Apa yang dimaksud dengan siyasah

A .    DEFINISI SIYASAH SYAR’IYAH

Secara sederhana siyasah syar’iyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.

Khallaf merumuskan siyasah syar’iyah dengan:

Pengelolaan masalah-masalah umum bagi pemerintah islam yang menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat islam,dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip umumnya, meskipun tidak sejalan dengen pendapat para ulama mujtahid.[1]

Definisi ini lebih dipertegas oleh Abdurrahman taj yang merumuskan siyasah syariyah sebagai hukum-hukum yang mengatur kepentingan Negara, mengorganisasi permasalahan umat sesuai dengan jiwa (semangat) syariat dan dasar-dasarnya yang universal demi terciptanya tujuan-tujuan kemasyarakatan, walaupun pengaturan tersebut tidak ditegaskan baik oleh Al-Qur’an maupun al-sunah.[2]

Bahansi merumuskan bahwa siyasah syar’iyah adalah pengaturan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan tuntutan syara. Sementara para fuqaha, sebagaimana di kutip khallaf, mendefinisikan siysah syariyah sebagai kewenangan penguasa/pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan politik yang mengacu kepada kemaslahatan melalui peraturan yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, walaupun tidak terdapat dalil yang khusus untuk hal itu.

Dengan menganalisis definisi-definisi yang di kemukakan para ahli di atas dapat ditemukan hakikat siyasah syar’iyah, yaitu:

  1. Bahwa siyasah syar’iyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia.
  2. Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan(ulu ai-amr)
  3. Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
  4. Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan ddengan syariat islam.

Berdasarkan hakikat siyasah syar’iyah ini dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber pokok siyasah syar’iyah  adalah al quran dan ai sunnah. Kedua sumber inilah yang menjadi acuan bagi pemegang pemerintahan untuk menciptakan peraturan-peraturan perundang-undangan dan mengatur kehidupan bernegara.

Istilah Fiqh Siyasah merupakan tarqib idhafi atau kalimat majemuk yang terdiri dari dua kata, yakni fiqh dan siayasah. Secara etimologis, Fiqh merupakan bentuk mashdar(gerund) dari tashrifan kata fiqha-yafqahu-fiqhan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat memahami tujuan ucapan dan atau tindakan tertentu.

Sedangkan secara terminologis, fiqh lebih popular di definisikan sebagai berikut: Ilmu tentang hokum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya yang rinci.

Sementara mengenai asal kata siyasah  terdapat dua pendapat. Pertama, sebagaimana di anut AL-Maqrizy menyatakan, siyasah berasal dari bahasa mongol, yakni dari kata yasah yang mendapat imbuhan huruf sin berbaris kasrah di awalnya sehingga di baca siyasah. Pendapat tersebut di dasarkan kepada sebuah kitab undang-undang milik jengish khan yang berjudul ilyasa yang berisi panduan pengelolaan Negara dengan berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku tindak pidana tertentu.

Kedua, sebagaimana di anut Ibn Taghri Birdi, siyasah berasal dari campuran tiga bahasa, yakni bahasa Persia,turki dan mongol.

Ketiga, semisal dianut Ibnu manzhur menyatakan, siyasah berasal dari bahasa arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sasa-yasusu-siyasatun, [3] yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususnya kuda. Sejalan dengan makna yang disebut terakhir ini, seseorang yang profesinya sebagai pemelihara kuda.

Sedangkan secara terminologis banyak definisi siyasah yang di kemukakan oleh para yuridis islam. Menurut Abu al-Wafa Ibn ‘Aqil, siyasah adalah sebagai berikut:

“Siyasah berarti suatu tindakan yang dapat mengantar rakyat lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan , kendati pun Rasulullah tidak menetapkannya dan Allah juga tidak menurunkan wahyu untuk mengaturnya”

Dalam redaksi yang berbeda Husain Fauzy al-Najjar mendefinisikan siyasah sebagai berikut:

“siyasah berarti pengaturan kepentingan dan pemeliharaan kemaslahatan rakyat serta pengambilan kebijakan (yang tepat) demi menjamin terciptanya kebaikan bagi mereka.

Dan definisi yang paling ringkas dari Ibn Manzhur tentang siyasah adalah “ mengatur sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan.”

Setelah di uraikan definisi fiqh dan siyasah, baik secara etimologis maupun terminologis, perlu juga kiranya di kemukakan definisi fiqh siyasah. Penting dicatat, di kalanagn teoritisi politik islam, ilmu fiqh siyasah itu sering juga di sinonimkan denganilmu siyasah syar’iyyah. Sebagaimana dijelaskan di atas dapat di tarik kesimpulan, fiqh siyasah adalah ilmu tata Negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk beluk pengaturan kepentingan ummat manusia pada umumnya dan Negara pada khususnya, berupa penetapan hokum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghadirkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kejidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalaninya.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukn ruang lingkup kajian fiqh siyasah.diantaranya ada yang menetapkan lima bidang. Namun ada pula yang menetapkan kepada empat atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama yang membagi ruang lingkup kajian fiqh siyasah menjadi delapan bidang.

Menurul al mawardi, ruang lingkup kajian fiqh siyasah mencakup:

  1. Kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan (siyasah dusturiyah).
  2. Ekonomi dan militer (siyasah maliyah)
  3. Peradilan (siyasah qadha’iyah)
  4. Hukum perang (siyasah harbiah).
  5. Administrasi negara (siyasah idariyah).[4]

Sedangkn ibn taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian yaitu:

  1. Peradilan.
  2. Administrasi negara.
  3. Moneter
  4. Serta hubungan internasional[5]

Sementara Abdul wahhab khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja yaitu:

  1. Peradilan.
  2. Hubungan internasional
  3. Dan keuangan negara

Berbeda  dengan tiga pemikirandi atas, T.M. Hasbi malah membagi ruang lingkup fiqh siyasah menjadi delapan bidang yaitu:

  1. Politik pembuatan perundang-undangan.
  2. Politik hukum.
  3. Politik peradilan.
  4. Politik moneter/ekonomi.
  5. Politik administrasi.
  6. Politik hubungan internasional.
  7. Politik pelaksanaan perundang-undangan.
  8. Politik peperangan.[6]

Berdasaran perbedaan pendapat di atas, pembagian fiqh siyasah dapat di sederhanakan menjadi tiga bagian pokok.

Pertama politik perundang-undangan(al-siyasah al-dusturiyah). Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum (tasyri’iyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (qadha’iyah) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atauaksekutif.

Kedua, politik luar negeri (al-siyasah al-kharijiah). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga muslim dengan warga negara non-muslim (al-siyasah al-duali al-‘am) atau disebut juga dengan hubungan internasional.

Ketiga, politik keuangan dan moneter (al-siyasah al-maliyah). Permasalahan yang termasuk dalam siyasah maliyah ini adalah negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.

  1. SEJARAH MUNCULNYA FIQH SIYASAH

Pada dasarnya fiqh islam/ politik islam bersumber dari al-Quran, hadis serta rasio dan praktek kenegaraan yang terjadi baik pada masa nabi, khulafaurrasyidun, bani umayah dan abbasiah.pembukuan dan perumusan secara sistematis tentang siyasah syar’iyyah baru pada masa khalifah al-Mu’tashim pada (218-228 bertepatan 883-824 M), dengan munculnya buku Suluk al-Malik fi Tadbir al-Mamalik (Prilaku Raja dalam pengaturan Kerajaan-Kerajaan) oleh Ibn Abu Rabi’ (227 H atau 842 M) terus di teruskan dan bermunculan kitab-kitab baru pada abad 18 dan 19 san, seperti karangan Al Mawardi (364-450 H/975-1058) dengan bukunya al-Ahkam al-Sulthaniyyah atas permintaan khalifah al-Qadir dan juga karangan Ibnu Taymiyyah (661-782 H)  Al-Siyasah al-Syari’ah fi Ishlah al-Ra’iyyah.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan Pada abad ke 20 muncul istilah-istilah keilmuan baru yakni: ‘ilm al-siyasah al-syai’ah, al-fikr al siyasi al islami ( Islamic political thought) dll. Karena politik ini lenih banyak terkait dengan aktivitas mukallaf(af’alil-mukallifin), maka al-fiqh al-siyasi (fiqih politik), al fiqh al-dusturi (constitutional law),  atau fiqh al-dawlah (hokum ketatanegaraan).

DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007

Syarif, Mujar Ibnu. Fiqh Siyasah, Doktrin dan Pemikiran politik islam,Jakarta : Erlangga, 2008.

[1] Abdul Wahab Khalaf, op. cit, hal. 15.

[2] Abdurrahman taj, Al-siyasah al-Syar’iyah wa al-Fiqh al-Islami,(mesir:mathba’ah Dar al-Ta’lif,1993, hal. 10.

[3]  Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab Jilid 6 (bierut : Dar al-Shadir, 1986), hal. 108.

[4] Pembagian ini diuraikan dalam kitabnya al-ahkam al-sulthaniah

[5] Ibn Taimiyah, al-siyasah al syar’iyah fi ishalah al-ra’i wa al-ra’iyah

[6] T.M. Hasbi ash-Shiddiqy, pengantar siyasah syari’iyah, (Yogyakarta:Madah,t.tp.),8.

Ahad , 26 Feb 2012, 06:15 WIB

Rep: Nidia Zuraya Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia ZurayaMenurut Prof Ahmad Sukardja, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Ajaran, fikih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa hukum, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan ajaran Islam. ‘’Dalam istilah dunia modern fikih siyasah ini disebut juga sebagai ilmu tata negara yang berdasarkan ajaran Islam,’’ ujar Prof Sukardja.  Dalam Alquran terdapat sejumlah ayat yang mengandung petunjuk dan pedoman hidup atau prinsip dan tata nilai etika tentang cara hidup bermasyarakat dan bernegara.Alquran mengajarkan  antara lain prinsip tauhid, permusyawaratan, ketaatan kepada pimpinan, persamaan, keadilan, kebebasan beragama, dan sikap saling menghormati antarsesama manusia. Tetapi Alquran tidak menetapkan satu sistem pemerintahan yang baku yang harus dianut umat Islam, kapan dan di mana pun mereka berada. Kajian mengenai sistem dan tatalaksana pemerintahan itu berkembang dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu masa ke masa yang lain, sesuai dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda.Hal-hal yang menyangkut ketatanegaraan ini bisa ditemukan dalam fikih (hukum) Islam, yang sumber utamanya adalah Alquran dan sunah. Istilah yang digunakan untuk menyebut bidang ini adalah fikih siyasah. Istilah lainnya adalah siyasah syar'iyyah al-khilafah (pemerintahan), dan al-ahkam as-sultaniyah (hukum pemerintahan). Menurut Abdurrahman Taj dalam tulisannya yang bertajuk as-Siyasah al-Syar'iyyah wa al-Fiqh al-Islami, siyasah dilihat dari sumbernya dapat dibagi dua, yaitu siyasah syar'iyyah dan siyasah wad'iyyah.

* Siyasah Syar'iyyah

Secara etimologis, siyasah syar'iyyah dapat diartikan sebagai peraturan atau politik yang bersifat syar'i, yaitu suatu bentuk kebijakan negara yang sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya (peraturan islami).Abdurrahman Taj berpendapat bahwa setiap umat atau bangsa di berbagai penjuru dunia boleh mempunyai politik dan hukum yang spesifik sesuai dengan adat, tatanan kehidupan, dan tingkat kemajuannya.Menurutnya, yang dimaksud dengan siyasah syar'iyyah adalah nama bagi hukum yang digunakan untuk mengatur alat kelengkapan negara dan urusan masyarakat yang sejalan dengan jiwa dan prinsip dasar syariat yang universal guna merealisasikan cita-cita kemasyarakatan, kendati hal itu tidak ditunjukkan oleh nas tafsili (terperinci) dan juz'i (partikular), baik dalam Alquran maupun dalam sunah. Menurut Ibnu Aqil, ahli fikih dari Baghdad,  siyasah syar'iyyah adalah suatu tindakan yang secara praktis membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan, kendatipun Rasulullah SAW sendiri tidak menetapkannya dan wahyu mengenai hal itu tidak turun.Dari dua definisi siyasah syar'iyyah tersebut dapat dipahami bahwa para pemegang tampuk kekuasaan (pemerintah, ulil amri, atau wulat al-amr) di samping memiliki kompetensi untuk menerapkan hukum Allah, juga memiliki kewenangan untuk membuat berbagai peraturan hukum berkenaan dengan hal yang tidak diatur syariat secara eksplisit dan terperinci.Untuk itu diperlukan kajian ijtihad sebagai penjelasan lebih lanjut terhadap tuntutan nas, dan sebagai jawaban terhadap berbagai persoalan yang secara langsung belum tersentuh oleh kedua sumber hukum utama yakni Alquran dan hadis.

* Siyasah Wad'iyyah

Yang dimaksud dengan siyasah wad'iyyah adalah perundang-undangan yang dibuat sebagai instrumen untuk mengatur seluruh kepentingan masyarakat. Dari definisi tersebut bisa dikatakan bahwa bentuk formal dari siyasah wad'iyyah berupa berbagai bentuk kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan negara dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Sementara subjek pembuat berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan adalah institusi yang berwenang dalam suatu negara. Dan, tujuan dari pembuatan peraturan kebijakan adalah terciptanya keteraturan tata tertib kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, sehingga cita-cita negara yang didambakan dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata. Bentuk formal siyasah wad'iyyah dalam konteks negara Indonesia adalah bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari yang paling tinggi (UUD 1945) sampai yang paling rendah, yaitu peraturan pelaksana. Subjek pembuatnya adalah lembaga yang berwenang, antara lain MPR, DPR, dan presiden. Tujuan yang hendak dicapai adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.

Lalu dapatkah peraturan perundang-undangan yang bersumber dari manusia dan lingkungannya itu bernilai dan dikategorikan sebagai siyasah syar'iyyah? Jawabannya dapat, dengan syarat peraturan buatan penguasa yang bersumber dari manusia dan lingkungannya itu sejalan atau tidak bertentangan dengan Syariat

  • fikih
  • siyasah
  • fikih siyasah
  • politik
  • islam
  • muslim

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA