Apa tujuan uu no 11 tahun 2008

Definisi

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Tujuan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

  1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
  2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
  3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
  4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; 
  5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Informasi, Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik

  1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
  3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
  4. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada poin 1 tidak berlaku untuk:
  1. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
  2. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. 

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Links

Undang-Undang No 11 Tahun 2008

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE)


Apa tujuan uu no 11 tahun 2008
Jakarta, Kominfo - Pemerintah berencana akan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di tahun 2014 mendatang. Revisi UU ITE tersebut karena adanya desakan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil.

Seperti diketahui, sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Elsam, dan Kontras, mendesak pemerintah segera merevisi UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media massa. Pasal itu, seringkali digunakan banyak pihak untuk menuntut secara pidana para pengkritiknya melalui dunia maya.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptik) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ashwin Sasongko mengatakan, pemerintah akan merevisi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2014 mendatang. “Ancaman pidana menjadi tujuan dilakukannya revisi tersebut”, kata Ashwin.

Menurutnya, revisi UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengenai ancaman pidana. “Ancaman pidana di UU ITE selama enam tahun akan disesuaikan dengan yang ada di KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana-red) yang hanya 14 bulan”, ujarnya.

UU ITE sendiri terbit pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Meski mengandung banyak sisi positif, UU ITE dianggap banyak pihak memiliki sejumlah pasal karet dan kejanggalan. Positifnya UU ITE memberikan peluang bagi bisnis baru di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia.

UU ITE, juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik, dan memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya e-tourism, e-learning, implementasi EDI, dan transaksi dagang. UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.

Sayangnya UU ITE dianggap banyak pihak membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet.

Sejumlah pasal yang kerap disebut memuat aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen) di antaranya pasal 27 ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan pasal 31 ayat 3.

Damar Juniarto, Juru Bicara Safenet mengatakan, pasal penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media massa yang ada dalam UU ITE sering dimanfaatkan pelapor untuk meredam upaya kritis masyarakat. “Mayoritas para pelapor kebanyakan, mereka yang memiliki kekuasaan, seperti politisi, bupati dan pejabat tinggi lainnya”, katanya.
Menurutnya, dari 2008 hingga saat ini sudah ada 25 korban akibat penerapan pasal pencemaran nama baik yang ada di Undang-undang ITE. “Dari jumlah tersebut, tahun 2013 merupakan paling buruk bagi pengguna Internet di Indonesia karena setiap bulan satu kasus muncul selama 2013”, ujarnya.

Damar menambahkan, untuk itu, masyarakat sipil mendesak Kementerian Kominfo, Kementerian Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi atau bahkan menghapus pasal tentang pencemaran nama baik tersebut. Pasalnya, pemenjaraan orang hanya karena ia menyampaikan pendapatnya di Internet atau media sosial harus dihentikan.

Persoalan pencemaran nama cukup diselesaikan melalui jalur perdata. Hanya saja, bila sewaktu-waktu dia tidak bisa ditemukan titik kesepakatan baru diselesaikan melalui jalur pidana, imbuhnya,” ujarnya.

Dia menilai, yang ada saat ini, dengan pencantuman pasal 27 ayat 3  UU ITE, orang lebih cenderung menggunakan pasal tersebut untuk didahulukan, bukan penyelesaian baik-baik, musyawarah mufakat, perdata dan lain-lain. “Pidana yang didahulukan hanya karena pidana ini betul-betul member efek yang sangat besar dengan ancaman hukuman penjara enam tahun. Berarti orang bisa langsung masuk penjara tanpa proses terlebih dahulu karena ancamannya di atas lima tahun”, pungkasnya (Az).

Apa tujuan uu no 11 tahun 2008

Tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa penyedia layanan permainan digital tersebut milik pemerintah. Selengkapnya

Apa tujuan uu no 11 tahun 2008

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, menegaskan Pemerintah hanya akan melakukan eksekusi jika sudah ada penetapan dari penga Selengkapnya

Apa tujuan uu no 11 tahun 2008

Pemerimntah terus meningkatkan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di seluruh wilayah, terutama di daerah-daerah dengan menyiapkan sejumlah merek Selengkapnya

Apa tujuan uu no 11 tahun 2008

Pemerintah bergerak cepat mengantisipasi masuknya virus Covid-19 varian Mu ke tanah air dengan meningkatkan pengawasan di seluruh area pintu Selengkapnya