Bagaimana hubungan antara perjamuan malam terakhir dan perayaan ekaristi dalam Gereja sekarang

Berkaca dari hal-hal di atas, maka Hukum Gereja menganjurkan agar umat beriman yang berdosa berat hendaknya tidak menyambut Tubuh Tuhan pada saat Perjamuan Ekaristi. Sebab dosa adalah putusnya hubungan antarpribadi manusia dan terpecahnya ruang persekutuan antara Allah dan manusia. Dosa menunjukkan pengambilan jarak yang dilakukan manusia terhadap Allah.  Dosa menandakan bahwa manusia hendak menarik diri dari persekutuannya dengan Allah. Padahal Ekaristi menempatkan secara istimewa sakramen peristiwa dalam Gereja yang dirayakan dalam konteks ikatan persekutuan lahir yang utuh yang mana ditandai sejak pembaptisan. Maka dalam keadaan berdosa, perlu rekonsiliasi sebagai tanda pertobatan untuk kembali ke dalam persekutuan.

Gereja Katolik, GKatolik.com – Antara Gereja dan Ekaristi memiliki ikatan relasional yang kuat. Paus Yohanes Paulus II mengintrodusir Ecclesia De Eucharistia dengan kata-kata awal “Gereja hidup dari Ekaristi.” Hal ini berarti gereja dimampukan langkah-langkahnya oleh kisah kasih Tuhan. Melalui persembahan Tubuh dan Darah-Nya, Tuhan menginisiasikan sukacita bagi Gereja. Di dalam Ekaristi, Gereja bertumbuh penuh sukacita sekalipun di tengah dunia yang kontras dengan kebenaran, peperangan batin maupun kekaosan fisikal manusiawi.

Mengapa Ekaristi? Ini sebuah pertanyaan penting bagi perjalanan Gereja. Gereja merefleksikan bahwa Ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup setiap orang Kristiani. Hal ini berarti, di dalam Ekaristi Gereja menemukan sebuah energi positif yang tidak bisa ditemukan di luar elemen Ekaristi. Ekaristi kini dan di sini menjadi aksi antisipatif untuk perjamuan kekal di surga. Ingat bahwa dalam Perjanjian Baru, Yesus kerap kali menyebut kawah eskatologis sebagai sebuah perjamuan, perjamuan kelak. So, Gereja meyakini dirinya secara objektif bahwa ia lahir dari rahim misteri paskah. Ekaristi menjadi misteri paskah; Ekaristi sebagai pengenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Inilah misteri iman Gereja. Dalam Lukas 24:31 disebutkan “Dua murid yang mengadakan perjalanan ke Emaus mengalami keterbukaan mata ketika mengadakan perjamuan bersama Kristus.”

Walaupun demikian, di banyak tempat Ekaristi terkadang terlupakan. Banyak orang-orang Kristen yang belum “menyentuh” secara utuh makna Ekaristi. Banyak jemaat kehilangan me time-nya bersama Tuhan yang nampak dalam Tubuh dan Darah Ekaristi. Tentu ada banyak faktor. Untuk itulah dalam Ecclessia de Eucharistia kita hendak “berkatekese Ekaristi” secara pribadi maupun komunal.

Misteri Iman

Dalam Ekaristi, kita melihat kembali sengsara dan wafat Tuhan. Searah dengan inilah Ekaristi menjadi momentum peringatan akan Dia sekaligus mewujud sebagai sakramen. Ekaristi secara sakramental berarti melalui Ekaristi Tuhan hadir secara riil untuk menyapa domba-domba-Nya. Ia bangkit bagi jemaat pilihan-Nya. Pada Ekaristi, umat beriman melihat kurban salib. Ia tidak lenyap ditelan derita dan kematian. Karena itulah Ekaristi merupakan sebuah keunggulan yang ditawarkan sekaligus hadir di dalam corpus Gereja. Unggul berarti bernas, berkualitas karena di dalamnya penyerahan diri secara total bagi manusia diwujudkan.

Melalui dan dalam Ekaristi umat beriman take a part of di dalamnya. Umat beriman Kristiani tidak hanya sekedar menonton dari jauh seperti menghadiri sebuah pertunjukkan drama. Justru di dalam Ekaristi, semua orang terpanggil untuk terlibat secara aktif. Dan di sana, di dalam pelibatan diri itulah kita mengalami kasih Tuhan yang mengalir tiada henti bagi umat-Nya; sebuah kasih yang tidak mengenal batas-batas kultural dan geografis (Yoh. 13:1).

Kasih menyata di dalam pengurbanan-Nya. Ekaristi adalah kurban Kristus demi menebus dosa-dosa umat-Nya. Patut diingat, pengurbanan Kristus satu kali untuk selamanya. Ekaristi menghadirkan kurban salib Kristus. Di dalam ruang Ekaristi, orang berkumpul untuk merayakan kurban tersebut, mengingat-Nya dan menghadirkan-Nya kembali. Yang terulang ialah peringatan, penghadiran peringatan (memorialis demonstratio) akan kurban Kristus.

Kurban Kristus merupakan tindakan riil di dalam Ekaristi. Apa alasannya? Karena di dalam Ekaristi umat beriman menikmati, menyantap tubuh-Nya. Kristus adalah roti hidup. Melalui daya roh kudus, imam (in persona Christi) mengubah roti (hosti) menjadi benar-benar Tubuh Kristus yang menguatkan tubuh rohani manusia. Transubstansiasi sebagai sebuah misteri iman kristiani. Adoro te doveto, latens Deitas (takwa kusujud Allah yang tersembunyi) menjadi ritual spiritual di dalam Ekaristi. Tubuh yang disambut menampakkan sekaligus menyembunyikan Kristus, Sang Korban Agung.

Oleh sebab itu, Ekaristi yang merupakan sungguh-sungguh perjamuan mempersembahkan Kristus sebagai santapan manusia. Perjamuan Ekaristi memproyeksikan ke depan sebuah perjamuan Eskatologis. Ekaristi memiliki visi eskatologis.

Ekaristi Membangun Gereja

Bertolak dari interpretasi bernas Santo Yohanes Krisostomus tentang roti Ekaristi. Sang Santo ini mengungkapkan bahwa roti yang kita sambut merupakan kumpulan taburan-taburan biji gandum sedemikian rupa sehingga tidak terlihat perbedaan-perbedaannya melainkan justru menyatu, dipersatukan secara utuh.

Memang, sejak abad pertama Kristus sendiri menyatakan “tinggallah di dalam Aku, dan Aku di dalam kamu” (Yoh. 15:4). Kiranya hal itu pula menjadi visi Ekaristi. Antara visi Kristus dan Visi Gereja haruslah seiring sejalan, “seperti Bapa telah mengutus Aku, demikianlah Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Perutusan Putera tentu menemukan landasannya pada kesatuan Tritunggal; Bapa, Putera dan Roh Kudus. Sedangkan perutusan umat Allah berdasar pada  kesatuannya dengan Allah Tritungggal dan kesatuan antarumat beriman.

Makna Ekaristi pun nampak yakni mengaruniakan kepada umat berimana kesatuan persaudaraan. Ekaristi menjadi penangkal perpecahan. Hal ini bukan berarti Ekaristi mendahului communio, melainkan orang harus ber-communio terlebih dahulu untuk merayakan Ekaristi. Selain Ekaristi (Misa), penghormatan terhadap Ekaristi pun bisa dilakukan melalui devosi kepada Sakramen Mahakudus. Sebagaimana Santo Alfonsus de Liguori yang menyadari arti besar sebuah devosi Ekaristi. Baginya, devosi yang paling agung ialah devosi kepada Sakramen Mahakudus. Sakramen Mahakudus menjadi harta tak bernilai. Untuk itu perlu kesaksian pribadi setiap jemaat dan para gembala.

Sifat Apostolik Ekaristi dan Gereja

Kredo Nicea-Konstantinopel menerakan kata-kata “kami percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Apostolik artinya gereja memiliki relasi personal dengan para Rasul, yang mana melalui ajaran-ajaran mereka, Gereja melandaskan pijakannya dan Gereja siap diutus untuk menjadi rasul-rasul masa kini. Penjabaran lebih lanjutnya adalah Gereja dibangung di atas landasan para rasul (Ef. 2:20), dan pada saat Perjamuan Malam Terakhir Ekaristi diwariskan kepada Gereja melalui Para Rasul. Melalui bantuan Roh Kudus, akhirnya Sabda Allah melalui Para Rasul tiba di setiap generasi. Dan tentunya Gereja terus didorong melalui ajaran-ajaran hakiki, dikuduskan dan dibimbing oleh Para Rasul sampai pada kedatangan kembali Yesus Kristus.

Sifat keapostolikan gereja inilah yang menjadi salah satu aspek yang memungkinkan Ekaristi terus dirayakan hingga awal milenium ketiga ini. Melalui Succesio Apostolic, Ekaristi yang dipercayakan oleh Kristus kepada Para Rasul masih terus dipelihara, disebarluaskan dan tak henti-hentinya dirayakan setiap saat oleh para imam tertahbis. Para imam tertahbis dalam In Persona Christi merayakan Ekaristi bersama Gereja untuk mengenangkan kembali kurban Kristus dan menjaga warisan tak ternilai Gereja tersebut. Tanpa imam tertahbis, bolehlah dikatakan bahwa Ekaristi pun hanyalah sebuah pengenangan, cerita belaka tanpa sebuah perayaan Ekaristis.

Karena Ekaristi merupakan pengenangan dan penghadiran kembali kurban Kristus yang diimani oleh setiap orang Kristiani maka Ekaristi menjadi pusat dan puncak hidup Gereja. Dengan demikian pula, seyogyanya Ekaristi menjadi pusat dan puncak dari pelayanan imamat setiap kaum tertahbis. Kalau demikian, Ekaristi-lah yang menjadi prinsip pertama dan utama adanya sakramen imamat. Berdasarkan Ekaristi diadakanlah sakramen Imamat. Agar tidak mendaku untuk pribadi yang ditahbiskan maka Ekaristi dirayakan atas nama seluruh Gereja sekalipun Imam-lah satu-satunya umat Allah yang hadir pada saat itu (tanpa umat awam). Dengan demikian, Ekaristi mengandaikan imamat orang-orang tertahbis.

Ekaristi dan Persekutuan Gerejani

Dasar dan pusat dari tiap isi dokumen Konsili Vatikan II ialah eklesiologi persekutuan. Gereja sebagai himpunan orang-orang beriman kepada Kristus menekankan kesatuan baik antarumat beriman maupun umat beriman dengan Tuhan. Dan pada titik itulah terletak makna salib Kristus. Allah yang berinkarnasi menjadi manusia itulah yang kemudian disalibkan menjadi jembatan bagi perdamaian Allah-manusia. Dalam diri Yesus yang berkodrat Allah-Manusia itulah, Allah dan Manusia berjumpa.

Kesatuan antarumat beriman terdorong oleh Roh Kudus. Roh Bapa dan Kristus-lah yang menguatkan setiap pribadi untuk mendekatkan langkah mereka satu sama lain dan mengikateratkan satu sama lain. Praktisnya, umat beriman kristiani didorong untuk melakukan keutamaan iman, harap dan kasih; ketiga teologi kebajikan ini sebagai aksi ambil bagian di dalam persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Kesatuan antarjemaat diinspirasikan oleh kesatuan Tritunggal.

Berkaca dari hal-hal di atas, maka Hukum Gereja menganjurkan agar umat beriman yang berdosa berat hendaknya tidak menyambut Tubuh Tuhan pada saat Perjamuan Ekaristi. Sebab dosa adalah putusnya hubungan antarpribadi manusia dan terpecahnya ruang persekutuan antara Allah dan manusia. Dosa menunjukkan pengambilan jarak yang dilakukan manusia terhadap Allah.  Dosa menandakan bahwa manusia hendak menarik diri dari persekutuannya dengan Allah. Padahal Ekaristi menempatkan secara istimewa sakramen peristiwa dalam Gereja yang dirayakan dalam konteks ikatan persekutuan lahir yang utuh yang mana ditandai sejak pembaptisan. Maka dalam keadaan berdosa, perlu rekonsiliasi sebagai tanda pertobatan untuk kembali ke dalam persekutuan.

Dari sinilah kita dapat merunutkan persekutuan gerejani jemaat Ekaristi meliputi kesatuan dengan Uskup lokal dan Uskup Roma. Uskup sebagai prinsip yang kelihatan dan landasan kesatuan dalam gereja partikular. Dan tentu persekutuan itu semakin sempurna ketika melampaui aliran-aliran gereja kristiani (oikumene) sebagaimana kata-kata Yesus “Ut Unum Sint.”

Perayaan Ekaristi

Sebelum Yesus mengadakan Perjamuan Malam Terakhir bersama Para Murid-Nya, ia meminta kepada mereka untuk mempersiapkan ruang perjamuan (Mrk. 14:15; Lk. 22:12). Kata orang persiapan itu menentukan proses dan hasil. Setelah mengadakan persiapan, maka mereka pun berkumpul di “ruang atas” untuk menyaksikan dan mengikuti Perjamuan yang dikatakan oleh Yesus.

Di setiap catatan sejarahnya, Gereja menghendaki agar Ekaristi dirayakan secara agung dan layak bagi misteri besar ini. Memang Gereja enggan akan kemewahan, tapi melalui keindahan seni bangunan, seni rupa dan seni musik (seperti musik gregorian) yang bernafaskan kristiani dapat membantu orang beriman untuk mengangkat hati dan jiwanya kepada Allah. Oleh sebab itu, Gereja sangat bersyukur untuk sumbangsih seni Gereja Timur maupun Gereja Barat. Kedua kiblat kesenian gereja ini telah membantu “mempersiapkan” umat beriman dalam memasuki misteri Kristus di setiap perayaan Ekaristi.

Tidak berarti bahwa penekanan pada kesenian Gereja akan menyempitkan pemaknaan terhadap norma-norma liturgis yang berlaku. Gereja menjaga agar jangan sampai terjadi penyalahgunaan karena mengikuti citarasa kreativitas yang bersifat subjektif. Artinya jangan sampai kesenian yang ditampilkan dengan maksud membantu pertumbuhan umat beriman justru menyalahi aturan-aturan yang ditetapkan oleh Gereja sendiri. Norma-norma perlu diperhatikan secara setia; jangan meremehkan misteri yang telah diberikan kepada kita dengan mengabaikan kesucian dan universalitasnya.

Sekolah Maria “Wanita Ekaristi”

Kisah Para Rasul menceritakan kehadiran Maria pada saat turunnya Roh Kudus atas Para Rasul dan seluruh jemaat yang percaya pada Kristus (Kis. 2.42). Sejak semula Maria telah “dibaptis” dirinya sebagai wanita Ekaristi; ia mengandung di dalam rahimnya sekaligus menjadi tabernakel bagi Yesus, mendamping masa-masa historis Yesus hingga mempertaruhkan martabatnya sebagai seorang wanita berhadapan dengan sengsara dan wafat Puteranya. Karena kasih keibuannya, kiranya Maria telah membantu kita untuk mengalami sebagaimana pribadinya mengalami Kristus.

Ketika Perkawinan di Kana, Maria mengatakan kepada tuan pesta, “Lakukanlah apa yang dikatakanNya kepadamu.” Ini menunjukkan kepekaan dan dan ketaatan Maria. Tentu pengalaman kedekatan dengan Yesus tidak muncul secara tiba-tiba melainkan lahir dari persembahan rahim (baca: hati) kepada penjelmaan Sang Putera Allah. Hendaknya kita melanjutkan apa yang diimani Maria sejak semula. Dan Magnificat sebagai spiritualitas Maria membantu Gereja untuk semakin dekat dengan Kristus dalam Ekaristi. Yohanes 19: 26-27, menceritakan bagaimana di saat-saat terakhir hidup-Nya Yesus menyerahkan Maria ke tangan Gereja yang diwakili Yohanes dan mempersembahkan Gereja ke pangkuan Maria.

(Diringkas dari Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang “Ecclesia de Eucharistia” yang diterbitkan pada tanggal 17 April 2003. Tujuan dari ensiklik ini adalah menghimpunkan kembali animo umat Katolik terhadap Ekaristi)

Oleh; Frater John Fios, OCD

Apa hubungan antara perjamuan malam terakhir dengan Perayaan Ekaristi yang dilakukan Gereja sekarang?

Perayaan Ekaristi mengenangkan sekaligus menghadirkan kembali tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus kepada umat manusia. Maka dengan merayakan kembali Perjamuan malam terakhir, kita merayakan sumber dan puncak hidup Gereja, yaitu Yesus dan pengurbananNya.

Apa makna Perjamuan Terakhir bagi hidup kita sekarang?

Perjamuan terakhir menunjukkan bahwa Allah selalu memenuhi kebutuhan kita. Allah tidak pernah membiarkan kita menderita kelaparan (bdk. Matius 15:32-39; Yohanes 6:1-15). Inilah yang mendorong kita untuk selalu bersyukur melalui perjamuan ekaristi.

Gereja melaksanakan Ekaristi sesuai pesan Yesus saat Perjamuan Terakhir apa makna roti dan anggur dalam Ekaristi?

Roti dan anggur itu melambangkan tubuh dan darah Kristus yang menunjukkan pada keyakinan bahwa penyaliban dan kematian Tuhan Yesus adalah dasar dan penyelamatan bagi manusia, melalui bentuk makan dan minum bersama yang melambangkan kehidupan keluarga Allah, dan Sakramen perjamuan juga mengacu ke depan yaitu ke ...

Alasan apa yang mendorong Yesus untuk mengadakan perjamuan malam terakhir?

Salah satu peristiwa penting dalam Perjamuan Malam Terakhir adalah perintah Yesus untuk memperingati apa yang akan Ia lakukan bagi umat manusia: mencurahkan darah-Nya di atas salib dan dengan demikian melunasi hutang hukuman dosa kita (Lukas 22:19).