Bagaimana cara Allah menjaga keaslian kitab Al Qur an?

You're Reading a Free Preview
Pages 7 to 17 are not shown in this preview.

SAAT  ini, umat Islam tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan 1438 Hijriah yang ke-17. Tentu dengan suasana seperti ini, kita diingatkan tentang peristiwa turunnya Alquran yang dikenal dengan Nuzulul Qur’an. Kemudian, bagaimana Alqur’anul karim sebagai kitab suci umat Islam masih tetap terjaga kemurniannya dan tidak ada satu pun noda yang mencemarinya hingga saat ini? Mari sejenak kita perhatikan firman Allah dalam Alquran surat Al-Hijr, surat ke-15 ayat ke-9. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

 Salah satu wujud Allah SWT dalam menjaga Alquran ini adalah menciptakan jutaan penghafal Alquran di seluruh dunia. Dengan cara seperti inilah, Alquran tetap terjaga. Alquran tersimpan dalam hafalan sebagian umat Islam. Sehingga, seandainya seluruh mushaf Alquran yang ada di bumi ini hilang atau dibakar secara fisik, maka hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak terhadap keberadaan eksistensi Alquran di masa yang akan datang.

 Itulah caranya Allah SWT dalam menjaga Alquran dengan membuatnya mudah dan bisa dihafalkan, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Salah satu peran penting lainnya yang menjadikan Alquran tetap terjaga adalah peran yang diajarkan oleh para guru ngaji, ustaz, atau kiai. Merekalah yang sejak awal menjadi cahaya yang menuntun umat dalam mengenal Alquran. Dimulai ketika kita mulai mengenal huruf hijaiyah, kemudian membaca Alquran, membaca dengan tartil dan fasih, hingga menghafal ayat demi ayat.

 Sungguh Allah SWT sudah memberikan jaminan akan menjaga dan memelihara Alquran sampai akhir zaman. Salah satu caranya adalah tetap menjaga estafet pengajaran Alquran dari satu orang ke orang lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Rasulullah SAW banyak memiliki penulis yang menulis wahyu ketika disampaikan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. Penulis wahyu dalam sejarah tercatat sebanyak 43 orang. Yang paling terkenal adalah empat khalifah pertama. Tetapi, yang paling banyak di samping Rasulullah SAW (menuliskan wahyu) adalah Zaid bin Tsabit dan Ali bin Abi Thalib.

 Jumlah penghafal Alquran sedemikian banyaknya. Sehingga, kita baca dalam sejarah, pada satu peperangan di masa kekhalifahan Abu Bakar, sebanyak 400 orang pembaca Alquran terbunuh.

Dari sini menjadi jelas bahwa para penghafal, pembaca, dan pengajar Alquran sedemikian banyaknya sehingga pada satu medan perang, mereka semuanya mati syahid. Alquran bukanlah sebuah kitab apkiran yang diletakkan di sudut rumah atau masjid yang terlupakan karena lumuran debu, sehingga ada seseorang yang mencoba untuk menambah atau menguranginya.

 Secara istilah, Alquran diartikan sebagai kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah  sendiri dengan perantara malaikat Jibril, dan membaca Alquran dinilai ibadah kepada Allah SWT.

 Alquran adalah murni wahyu dari Allah SWT, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad SAW. Alquran memuat aturan-aturan kehidupan manusia di dunia. Alquran merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Di dalam Alquran, terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Alquran merupakan petunjuk yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.

Akhirnya, mari kita berdoa kepada Allah agar kita tetap mencintai Alquran yang menjadi pedoman hidup kita ini.

“Ya Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu (laki-laki), anak dari hamba-Mu (perempuan). Ubun-ubunku berada di tangan-Mu, takdir-Mu berlaku atasku, dan ketetapan-Mu adalah adli. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang menjadi milik-Mu, Nama yang Engkau lekatkan sendiri untuk diri-Mu, atau yang Engkau sebutkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang diantara hamba-Mu (Nabi), atau yang Engkau sembunyikan di alam kegaiban-Mu; hendaknya Engkau menjadikan Alquran ini sebagai penyejuk hatiku, cahaya dalam dadaku, penghilang kesedihanku, dan penolak rasa gundahku.” (Diambil dari sebuah hadis yang sahih, dari riwayat Ibnu Hibban).

Bacalah doa ini banyak-banyak, berkali-kali setiap hari, agar Allah membuat hati kita cinta Alquran. Wallahu alam bis showab. (*/rus/k1)

Allah SWT berjanji akan menjaga langsung kemurnian Alquran

Senin , 02 Mar 2020, 23:24 WIB

Muhammad Rizki Triyana (Republika TV)

Allah SWT berjanji akan menjaga langsung kemurnian Alquran Membaca Alquran (ilustrasi)

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Alquran surat Al Hijr (15) ayat 9, Allah berfirman, ''Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Alquran dan Kami pula yang menjaganya.''

Baca Juga

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Alquran selama-lamanya hingga akhir zaman dari pemalsuan.

Karena itu, banyak umat Islam, termasuk di zaman Rasulullah SAW, yang hafal Alquran. Dengan adanya umat yang hafal Alquran, Alquran pun akan senantiasa terjaga hingga akhir zaman. 

Selanjutnya, demi memudahkan umat membaca Alquran dengan baik, mushaf Alquran pun dicetak sebanyak-banyaknya setelah melalui tashih (pengesahan dari ulama-ulama yang hafal Alquran). 

Alquran pertama kali dicetak pada 1530 Masehi atau sekitar abad ke-10 H di Bundukiyah (Vinece). Namun, kekuasaan gereja memerintahkan agar Alquran yang telah dicetak itu dibasmi. 

Kemudian, Hankelman mencetak Alquran di Kota Hamburg (Jerman) pada 1694 M atau sekitar abad ke-12 H. (Lihat RS Abdul Aziz, Tafsir Ilmu Tafsir, 1991: 49). Kini, Alquran telah dicetak di berbagai negara di dunia.

Pemeliharaan Alquran tak berhenti sampai di situ. Di sejumlah negara, didirikan lembaga pendidikan yang dikhususkan mempelajari Ulum Alquran (ilmu-ilmu tentang Alquran). 

Salah satu materi pelajaran yang diajarkan adalah hafalan Alquran. Di Indonesia, terdapat banyak lembaga pendidikan yang mengajak penuntut ilmu ini untuk menghafal Alquran, mulai dari pendidikan tinggi, seperti Institut Ilmu Alquran (IIQ) hingga pesantren yang mengkhususkan santrinya menghafal Alquran, di antaranya Pesantren Yanbuul Quran di Kudus (Jateng).  

Demi memotivasi umat untuk meningkatkan hafalannya, kini diselenggarakan Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ), dari tingkatan satu juz, lima juz, 10 juz, hingga 30 juz. ''Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.'' (HR Bukhari). 

Adanya lembaga penghafal Alquran ini maka kemurnian dan keaslian Alquran akan senantiasa terjaga hingga akhir zaman. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, para penghafal Alquran ini akan ditempatkan di surga.

  • Alquran
  • kemurnian alquran
  • khasiat alquran
  • keistmewaan alquran

sumber : Harian Republika

Ilustrasi Manuskrip Al Quran

Azas agama Islam yang hanif (lurus/benar) adalah Al-Quranul Karim dan sunnah/hadits Nabi Al-Amin (Shalallahu alahi wassalam). Al-Quran adalah kitab yang terpelihara dari sisi Allah Subhanahu wata’ala yang Mahatinggi dan Agung. Al-Quran dihafal dalam dada dan tertulis dalam tulisan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (TQS. Al-Hijr: 9)

Adapun sunnah (hadits Rasulullah Shalallahu alahi wassalam), keberadaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi, berkedudukan sebagai penjelas yang berasal dari Allah Subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)

Oleh karena itu, sunnah secara keseluruhan terpelihara dengan pemeliharaan-Nya, karena ia termasuk peringatan (zikir) dari peringatan (Al-Quran). (Tahqiq Al-Ba’its al-Hatsits, 1/7)

Al-Quran Selalu Terpelihara Lafadz dan Maknanya

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Dalam ayat yang mulia ini Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa Dia-lah yang menurunkan Al-Quran dan memeliharanya dari penambahan, pengurangan, maupun pengubahan (Asy-Syinqithi t, 2/225)

Allah Subhanahu wata’ala memelihara Al-Quran dari upaya syetan yang ingin menambahkan kebatilan ke dalamnya dan mengurangi kebenarannya, sehingga Al-Quran tetap terpelihara (Al-Qurthubi t (10/5) berdasarkan ucapan Qatadah dan Tsabit al-Bunani)

Al-Quran terpelihara saat diturunkan maupun setelahnya. Saat diturunkan, Allah Subhanahu wata’ala memeliharanya dari upaya setan yang ingin mencuri-curi beritanya. Adapun setelah diturunkan, Allah Subhanahu wata’ala menyimpannya di hati Rasulullah Shalallahu alahi wassalam, kemudian di hati umatnya. Allah Subhanahu wata’ala menjaga lafadz-lafadznya dari perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Allah Subhanahu wata’ala juga menjaga makna-maknanya dari perubahan dan penggantian. Tidak seorang pun yang berusaha memalingkan salah satu makna pada Al-Quran, melainkan Allah Subhanahu wata’ala pasti mendatangkan orang yang akan menjelaskan kebenaran yang nyata. Ini merupakan salah satu tanda keagungan ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala dan kenikmatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin. Di antara bentuk pemeliharaan Allah Subhanahu wata’ala terhadap Al-Quran juga adalah Dia (Subhanahu wata’ala) memelihara ahlul Quran dari musuh-musuh mereka. Allah Subhanahu wata’ala menyelamatkan mereka dari gangguan musuh. (asy-Syaikh as-Sa’di t, )

Ayat lain yang semakna di antaranya firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Yang tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan1, baik dari depan maupun dari belakangnya.” (Fushshilat: 42)

Juga firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu (membaca) Al-Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka itulah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah: 16—19)

Al-Imam Al-Baidhawi t (3/362) mengatakan, “Pada ayat ini terdapat bantahan terhadap sikap orang-orang kafir yang senantiasa mengingkari dan memperolok-olok Al-Quran. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wata’ala menguatkannya (Al-Quran) dengan firman-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Maksudnya, memeliharanya dari penyimpangan, baik huruf maupun makna, dan penambahan maupun pengurangan. Allah Subhanahu wata’ala menjadikan Al-Quran sebagai suatu keajaiban (mukjizat), guna membedakan apa yang tertera padanya dengan ucapan manusia.”

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Ath-Thabari t (14/8) berkata, “Allah Subhanahu wata’ala memelihara Al-Quran dari penambahan kebatilan yang bukan bagian darinya, atau pengurangan hukum, batasan, dan kewajiban yang seharusnya ada padanya.”

Hadits Nabi Juga Terpelihara Sebagaimana Terpeliharanya Al-Quran

“Sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu alahi wassalam dan Al-Quranul Karim berasal dari sumber yang sama. Hilang (tersia-siakan)nya sebagian hadits—yang merupakan penjelas bagi Al-Quran—adalah pendapat yang bertentangan dengan janji Allah Subhanahu wata’ala untuk memeliharanya.” (Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah)

Dengan demikian, sunnah Rasulullah Shalallahu alahi wassalam yang suci termasuk bagian dalam janji Allah Subhanahu wata’ala yang benar, yaitu benar-benar terpelihara dan terjamin. (Lihat An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Shalah 1/9)

Asas agama kita yang hanif adalah Al-Quranul Karim dan sunnah (hadits) Nabi Al-Amin. Al-Quran adalah kitab yang terpelihara dari sisi Allah Subhanahu wata’ala yang Maha tinggi dan Agung. Al-Quran dihafal dalam dada dan tertulis dalam tulisan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Adapun sunnah (hadits Rasulullah Shalallahu alahi wassalam), keberadaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi, berkedudukan sebagai penjelas yang berasal dari Allah Subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)

Oleh karena itu, sunnah secara keseluruhan terpelihara dengan pemeliharaan-Nya, karena ia termasuk peringatan (zikir) dari peringatan (Al-Quran). (Tahqiq Al-Ba’its al-Hatsits, 1/7)

Upaya dan Cara Umat Memelihara Al-Quran dan Hadits

Kaum muslimin sejak generasi pertama sangat memerhatikan pemeliharaan sanad-sanad syariat mereka dari Al-Quran dan As-Sunnah. Hal ini tidak dilakukan oleh umat sebelum munculnya Nabi Muhammad Shalallahu alahi wassalam.

Umat Rasulullah Shalallahu alahi wassalam menghafal dan meriwayatkan Al-Quran dari Rasulullah Shalallahu alahi wassalam secara mutawatir. Ayat demi ayat, kalimat demi kalimat, huruf demi huruf, terpelihara dalam dada dan dikukuhkan dengan tulisan pada mushaf (Al-Quran). Sampai-sampai mereka meriwayatkan berbagai sisi pengucapannya berdasarkan dialek qabilah. Mereka juga meriwayatkan jalan penulisan (bentuk huruf) dalam mushaf. Mereka menulis kitab yang panjang lagi sempurna dalam hal ini. (Asy-Syaikh Ahmad Syakir t)

Mereka juga menghafal dari Nabi mereka, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, semua ucapan, perbuatan, dan keadaan beliau. Beliau Shalallahu alahi wassalam adalah penyampai (syariat) dari Rabbnya, penjelas syariat-Nya. Beliau Shalallahu alahi wassalam diperintahkan untuk melaksanakan agama-Nya. Setiap ucapan dan keadaan beliau adalah penjelas bagi Al-Quran. Beliau adalah seorang rasul yang ma’shum dan menjadi suri teladan yang baik bagi umatnya. Allah Subhanahu wata’ala menerangkan sifat Beliau Shalallahu alahi wassalam:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3—4).

Juga firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
(An-Nahl: 44)

Juga firman Allah Subhanahu wata’ala:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian.”
(Al-Ahzab: 21)

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash c menulis segala sesuatu yang dia dengarkan dari Rasulullah Shalallahu alahi wassalam. Orang-orang Quraisy pun melarangnya. Akhirnya, Abdullah bin Amr c mengadukan hal itu kepada Rasulullah Shalallahu alahi wassalam. Beliau Shalallahu alahi wassalam pun bersabda, “Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah terucap dariku kecuali semata-mata kebenaran.”2

Pada haji wada’, Rasulullah Shalallahu alahi wassalam memerintahkan kaum muslimin secara umum untuk menyampaikan dari Beliau Shalallahu alahi wassalam, sebagaimana sabda beliau:

“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena orang yang hadir bisa jadi dia menyampaikan kepada orang lain, namun orang lain tersebut lebih memahami hadits itu daripada dirinya.”3

Demikian pula sabda Beliau Shalallahu alahi wassalam:

“Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena bisa jadi orang yang disampaikan (hadits kepadanya) lebih memahami daripada orang yang mendengar (hadits itu secara langsung).”4

Dari penjelasan ini, kaum muslimin memahami bahwa mereka wajib memelihara segala sesuatu yang datang dari Rasul mereka Shalallahu alahi wassalam. Mereka pun melakukannya serta menunaikan amanah sesuai yang diminta. Mereka meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah Shalallahu alahi wassalam, baik secara mutawatir dari sisi lafadz dan makna, atau dari sisi makna saja, atau secara masyhur dengan sanad-sanad yang sahih (yang kukuh), yang diistilahkan oleh ulama ahli hadits dengan hadits sahih atau hasan….” (Lihat Al-Ba’its Al-Hatsits, 1/70—71)

Sanad, Kekhususan Umat Ini

Sanad merupakan kekhususan yang mulia yang dimiliki umat ini. Kekhususan ini tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya. Sanad termasuk bagian agama yang agung kedudukannya. (catatan redaksi : Sanad adalah silsilah (rentetan) para perawi yang menyambungkan kepada Matan. Dan Matan adalah perkataan yang terdapat di akhir Sanad itu. Dengan bahasa lugasnya, Sanad adalah jalur transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks atau nash yang terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam.)

Dalam kitab Tarikh Baghdad, al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya, pada biografi Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Amin al-Bukhari, sampai kepada Abdan, salah seorang murid Abdullah bin al-Mubarak. Beliau t berkata, “Aku mendengar Abdullah bin al-Mubarak berkata:

“Sanad itu menurutku termasuk bagian agama. Kalau bukan karena sanad, semua orang bisa berkata apa pun yang dia kehendaki’.”

Ucapan Al-Imam Ibnul Mubarak ini termasuk kalimat yang terbaik dan terbagus untuk menunjukkan kedudukan sanad dalam agama.

Al-Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi t mengatakan dalam kitabnya, Ma’rifat Ulumul Hadits, setelah menyebutkan ucapan Abdullah bin al-Mubarak di atas, “Kalau bukan karena sanad, upaya para ulama hadits mencarinya, dan ketekunan mereka menghafalnya, akan hilanglah panji-panji Islam. Para pelaku kesyirikan dan kebid’ahan akan semakin kokoh memalsukan hadits-hadits dan memutarbalikkan sanad, karena apabila hadits-hadits Rasulullah Shalallahu alahi wassalam kosong dari sanad, jadilah ia sebagai hadits yang terputus.”

Ketika menafsirkan ayat:

“Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar dan bagi kaummu.” (Az-Zukhruf: 44)

Al-Imam Malik t berkata, “Maknanya adalah ucapan seorang rawi, ‘Ayahku telah menyampaikan kepadaku dari kakekku’.”

Abdullah bin Mubarak juga berkata, “Permisalan seseorang yang mencari urusan agamanya tanpa sanad seperti orang yang memanjat atap tanpa tangga.”

Beliau saw. berkata juga, “Pembeda antara kita dengan kaum itu adalah qawain.”

‘Qawain’ adalah sanad sedangkan ‘kaum itu’ ialah ahlul bid’ah dan yang menyerupai mereka.

Sufyan ats-Tsauri t mengatakan, “Sanad itu senjata orang mukmin. Apabila seorang mukmin tidak memiliki senjata, dengan apa dia melawan musuh?”

Beliau juga berkata, “Sanad itu perhiasan bagi hadits. Barang siapa yang memerhatikannya, ia telah beruntung. (lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, tahqiq Khalil Makmun Syiha 1/28—30)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Qatadah berkata, “Kebatilan di sini adalah Iblis. Allah Subhanahu wata’ala yang menurunkan Al-Quran dan kemudian memeliharanya, sehingga Iblis tidak mampu menambahkan kebatilan dan mengurangi kebenaran darinya. (Lihat Tafsir Ad-Durrul Mantsur 5/66) HR. Al-Imam Ahmad dalam Al-Musnad (2/162) dengan sanad yang sahih. Abu Dawud, Al-Hakim, dan yang lainnya juga meriwayatkan yang semakna dengan hadits ini. HR. Al-Imam Al-Bukhari dan lainnya.

HR. Al-Imam Al-Bukhari dan lainnya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA