Apakah terjadi perbedaan kekayaan SDA antar provinsi di Indonesia

KEKAYAAN sumber daya alam (SDA) suatu wilayah memang tidak selalu berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan sebaliknya, dapat merugikan jika tidak dikelola dengan baik. Gejala ini dikenal dengan kutukan SDA atau natural resource course.

"Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Hasil studi Rahma (2019) menemukan bahwa kutukan SDA juga terjadi di provinsi-provinsi Indonesia. Penyebab terjadinya kutukan SDA antara lain karena korupsi pada birokrasi pemerintah, masalah kapasitas dan integritas kepala daerah, dan masalah dalam perizinan," ungkap ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan saat memaparkan hasil hasil survei LSI bertajuk Persepsi Publik atas Pengelolaan dan Potensi Korupsi Sektor Sumber Daya Alam, Minggu (8/8).

Menurut dia, studi tersebut hanya dilakukan pada sektor pertambangan. Namun temuannya memberi gambaran tentang kekayaan SDA justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi karena korupsi di Indonesia.

Sejauh ini, lanjut Djayadi, masalah korupsi dan pelanggaran lain, khususnya pada sektor SDA, telah beberapa kali muncul ke permukaan. Misalnya, kasus papa minta saham yang melibatkan eks Ketua DPR Setya Novanto dan PT Freeport Indonesia pada 2015 atau kasus ekspor benih lobster yang melibatkan bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhi Prabowo pada 2020.

"Namun, seiring dengan memudarnya pemberitaan tentang kasus-kasus tersebut, seolah memudar pula perhatian publik tentang potensi korupsi SDA. Padahal, potensi korupsi di bidang SDA masih besar dan publik perlu mengetahuinya," terangnya.

Untuk mengetahui persepsi publik tentang pengelolaan dan praktik korupsi yang terjadi pada sektor SDA, LSI menyelenggarakan Survei Opini Publik Nasional tentang Pengelolaan dan Korupsi SDA. "Subsektor SDA yang diteliti mencakup tiga subsektor yang memiliki potensi besar di Indonesia, yakni pertambangan, perkebunan, dan perikanan/sumber daya laut," ujarnya.

Selain itu, persepsi publik yang hendak diketahui juga spesifik pada publik di empat wilayah provinsi berdasarkan kekayaan SDA tercermin dari Dana Bagi Hasil (DBH) dari SDA 2019 serta tingkat korupsi tercermin dari kasus terpidana korupsi per 100 ribu penduduk. Salah satu wilayah yang kaya SDA dan tinggi tingkat korupsi fokus pada Kalimantan Timur.

Wilayah yang kaya SDA dan rendah tingkat korupsi fokus pada Sumatra Selatan. Wilayah yang tidak kaya SDA dan tinggi tingkat korupsi fokus pada Sulawesi Utara. Terakhir wilayah yang tidak kaya SDA dan rendah tingkat korupsi fokus pada Jawa Tengah. "Dengan survei di keempat wilayah tersebut, kami dapat memperoleh gambaran tentang variasi persepsi publik dari wilayah yang memiliki perbedaan profil," jelasnya.

Baca juga: Ketimpangan Sumber Daya Alam Antarprovinsi masih Masalah

Melalui penelitian ini, kata Djayadi, masyarakat dan pengambil kebijakan dapat mengetahui gambaran persepsi publik tentang potensi korupsi dan pengelolaan SDA. "Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan serta rekomendasi kebijakan untuk meminimalkan korupsi di sektor SDA," pungkasnya. (OL-14)

Korupsi pertumbuhan ekonomi Survei Lembaga Survei Sumber Daya Alam

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA