Apa yang dimaksud beribadah dan bersyukur?

You're Reading a Free Preview
Pages 7 to 15 are not shown in this preview.

Kapanlagi.com - Syukur atau bersyukur merupakan sebuah bentuk batin yang harus dimiliki oleh seseorang. Dengan memiliki rasa syukur, kita akan menjadi manusia yang lebih bahagia. Rasa syukur diajarkan oleh setiap agama, termasuk agama Islam. Bagi seorang muslim, apapun yang terjadi di dunia ini harus disyukuri. Jelaskan arti bersyukur secara Islami tentu bisa membantu kita untuk memahami arti bersyukur itu sendiri.

Bahkan dalam Islam, rasa syukur merupakan sebuah ibadah pada Allah SWT. Selalu bersyukur juga membuat kita menjadi seorang muslim yang selalu berpikir positif pada Allah SWT. Rasa syukur tidak hanya diucapkan dari lisan saja, namun perlu dirasakan oleh hati dengan tulus dan ikhlas. Dengan bersyukur kita akan mudah bahagia, karena mudah merasa senang oleh apapun yang terjadi walaupun dengan hal sederhana.

Untuk itu bagi KLovers yang ingin mengetahui arti bersyukur, berikut ini jelaskan arti bersyukur beserta dengan penjelasan hadist-nya secara Islami, yang dilansir dari berbagai sumber.

1. Pengertian Bersyukur

Ilustrasi (credit: Pexels)

Secara bahasa, syukur berasal dari kata "syakara-yasykuru-syukran" yang bermakna kata "pujian karena mendapatkan sesuatu". Rasa syukur adalah gambaran kenikmatan dan menampakannya di permukaan, ada banyak cara mengucapkan rasa syukur dalam Islami, seperti berdoa, berdzikir, dan selalu berpikir positif pada Allah SWT.

Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang pandai bersyukur. Lawan dari syukur sendiri adalah kufur nikmat, yaitu sifat enggan untuk menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang telah didapatkan adalah dari Allah Ta'ala. Manusia yang tidak pandai bersyukur akan sulit merasakan sebuah kebahagiaan.

Hal ini karena mereka selalu merasa kurang dengan apa yang mereka miliki ataupun dapatkan. Biasanya orang-orang seperti ini hanya mementingkan kebahagiaan duniawi saja, namun tidak memperdulikan hal-hal untuk akhirat. Padahal rasa syukur merupakan kunci manusia bisa hidup tenang dan bahagia.

2. Rasa Syukur Dalam Hadist

Ilustrasi (credit: Pexels)

Bukan hanya jelaskan arti bersyukur saja, namun dalam hadist juga banyak jelaskan arti bersyukur. Ya, rasa syukur ini banyak ditemukan dalam berbagai hadist yang bisa kalian pahami. Dan berikut ini rasa syukur dalam hadist yang dapat kalian ketahui:

1. Hadist Ibnu Majah

Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan "Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimusshalihaat." Sedangkan ketika menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan "Alhamdulillah ala kulli haal."

2. Hadist Ibnu Abbas

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda,"Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu olehnya, yaitu kesehatan dan waktu luang."

3. Hadist Imam Al Ghazali

Rasulullah bersabda,"Barangsiapa yang mengatakan subhanallah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaha illallah, maka baginya 20 kebaikan. Barangsiapa mengucapkan Alhamdulillah, maka baginya 30 kebaikan."

4. QS Alam Nasyrah

Firman Allah SWT: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" - (QS Alam Nasyrah : 5-6).

5. QS Al Baqarah

Allah SWT berfirman: "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (QS Al Baqarah : 152).

6. QS Ibrahim

Allah SWT berfirman: "Barang siapa yang bersyukur atas nikmatku kata Allah, niscaya aku akan menambahn nikmat itu. Akan tetapi barang siapa yang kufur atas nikmat Ku kata Allah, maka azab ku sangatlah pedih." - (QS Ibrahim: 7).

7. QS Al Baqarah

Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al Baqarah: 172).

3. Cara untuk bersyukur

Ilustrasi (credit: Pexels)

Sudah di jelaskan arti bersyukur beserta penjelasannya dalam sebuah hadist, tentu kita juga perlu tahu cara untuk bersyukur. Ada banyak cara untuk seorang muslim dalam bersyukur. Dan berikut ini cara untuk bersyukur yang bisa kalian lakukan:

1. Qana'ah

Qana'ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana'ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah SWT.

2. Sujud Syukur

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan dalam rangka mengucap syukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan.

3. Berdzikir

Dzikir merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan rasa syukur Anda kepada Allah SWT.

4. Bersyukur dengan Lisan

Cara bersyukur kepada Tuhan ini memang sering dilakukan yaitu dengan mengucapkan "Alhamdulillah". Mengucapkan rasa syukur ini juga menjadi sebuah bentuk kebahagiaan.

5. Bersyukur dengan Hati

Cara bersyukur kepada Tuhan yang terakhir adalah dengan menyadari bahwa segala nikmat dan rezeki yang didapatkan semata-mata merupakan karunia dan kemurahan dari Tuhan. Cara bersyukur kepada Tuhan dengan hati bisa membawa seseorang kepada sikap untuk menerima karunia-Nya.

Itulah bagaimana jelaskan arti bersyukur dalam Islami yang dapat kalian ketahui. Bukan hanya mengetahui bagaimana arti bersyukur saja, namun juga penjelasannya dalam hadist serta cara kita bersyukur yang baik bagi seorang muslim.

Yuk, simak juga

Makna Ibadah menghimpun dua pokok, yaitu tujuan cinta dengan tujuan ketundukan dan kepatuhan. Orang-orang Arab berkata, “Tha- riq mu ’abbad”, artinya jalan yang diratakan. Ta ’abbud artinya tunduk dan patuh. Jika engkau mencintai seseorang namun engkau tidak mau tunduk kepadanya, maka engkau bukan orang yang menyembahnya. Jika engkau patuh kepadanya namun engkau tidak mencintainya, maka engkau bukan lah orang yang menyembahnya. Engkau disebut orang yang menyembahnya jika engkau mencintai dan patuh kepadanya.

Berangkat dari sinilah orang-orang yang mengingkari cinta hamba kepada Rabb-nya juga mengingkari hakikat ubudiyah. Mereka juga mengingkari keberadaan Rabb yang dicintai hamba, meskipun Dia adalah tujuan dari apa yang mereka cari dan Wajah-Nya yang tinggi adalah puncak tujuan mereka. Karena itulah orang-orang yang mengingkari hakikat ubudiyah itu juga mengingkari-Nya sebagai Ilah, meskipun mereka mengakui keberadaan-Nya sebagai Rabb bagi semesta alam dan Pencipta mereka.

Inilah puncak tauhid mereka, yaitu puncak Rububiyah yang juga diakui orang-orang musyrik Arab. Meskipun mereka mengakui hal itu, toh mereka tidak keluar dari syirik. Firman Allah,

“Dan, sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka’, niscaya mereka menjawab, ‘Allah’. ” (Az-Zukhruf: 87).

“Dan, sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’Niscaya mereka menjawab, ‘Allah’. ” (Az-Zumar: 38).

“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah ’. ” (Al-Mukminun: 84-85).

Karena itu perlu digunakan tauhid Ilahiyah untuk membantah mereka, dan bahwa tidak ada yang boleh disembah selain-Nya, sebagaimana tidak ada pencipta selain-Nya serta tidak ada Rabb yang lain.

Isti ’aanah (memohon pertolongan) menghimpun dua pokok, yaitu keyakinan terhadap Allah dan bersandar kepada-Nya.

Ada kalanya seorang hamba yakin terhadap seseorang namun tidak mau bersandar kepadanya dalam berbagai urusannya, meskipun dia meyakininya karena dia meminta pertolongan darinya. Adakalanya dia bersandar kepadanya dan juga yakin kepadanya, karena dia membutuhkannya dan tidak ada orang yang dapat memposisikan diri seperti dia, sehingga dia perlu bersandar kepada or- ang lain itu, karena dia tidak yakin kepadanya.

Tawakal merupakan makna yang juga berasal dari dua pokok, yaitu dari keyakinan dan penyandaran.

Inilah hakikat iyyaaka na ’budu wa iyyaaka nasta ’iin. Dua pokok ini, tawakal dan ibadah, telah disebutkan di dalam Al-Qur’an di beberapa tempat, yang dipasangkan antara keduanya. Iyyaaka na ’budu wa iyyaaka nasta ’iin merupakan salah satu di antaranya. Yang lainnya seperti yang dikatakan Syu’aib,

“Dan, tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali. "(Hud: 88).

Firman Allah yang lain,

“Dan, kepunyaan Allahlah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. "(Hud: 123).

Allah befirman mengisahkan orang-orang Mukmin,

“Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakaldan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. ”(Al-Mumtahanah: 4).

“Sebutlah nama Rabbmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Rabb masyrik dan maghrib, tiada Ilah melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.” (Al- Muzzammil: 8-9).

“(Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Rabbku. Kepada-Nyalah aku bertawakal dan kepada-Nyalah aku kembali. ”(Asy-Syura:10).

Inilah enam tempat yang di dalamnya terhimpun dua pokok, yaitu iyyaaka na ’budu wa iyyaaka nasta ’iin. Didahulukannya ibadah daripada isti’aanah (permohonan pertolongan) di dalam surat Al-Fatihah termasuk masalah mendahulukan tujuan daripada sarana. Sebab ibadah merupakan tujuan hamba, yang karena ibadah itulah mereka diciptakan. Sedangkan isti’aanah merupakan sarana untuk ibadah. Di samping itu, iyyaaka na berkaitan dengan Uluhiyah dan nama-Nya “Allah”, sedangkan iyyaaka nasta ’iin berkaitan dengan Rububiyah-Nya dan nama-Nya “Rabb".

Didahulukannya iyyaaka na ’budu daripada iyyaaka nasta ’iin seperti didahulukannya nama Allah daripada Rabb di awal Al-Fatihah. Sebab lain, karena iyyaaka na 'budu merupakan bagian Rabb. Paroh pertama merupakan pujian terhadap Allah, karena Dia lebih layak untuk itu. Sedangkan iyyaaka nasta ’iin merupakan bagian hamba. Yang juga menyertai paroh ini ialah ihdinaa ash-shiraath al- mustaqiim hingga akhir surat. Di samping itu, ibadah yang mutlak mencakup isti’aanah tanpa ada pembalikan. Setiap orang yang menyembah Allah dengan ubudiyah yang sempurna, berarti juga memohon pertolongan kepada-Nya dan tidak berbalik. Sebab orang yang ingin mendapatkan tujuan dan syahwat bisa meminta tolong dengan syahwat itu sendiri untuk mendapatkan syahwat.

Sementara ibadah adalah lebih sempurna dan lebih komplit. Karena itulah ibadah merupakan bagian Rabb. Isti’aanah merupakan bagian dari ibadah tanpa ada pembalikan. Isti’aanah merupakan permintaan dari Allah dan ibadah merupakan tuntutan bagi Allah. Ibadah tidak terjadi kecuali dari orang yang mukhlis.

Sementara isti’aanah bisa berasal dari orang mukhlis dan tidak mukhlis. Ibadah merupakan hak Allah yang diwajibkan atas dirimu. Sedangkan isti 'aanah merupakan tuntutan pertolongan atas ibadah.

Ini merupakan penjelasan kebenaran-Nya yang membenarkan atas dirimu. Adapun memenuhi hak-Nya lebih penting daripada menuntut pembenaran-Nya. Ibadah adalah mensyukuri nikmat-Nya atas dirimu. Allah suka jika disyukuri. Memberi pertolongan merupakan perbuatan Allah terhadap dirimu dan taufiq-Nya kepadamu. Jika engkau senantiasa beribadah kepada-Nya dan engkau masuk di bawah sentuhan kelembutan ibadah, tentu Dia akan menolongmu dengan ibadah itu.

Senantiasa beribadah dan masuk dalam kelembutannya merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan. Selagi seorang hamba lebih sempurna ibadahnya, maka pertolongan dari Allah untuk dirinya juga lebih besar.

Ibadah dikelilingi dua macam pertolongan, yaitu pertolongan se- belumnya untuk melaksanakan ibadah itu, dan pertolongan sesudahnya untuk melaksanakan ibadah yang lain. Begitulah yang senantiasa terjadi, sampai dia meninggal dunia. Iyyaaka na ’budu merupakan bagian Allah dan iyyaaka nasta ’iin merupakan kewajiban-Nya. Apa yang menjadi bagian-Nya harus didahulukan daripada kewajiban-Nya. Sebab apa yang menjadi bagian-Nya berkaitan dengan cinta dan ridha-Nya, sedangkan apa yang menjadi kewajiban-Nya berkaitan dengan kehendak-Nya.

Apa yang berkaitan dengan cinta-Nya lebih sempurna daripada apa yang berkaitan dengan kehendak-Nya. Seisi alam ini berkaitan dengan kehendak-Nya, begitu pula para malaikat, syetan, orang-orang Mukmin, orang-orang kafir, ketaatan dan kedurhakaan. Yang berkaitan dengan cinta-Nya ialah ketaatan dan iman mereka. Orang-orang kafir ada dalam kehendak-Nya, sedangkan orang-orang Mukmin ada dalam cinta-Nya. Karena itu tidak ada sesuatu pun yang diperuntukkan bagi Allah yang selamanya berada di dalam neraka. Segala apa yang ada di dalam neraka adalah yang berkaitan dengan kehendak-Nya.

Berbagai rahasia ini memperjelas hikmah didahulukannya iyyaaka na ’budu daripada iyyaaka nasta ’iin. Adapun didahulukannya Dzat yang disembah daripada yang dimintai pertolongan dalam bentuk dua kata kerja, terkandung adab hamba terhadap Allah, dengan mendahulukan nama-Nya daripada perbuatan mereka. Di sini juga terkandung perhatian yang amat besar kepada-Nya dan perkenan untuk menggunakan kekhususan sebutan, dalam suatu ungkapan yang kuat: Kami tidak menyembah melainkan kepada-Mu dan kami tidak memohon pertolongan melainkan kepada-Mu. Hal ini dapat dirasakan orang yang mendalami sentuhan bahasa Arab dan yang memahaminya serta menelusuri sumber-sumbernya.

Sibawaih menetapkan makna perhatian, namun tidak menafikan makna lain. Sebab dia memburukkan orang yang berkata hendak memerdekakan sepuluh budak umpamanya. Kemudian dia berkata kepada salah seorang di antara mereka, “Kamulah yang aku akan memerdekakan”.

Orang yang mendengarnya mengingkari perkataannya itu.” Namun dia berkata, “Yang lainnya juga engkau merdekakan.” Kalau tidak karena pemahaman terhadap kekhususan ini tentunya tidak akan memburukkan perkataan semacam itu dan pengingkarannya tidak bagus. Coba perhatikan firman Allah,

“Dan, hanya kepada-Kulah kalian harus takut (tunduk). ” (Al-Baqarah: 40).

"Dan, hanya kepada-Kulah kalian harus bertakwa. ” (Al-Baqarah: 41).

Lihat bagaimana engkau mendapatkan kuatnya ungkapan ini: “Janganlah kalian takut kepada selain aku. Janganlah kalian bertakwa kepada selain Aku”. Begitu pengertian yang ada dalam iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta ’iin, yang begitu kuat: “Kami tidak menyembah selain Engkau dan kami tidak memohon pertolongan kepada selain Engkau”.

Setiap orang yang punya sentuhan cita rasa tentu bisa memahami kekhususan ini. Tidak ada ungkapan untuk membantah orang yang sedikit pemahamannya dan membuka pintu keraguan. Mereka adalah bencana ilmu dan cobaan pemahaman. Padahal dalam kata ganti iyyaaka terkandung isyarat ke Dzat. Hakikat ini tidak ada dalam kata ganti muttashil. Sebagai misal dalam ungkapan, “Iyyaaka qashadtu wa ahbabtu", hanya kepadamu aku menuju dan hanya kamu yang aku cintai, terkandung pembuktian makna hakikatmu dan dzatmu dari tujuanku, yang tidak ada dalam perkataanmu, “ Qa-shadtuka wa ahbabtuka ", aku menuju kepadamu dan aku mencintaimu.

Jadi iyyaaka terkandung makna dirimu, dzatmu dan hakikatmulah yang kumaksud.

Berangkat dari sinilah ada pakar ilmu nahwu yang berkata, bahwa iyya adalah ism zhahir, yang disambungkan kepada kata ganti muttashil dan tidak tertolak dengan penolakan yang pasti. Kalau tidak karena kami ada di belakang pembahasan ini, tentu kami akan menguraikan panjang lebar masalah ini dan beberapa pendapat para pakar nahwu, sehingga kami bisa menekankan mana pendapat yang lebih kuat.

Pengulangan iyyaaka sekali lagi merupakan bukti kaitan perkara ini dengan masing-masing di antara dua kata kerja. Pengulangan kata ganti ini mencerminkan kekuatan penunjukan, yang tidak akan terjadi jika tidak ada pengulangan. Jika engkau katakan kepada seorang raja, “Hanya kepada Tuan aku mencintai, dan hanya kepada Tuan aku takut”, maka di sini terkandung pengkhususan cinta dan takut kepada dzatnya.

Perhatian dengan penyebutan ini tidak terjadi jika engkau berkata, “Hanya kepada Tuan aku mencintai dan takut.”

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA