--membacanya? Sebagai bacaan sehari-hari, sekaligus panutan masyarakat, kesalahan pemakaian tanda baca bisa-bisa bikin salah kaprah lagi di kemudian hari karena sudah banyak salah kaprah dalam bahasa Indonesia.  Salah satu yang kelihatan mencolok, dan membuat saya kaget setengah mati, adalah pemakaian dua tanda baca, yakni Titik Dua dan Titik Koma, di salah satu harian terbesar nasional (nama koran sengaja tidak saya sebutkan).

Pada hari Minggu, 14 Maret 2010, di judul Headline pada halaman 3 tertulis "Toilet Umum; Tempat Kebutuhan Primer yang Jarang Dipedulikan".

Menurut saya, pemakaian Titik Dua tersebut sangat aneh. Bukankah "toilet umum" dalam judul tersebut memerlukan pemerian atau uraian? Padahal penggunaan tanda baca untuk pemerian yang baku dipakai (di seluruh dunia) adalah Titik Dua, sedangkan Titik Koma hanya digunakan sebagai pemisah antarbagian kata, ungkapan, atau klausa yang setara.

Saat pertama mengetahuinya, saya menduga itu adalah unsur ketidaksengajaan karena salah ketik. Ternyata dugaan saya salah besar! Di halaman berikutnya tertulis "Nestapa Tibet; Terjajah di Negeri Sendiri, Tertekan di Negeri Tetangga".

Sepengetahuan saya, Titik Koma digunakan untuk

1) memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Contoh:

Bulan makin terang; si Budi belum juga pulang ke rumah.

2) sebagai pengganti kata hubung untuk memisahkan klausa dalam kalimat majemuk setara

Contoh kalimat: Ibu memasak nasi di dapur; ayah memperbaiki televisi; adik bermain petak umpet.

Beberapa artikel di internet tentang awal penggunaan Titik Koma tahun 1591 juga sudah tepat sesuai asumsi saya bahwa pemakaian tanda Titik Dua digunakan sebagai jeda pada kalimat serta pemenggalan pada suatu daftar.


Lihat Edukasi Selengkapnya

Page 4

Akhir-akhir ini ada kejanggalan pada penggunaan bahasa di hampir semua tulisan, baik di status Facebook, Twitter, SMS, buku umum, bahkan media massa nasional. Saya pikir kalau di Facebook atau Twitter mungkin lumrah karena banyak orang memang tidak pernah membaca EYD, cuma mendengar namanya saja. Tapi, bagaimana bila wartawan dan editor tidak pernah--benar-benar--membacanya? Sebagai bacaan sehari-hari, sekaligus panutan masyarakat, kesalahan pemakaian tanda baca bisa-bisa bikin salah kaprah lagi di kemudian hari karena sudah banyak salah kaprah dalam bahasa Indonesia.  Salah satu yang kelihatan mencolok, dan membuat saya kaget setengah mati, adalah pemakaian dua tanda baca, yakni Titik Dua dan Titik Koma, di salah satu harian terbesar nasional (nama koran sengaja tidak saya sebutkan).

Pada hari Minggu, 14 Maret 2010, di judul Headline pada halaman 3 tertulis "Toilet Umum; Tempat Kebutuhan Primer yang Jarang Dipedulikan".

Menurut saya, pemakaian Titik Dua tersebut sangat aneh. Bukankah "toilet umum" dalam judul tersebut memerlukan pemerian atau uraian? Padahal penggunaan tanda baca untuk pemerian yang baku dipakai (di seluruh dunia) adalah Titik Dua, sedangkan Titik Koma hanya digunakan sebagai pemisah antarbagian kata, ungkapan, atau klausa yang setara.

Saat pertama mengetahuinya, saya menduga itu adalah unsur ketidaksengajaan karena salah ketik. Ternyata dugaan saya salah besar! Di halaman berikutnya tertulis "Nestapa Tibet; Terjajah di Negeri Sendiri, Tertekan di Negeri Tetangga".

Sepengetahuan saya, Titik Koma digunakan untuk

1) memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Contoh:

Bulan makin terang; si Budi belum juga pulang ke rumah.

2) sebagai pengganti kata hubung untuk memisahkan klausa dalam kalimat majemuk setara

Contoh kalimat: Ibu memasak nasi di dapur; ayah memperbaiki televisi; adik bermain petak umpet.

Beberapa artikel di internet tentang awal penggunaan Titik Koma tahun 1591 juga sudah tepat sesuai asumsi saya bahwa pemakaian tanda Titik Dua digunakan sebagai jeda pada kalimat serta pemenggalan pada suatu daftar.


Lihat Edukasi Selengkapnya

Perbedaan penggunaan titik dua (:) dan titik koma (;)

TRIBUN-TIMUR.COM - Tanda baca merupakan simbol yang tidak berhubungan dengan kata dan frasa pada suatu bahasa.

Tanda baca berperan menunjukkan struktur suatu tulisan.

Juga sebagai intonasi atau jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan.

Ada banyak jenis tanda baca. Yang patut digarisbawahi, setiap penulisan tanda baca punya pedoman penulisan.

Baca juga: Jawaban Soal UAS Biologi Kelas 11: Fungsi Sistem Peredaran Darah Manusia

Baca juga: Kumpulan Nama-nama Pakaian dan Aksesorinya Dalam Bahasa Inggris, Dari Blus, Sepatu, hingga Kardigan

Dalam artian kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik selalu memperhatikan tanda baca.

Salah satu tanda baca yang paling sering digunakan adalah titik (.) dan koma (,).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, titik diartikan sebagai noktah (pada huruf, tanda, tanda baca, dan sebagainya).

Sedangkan koma adalah tanda baca (,) yang dipakai untuk memisahkan unsur dalam suatu perincian, memisahkan nama orang dari gelar akademik yang mengiringinya, memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimat, mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi dalam kalimat, dan sebagainya.

Kali ini kita akan menelaah perbedaan penggunaan titik dua (:) dan titik koma (;).

Baca juga: Ini Soal UAS Biologi: Replikasi DNA

Baca juga: Yuk Mengenal Nama-nama Alat Transportasi dalam Bahasa Inggris, Lengkap Artinya

Secara garis besar, perbedaan keduanya dapat ditengarai melalui kata sebelum dan sesudahnya.

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: Kompas.com

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA