Apakah penyakit autis bisa disembuhkan

SuaraLampung.id - Bagi anda yang memiliki anak autis jangan khawatir anak tersebut tidak bisa sembuh. Anak menderita autis bisa hidup normal asalkan menjalani terapi secara optimal. 

Psikiater dan Ketua Yayasan Autisma Indonesia dr. Melly Budhiman mengatakan bahwa dengan terapi yang optimal, anak autis dapat pulih dan hidup normal.

"Kalau ditangani sejak dini, betul-betul ditangani dengan baik, dia berkembang dan gejala-gejalanya makin berkurang. Nah kalau sudah besar, dia sudah mulai bisa komunikasi, mulai bisa main dengan temannya, perilakunya tidak aneh-aneh lagi, ya dapat kita katakan anak itu sudah pulih," kata dia saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis (8/4/2021).

Melly menuturkan ada banyak anak autis yang tumbuh dewasa dan menjadi sosok yang berprestasi dan berhasil dalam kehidupan mereka.

Baca Juga:Usai Dewasa, Masih Perlukah Anak Autis Didampingi?

"Kalau IQ-nya normal, ada juga yang sudah jadi dokter lho, jadi insinyur, jadi sarjana pendidikan, arkeolog, (ilmuwan) matematika murni," katanya.

Pihaknya menegaskan anak autis bisa berasal dari berbagai kalangan dan hal ini tidak berkaitan dengan tingkat ekonomi keluarga.

Oleh karena itu, ia meminta para orang tua untuk memperhatikan perkembangan anaknya sejak dini dan memeriksakannya ke dokter atau ke klinik tumbuh kembang jika merasa anaknya mengalami keterlambatan perkembangan.

Ia mengatakan perkembangan anak yang terlambat merupakan salah satu ciri anak mengalami autisme.

Melly menjelaskan beberapa ciri anak autis di antaranya terlambat dalam perkembangan komunikasi, sosialisasi, dan perilaku.

Baca Juga:Anak Autis Tidak Terapi? Lakukan 2 Kegiatan Simpel Ini di Rumah

"Terlambat dalam perkembangan komunikasi, terlambat dalam perkembangan sosialisasi dan terlambat dalam perkembangan perilaku, itu (autisme) sudah bisa didiagnosa pada umur dua tahun," kata pakar autisme ini. (ANTARA)

Dokter Rudy Sutadi memperhatikan tingkah bocah 4 tahun di hadapannya yang tampak sangat aktif. Ada saja yang dikerjakannya. Larangan orang tua si bocah seolah dianggap angin lalu.

“Seperti inilah ciri-ciri anak autis, semuanya sama,” kata konsultan penyakit autis ketika ditemui BeritaBenar di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu, 10 Maret 2018.

Bila sudah begini, lanjutnya, orang sekitar harus mampu menciptakan rasa nyaman bagi penderita autis.

Tutur kata lemah lembut untuk membuat proses pendekatan dapat berjalan lancar.

Lalu, Rudy mengenalkan satu per satu perbendaharaan kalimat kepada si bocah. Setiap kalimat dilafalkan berulang-ulang agar tertanam di alam pikiran anak autis.

“Terapis pengenalan satu kata bisa membutuhkan waktu sebulan, tergantung kondisi anak dan usianya,” paparnya.

Itulah metode applied behavior analysis (ABA) yang fokus mengajarkan anak autis lancar bicara, akademik dan interaksi sosial.

Terapi tersebut ditunjang dengan biomedical intervention therapy (BII) atau pemberian suplemen, obat-obatan dan diet ketat.

Terapis bertujuan agar pasien autis memiliki kemampuan komunikasi pada lawan bicara.

Saat anak autis telah mampu berkomunikasi, kata Rudi yang merupakan seorang dokter anak, menjadi titik awal pengajaran seperti materi anak normal.

“Anak autis terkesan IQ-nya di bawah anak bodoh. Padahal tidak benar, mereka hanya tak memahami apa yang kita sampaikan,” paparnya.

Autis adalah gangguan nerobiologis dengan gejala kesulitan interaksi sosial, komunikasi verbal - non verbal dan perilaku berulang.

Di Indonesia, jumlah penderita autis diperkirakan mencapai 1,5 juta orang.

Menurut Rudi, banyaknya penderita autis akibat imbas negatif perkembangan teknologi dan polusi industri, zat kimia makanan, kosmetik hingga pengharum ruangan, sehingga tanpa sengaja memapar metabolisme kandungan ibu hamil.

Beberapa kajian menyimpulkan, metabolisme tubuh penderita autis tak kebal terhadap susu, keledelai, gandum, jagung, gula dan bumbu penyedap.

Setelah semua program membuahkan hasil, anak autis disarankan menjalani pendidikan reguler dengan tetap didampingi. Secara bertahap, pendampingan ditinggalkan sesuai kemampuan anak.

“Biasanya sudah tidak didampingi saat kelas 6 SD. Proses terapi juga dikurangi secara bertahap,” sebutnya.

Rudy menjamin, terapi yang dikembangkannya memberi kesembuhan 100 persen bagi pasien autis. Tercatat, 31 dari 90 pasien autis yang ditanganinya dinyatakan sembuh total.

“Pasien tersisa akibat orang tua tidak disiplin menjalankan program diet, terapi hingga konsumsi suplemen,” paparnya, seraya menambahkan butuh waktu minimal tiga tahun untuk menjalani terapi tersebut.

“Biaya terapis autis harus diakui sangat mahal. Apalagi prosesnya bertahun-tahun,” ujarnya.

Meragukan

Sukartini, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kaltim meragukan klaim Rudy, dengan menyatakan, autis merupakan kelainan genetis perkembangan sistem syaraf bawaan yang belum ditemukan penanganan ilmiahnya.

“Kalau saya ragu penyakit autis bisa disembuhkan 100 persen,” kata Sukartini kepada BeritaBenar.

Menurutnya, ilmu kedokteran hanya mampu mengupayakan perilaku autis mendekati anak normal dan dalam kesehariannya, pasien autis masih menunjukkan gejala perilaku bawaan kelainan kelainan ini.

“Perlu dipastikan lagi, apakah benar anak ini autis atau tidak. Saya tetap ragu penyakit autis bisa sembuh sempurna. Kalau mendekat normal bisa saja terjadi,” tegasnya.

Kementerian Kesehatan menyatakan, kelainan autis masih tetap menjadi misteri dalam penangannya karena hingga kini belum ditemukan cara ilmiah dalam pengobatannya.

“Belum ada penanganan medis paling tepat menangani permasalah autis,” kata Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, Fidiansyah saat dihubungi, Kamis.

Beberapa dokter memang menerapkan terapi metode ABA dan BII dalam pengobatan autis.

Namun dalam beberapa kejadian, menurut Fidiansyah, metode terapis ini tidak mampu mengobati permasalahan autis anak hingga sembuh total.

Demikian pula menyangkut metode diet makanan yang menjadi pantangan anak-anak autis karena beberapa pakar kesehatan dan gizi menyebutkan soal pelaksanaannya tidak ada kaitan dalam penyembuhan autisme.

“Kesepakatannya masih belum solid menyimpulkan cara-cara penanganannya,” ujarnya.

Berapa lama autis hidup?

Apa itu autisme? Autis, atau gangguan spektrum autisme, adalah gangguan perkembangan sistem saraf yang memengaruhi komunikasi dan perilaku seseorang. Kondisi ini berlangsung seumur hidup jika tidak mendapat terapi secara optimal.

Penyakit autis disebabkan oleh apa?

Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), autisme disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Penelitian terbaru mengonfirmasi beberapa kelainan genetik yang dapat memengaruhi seseorang terhadap autisme. Beberapa gen telah terlibat.

Berapa tahun anak autis bisa bicara?

Anak dengan autisme mungkin saja belum bisa bicara ketika mencapai usia dua tahun. Dalam tahap perkembangan anak, seharusnya anak mulai berbicara dan berbahasa pada usia 12 bulan. Kata pertama yang sering diucapkan adalah sebutan untuk orangtua, seperti “mama” dan “ibu”.

Apakah orang normal bisa jadi autis?

Pemerhati disabilitas sekaligus pemilik Lembaga Putrakami Batam, Yuli Everi mengatakan perubahan zaman ternyata bisa serta merta menjadi penyebab anak-anak menjadi autis. Anak-anak yang awalnya terlihat normal bisa menjadi autis karena disebabkan oleh pola asuh orang tua yang salah.

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA