Apa peran dari analisis brand strategi dalam membangun brand power

Introduction

Ketatnya persaingan di era globalisasi sekarang ini semakin mengarahkan sistem perekonomian ke arah mekanisme pasar, dimana para pemasar harus selalu mengembangkan dan menguasai pasar. Hal tersebut membuat setiap perusahaan, baik yang memproduksi barang maupun jasa untuk lebih siap lagi dengan segala strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Salah satu strategi perusahaan tersebut adalah “merek”.

Berbagai penelitian tentang merek dilakukan mulai dari konsep luas dari ekuitas merek sampai dengan pengukuran masing-masing bagian dari ekuitas merek tersebut. Menurut Kotler (2003) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi dari semuanya dengan tujuan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari produsen dan untuk membedakannya dengan pesaing. Merek adalah janji yang diberikan produsen untuk menyampaikan serangkaian fitur, keuntungan dan pelayanan kepada konsumen.

Penelitian tentang loyalitas pada merek sudah banyak dilakukan. Namun demikian, loyalitas pada merek masih memerlukan kajian secara lebih mendalam. Strategi pemasaran sesungguhnya strategi membangun merek di benak konsumen. Jika kita mempunyai kemampuan untuk membangun merek, artinya kita mempunyai program pemasaran yang tangguh. Strategi lain untuk membangun merek adalah dengan memberdayakan merek lini produk. Merek lini produk merupakan strategi meletakkan nama merek pada sebuah lini produk yang berhubungan. Merek lini produk berfokus dan memberikan keunggulan biaya dengan mempromosikan lini produk daripada masing-masing produk. Strategi ini efektif jika perusahaan mempunyai satu atau lebih lini produk yang masing-masing mengandung sebuah hubungan antara item-item produk tersebut. Satu keunggulan merek lini produk adalah penambahan item-item produk dapat dikenalkan dengan memberdayakan nama merek yang telah dibangun.Strategi yang digunakan perusahaan besar untuk membangun merek, biasanya dengan menggunakan merek perusahaan. Merek perusahaan merupakan strategi membangun identitas merek menggunakan nama perusahaan untuk mengidentifikasi produk yang dihasilkan.

Produk – produk perusahaan dengan merek yang sudah ”mapan” (establish brand) juga mengalami kondisi persaingan yang sama beratnya dengan produk-produk bermerek baru ataupun merek yang kurang populer. Sehingga merek yang sudah mapan harus berjuang agar tidak kalah dengan merek-merek  yang baru. (Kumar,2005). Dari perspektif konsumen, merek yang terpercaya merupakan jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan menyediakan manfaat yang dicari konsumen ketika membeli produk atau merek tertentu. Merek juga merupakan janji kepada konsumen bahwa dengan hanya menyebut namanya, timbul harapan bahwa merek tersebut akan memberikan kualitas terbaik, kenyamanan, status dan pertimbangan lain ketika konsumen melakukan pembelian. Ada banyak strategi yang dapat digunakan untuk bertahan dan menang dalam persaingan. Salah satu strategi jitu yang dapat digunakan oleh pemasar adalah dengan menggunakan strategi manajemen merek seperti strategi co-branding, brand extention, brand acquisition, brand repositioning dan masih banyak strategi manajemen merek lainnya.

Strategi membangun merek dapat pula dengan mengandalkan ekuitas merek. Ekuitas merek berdasarkan perspektif konsumen adalah pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat dan unik. Ekuitas merek berdasarkan perspektif konsumen terdiri dari kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image).Kesadaran merek merupakan kemampuan merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Kesadaran merek merupakan dimensi dasar dalam ekuitas merek. Sebuah merek tidak mempunyai ekuitas sampai konsumen menyadari keberadaan merek tersebut. Merek baru harus mampu mencapai kesadaran merek dan mempertakan kesadaran merek harus dilakukan semua merek. Tingkat kesadaran merek terdiri dari kenal akan merek sebagai kesadaran yang cenderung dangkal dan mengingat merek sebagai kesadaran yang lebih dalam.

Tulisan ini akan menganalisa strategi brand repositioning atau strategi perluasan merek sebagai salah satu solusi alternatif bagi pemasar untuk dapat bertahan dan menang dalam mengatasi persaingan pasar dan brand equity yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Kombinasi dari konsep teoritis, pandangan para pakar merek dan pemasaran serta beberapa contoh studi kasus singkat dan riil lapangan akan digunakan sebagai metode analisa strategi perluasan merek. PT Samsung Electronics Indonesia misalnya sebagai salah satu produsen ponsel dengan merek Samsung semula dikenal dari produk elektroniknya yang berupa TV/Monitor. Pada tahun 1999 Samsung memasuki pasar ponsel dan saat ini Samsung sedang giat untuk mempertahankan dan bahkan ingin meningkatkan pangsa pasar ponselnya, tetapi di sisi lain perusahaan ini harus bersaing dengan saingannya yang merupakan produsen ponsel lain yang dapat dikatakan telah berhasil dalam membentuk persepsi di benak konsumennya karena telah berhasil menjadi market leader, misalnya Nokia. Oleh karena itu pengukuran brand equity menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk dapat mengetahui sampai seberapa kuat mereknya. Sebagai langkah awal dalam strategi adalah dengan mengetahui sampai seberapa kuat brand equity yang dimiliki oleh produk ponselnya.

Merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat, manfaat dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli. Merek terbaiknmenjadi jaminan mutu. Merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk megenali produk atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler dan Amstrong, 1996).

Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang di3berikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Menurut David. A. Aaker (1991).

Dengan demikian merek suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa yang diproduksi dan dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Merek yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen terhadap merek yang tinggi. Dengan adanya merek yang membuat produk yang satu beda dengan yang lian diharapkan akan memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu merek (brand loyalty). Kesetiaan konsumen terhadap suatu merek atau brand yaitu dari pengenalan, pilihan dan kepatuhan pada suatu merek.

 Manfaat Merek

Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai (keller;2003) :

  • Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam perngorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
  • Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelelktual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak properti intelektual inimmemberikan jaminan perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya meraup manfaat dari asset bernilai tersebut.
  • Signal tingkat kualitas bagi para pel;anggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dansecurity permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan peusahaan lain untuk memasuki pasar.
  • Sarana menciptkan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari pesaing.
  • Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukun, loyalitas pelanggan dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
  • Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa mendatang.

Bagi konsumen merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Vasquez.,et al (2002) misalnya mengklasifikasikan dimensi manfaat dan utilitas merek kedalam ke dalam sembilan kategori yaitu:

  1. Utilitas Fungsional produk
  2. Pilihan (choice)
  3. Inovasi
  4. Trustwarthiness
  5. Emosional
  6. Estetis
  7. Novelty
  8. Identifikasi sosial
  9. Identifikasi personal

Keller (2003) mengemukakan 7 manfaat produk merek bagi konsumen yaitu:

  1. Sebagai identifikasi sumber produk
  2. Penetpan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
  3. Pengurangan resiko
  4. Penekanan biaya pencarian (search cost) internak dan eksternal
  5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
  6. Alat simbolis yang memprpyeksikan citra diri
  7. Signal kualitas

Fungsi Merek Bagi Konsumen

  1. Bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi produk; gampang mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.
  2. Memfasilitasi penghematan waktu dan energy memlui pembelian ulang identik dan loyalitas.
  3. Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yangsama sekalipun pembeliandilakukan pada waktu dan di tempat berbeda.
  4. Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.
  5. Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.
  6. Kepuasan berwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.
  7. Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo dan kommunikasinya.
  8. Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.

 Cara Membangun Merek

Cara membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita memerlukan fondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek. Ia memerlukan fondasi yang kuat. Caranya adalah:

  1. Memiliki Positioning yang tepat. Merek dapat di-positioningkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik dibenak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu dibenak pelanggan.
  1. Memiliki brand value yang tepat. Semakin tepat merek di-positioning-kan di benak pelanggan, merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk memngelola hal tersbut kita perlu mengetahui brand value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah keksesuaian ukuran bagi pemakainya. Sedangakn brand value adalah keindahan warna serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen.
  1. Memiliki Konsep yang tepat. Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukungn oleh konspe yang tepat. Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena berbeda dari positioning, konsep dapat terus-menrus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep tang baik adalah dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus-menerus ditingkatkan.

 Tipe-tipe Utama merek

Pemahaman mengenai peran strategik merek tidak bisa dipisahkan dari tipetipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang berbeda. Ketiga tipe tersebut meliputi : atrribute brands, aspirational brands dan experience brands (whitwell, et.al,. 2003)

  1. Atrribute brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atrribute fungsional produk.
  2. Aspirational brands, yaitu merek-merk yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan.
  3. Experience brands, memcerminkan merek-merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama. Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenann dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual.

 Penentuan Strategi Merek

Ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu:

  1. Perluasan Lini (line Extension). Perluasan lini terjadi apabila perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan produk baru, seperti bentuk, rasa, warna, kandungan, ukuran kemasan dan sebagainya. Pada umunya perkenalan produk baru merupakan perluasan lini. Strategi ini apat ilakukan apabila perusahaan mengalami kelebihan kapasitas produksi atau perusahaan ingin memenuhi meningkatnya selera konsumen terhadap tampilan baru. Selain itu perluasan lini juga dapat dilakukan karena perusahaan ingin mengalahkan pesaing atau mengisi lebih banyak ruang rak eceran.
  1. Perluasan Merek (brand extension). Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan, karena merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai (karena sudah dikenal sebelumnya), sehingga kehadirannya dapat cepat diterima oleh konsumen. Hal ini memudahkan perusahaan untuk memasuki pasar dengan kategori produk baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan suatu merek baru.
  1. Multi Brand. Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Ada berbagai alasan untuk melakukan hal ini. Tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan, kenampakan (feature) serta daya tarik lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. Strategi multi brand juga memungkinkan perusahaan merebut lebih banyak ruang rak distributor dan melindungi merek utamanya dengan menciptakan merek sampingan (flanker brand). Multi brand dapat juga terjadi akibat warisan beberapa merek dari perusahaan lain yang telah di akuisisi oleh perusahaan tersebut.
  1. Merek Baru. Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tiak memiliki satu pun merek yang sesuai engan produk yang akan dihasilkan atau apbila citra merek tersebut tidak membantu untuk produk tersebut. Konisi ini menyebabkan perusahaan lebih baik menciptakan merek yang sama sekali baru aripada menggunakan merek lama. Namun demikian perusahaan harus hati-hati, karena peluncuran merek baru biasanya memerlukan biaya yang cukup besar, terlebih-lebih lagi untuk sampai ke tahap brand loyalty yang tinggi.
  1. Merek Bersama (co-brand). Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi cobranding atau yang disebut juga dengan kerjasama branding. Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan Co-Branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat para konsumen. Apabila co-branding dilakukan dalam bentuk kemasan bersama, maka setiap merek tersebut memiliki harapan dapat menjangkau konsumen baru dengan mengkaitkannya dengan merek lain.

 Brand Equity (Ekuitas Merek)

Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Menurut David. A. Aaker (1991), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:

  • Brand awareness (kesadaran merek), menunjukan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Rangkuti, 2002; Durianto, 2004).
  • Brand association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain (Kotler, 1993).
  • Perceived quality (persepsi kualitas), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
  • Brand loyalty (loyalitas merek), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk (Aaker, 1991).
  • Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)

 Tingkatan Evolusi Merek

McEnally dan Chernatony (1999) mengemukakan bahwa terdapat 6 tahap evolusi dari merek.

  • Tingkat pertama: produk tanpa merek. Pada tingkatan pertama, barang atau produk diperlakukan sebagai komoditas dan banyak diantaranya yang tidak bermerek. Pada tingkatan ini biasanya dicirikan dengan akibat yang ditimbulkan oleh permintaan terhadap penawaran. Produsen hanya sedikit berupaya untuk member merek pada produk sehingga menghasilkan persepsi konsumen yang mendasarkan diri hanya pada manfaat produk tersebut.
  • Tingkat kedua: merek sebagai referensi. Pada tingkatan ini, stimulasi yang disebabkan oleh tekanan persaingan memaksa produsen untuk membedakan produknya dengan produk yang dihasilkan produsen lain. Deferensiasi tersebut mencapai perubahan fisik dari atribut produk. Ingatan konsumen dalam pengenalan produk mulai berkembang dengan lebih mengenal merek sebagai dasar dalam menilai konsistensi dan kualitas produk. Konsumen mulai menggunakan basis merek dalam memberikan citra dan menentukan pilihan mereka. Namun, konsumen masih menilai merek dengan mengutamakan kegunaan dan nilai produk.
  • Tingkat ketiga: merek sebagai kepribadian. Pada tahapan ini, diferensiasi dalam merek pada atribut fungsional dan rasional menjadi semakin sulit sejalan dengan banyak produsen yang membuat klaim yang sama. Oleh karenanya pemasar mulai membuat kepribadian dalam merek yang mereka pasarkan. Pada dua tingkatan sebelumnya, ada perbedaan antara konsumen dan merek. Merek adalah obyek dengan jarak tertentu yang dapat dihilangkan dari konsumen. Tetapi pada tahapan ini kepribadian (personality) merek dengan konsumen disatukan sehingga nilai suatu merek menjadi terekspresikan dengan sendirinya.
  • Tingkat keempat: merek sebagai Icon. Pada tingkat ini merek ‘dimiliki’ oleh konsumen. Konsumen memiliki pengetahuan yang lebih dalam tentang merek yang mendunia dan menggunakannya untuk identitas pribadi mereka. Sebagai contoh, koboi Marlboro yang dikenal di seluruh dunia. Koboi yang bertabiat keras, lelaki yang melawan rintangan, tapi tidak kasar dan berpengalaman. Konsumen yang ingin disebut dirinya kuat, keras atau penyendiri seharusnya merokok Marlboro. Koboi tersebut merupakan simbol atau icon dari nilai yang terkandung dalam Marlboro. Untuk dapat memasuki pikiran konsumen dengan baik, icon tersebut harus mempunyai beberapa asosiasi baik primer (mengenai produk) maupun yang sekunder.
  • Tingkat kelima: merek sebagai perusahaan. Tingkatan ini ditandai dengan perubahan ke arah pemasaran postmodern. Disini merek memiliki identitas yang kompleks dan banyak keterhubungan antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, semua pemegang saham harus merasa bahwa merek (perusahaan) berada dalam mode yang sama. Perusahaan tidak dapat terlalu lama mengenalkan satu citra ke media dan citra lain kepada pemegang saham dan konsumen. Komunikasi dari perusahaan harus terintegrasi pada semua operasi. Komunikasi bagaimanapun tidak secara tidak langsung. Komunikasi mengalir dari konsumen ke perusahaan sebaik dari perusahaan ke konsumen, maka terjadilah dialog diantara keduanya.
  • Tingkat keenam: merek sebagai kebijakan. Beberapa perusahaan sekarang telah memasuki tingkat dimana dibedakan dengan perusahaan lain dikarenakan sebab-sebab etika, social dan politik. Contoh paling utama dari tingkatan ini adalah The Body Shop dan Benetton. Konsumen punya komitmen dengan perusahaan untuk membantu membangun merek favoritnya dengan membeli merek tersebut. Dengan komitmen, mereka mengatakan bahwa mereka memiliki merek tersebut.

 Memilih strategi positioning yang tepat melalui brand value proposition.

Setiap merek memiliki nilai yang dapat ditawarkan kepada konsumen, sekumpulan manfaat yang dimiliki oleh sebuah merek, yang dapat dijadikan sarana untuk diposisikan dalam benak konsumen dikenal dengan istilah brand value proposition. Melalui brand value proposition, konsumen mengenal value yang dimiliki dan ditawarkan oleh sebuah merek dibandingkan dengan pesaingnya.

Dari tabel  terdapat beberapa kombinasi dari brand value proporsition yang dapat dijadikan alternatif strategi positioning yang hendak diimplementasikan. Adapun kombinasi dari aspek harga dan kualitas yang dapat dijadikan strategi dalam positioning adalah More for More, More for The Same, More for Less, The Same for Less, dan Less for Much Less.

Berikut penjelasan dari kombinasi strategi pada brand value proporsition:

  • More for More adalah strategi positioning yang menekankan kepada konsumen bahwa kualitas merek produk perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan harga yang lebih tinggi pula dibandingkan harga produk pesaing.
  • More for The Same adalah strategi positioning yang menekankan kepada konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan harga yang sama dengan harga produk pesaing.
  • More for Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan harga yang lebih murah dibandingkan harga produk pesaing.
  • The Same for Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan sama dengan kualitas produk merek pesaing dengan penetapan harga yang lebih murah dibandingkan harga produk pesaing.
  • Less for Much Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih rendah sedikit dari kualitas produk merek pesaing dengan penekanan harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga produk pesaing

Positioning Statement

Positioning statement adalah sebuah pernyataan yang memuat dan menyarikan inti dari positioning perusahaan atau merek perusahaan. Perusahaan atau suatu produk harus memiliki positioning statement yang dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan pemasaran untuk dapat mencapai target positoning di benak konsumen sesuai dengan harapan perusahaan. Bentuk ringkas dan aplikatif dari positioning statement sesuatu yang dikenal oleh masyarakat umum dengan istilah slogan atau tagline. (Kartajaya,2002)

Brand Positioning

Dalam tahapan strategi membangun ekuitas merek yang kuat, brand positioning memiliki peran awal yang sangat menentukan dalam tahapan strategi selanjutnya. Jika perusahaan salah dalam menentukan competitive advantage yang diangkat sebagai strategi brand postitioing maka dapat dipastikan kinerja dari merek tersebut akan gagal atau lemah.Dari tabel dapat diketahui bahwa brand positioning merupakan salah satu bagian dalam usaha untuk membangun ekuitas merek dimana ekuitas merek yang kuat merupakan aset yang bernilai bagi perusahaan. (Adiwijaya,2005)

Brand positioning dapat dibangun melalui tiga pondasi dasar yaitu atribut produk, manfaat produk, serta kepercayaan dan nilai. Brand positioning berdasarkan atribut produk adalah cara tercepat untuk membangun brand awareness tetapi pondasi ini hanya memberikan efek jangka pendek karena keunggulan suatu atribut produk dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing.

Manfaat produk sebagai pondasi dalam brand positioning adalah satu langkah  yang lebih baik dari pondasi atribut produk. Manfaat produk bisa dikategorikan menjadi manfaat secara fungsional maupun secara emosional sehingga brand positioning tidak hanya menciptakan brand awareness tetapi juga mulai menciptakan brand preference bagi konsumen yang merasakan manfaat fungsional sekaligus manfaat emosional dari produk yang dikonsumsinya.

Pondasi terakhir adalah kepercayaan dan nilai, dimana pondasi ini merupakan dasar yang paling kuat dan paling efektif. Pemasar tidak dapat menggunakan pondasi kepercayaan dan nilai pada saat awal pengenalan suatu produk baru. Penggunaan pondasi terakhir ini hanya dapat dilakukan oleh establish brand yang sebelumnya membangun ekuitas mereknya melalui pondasi yang pertama dan kedua. Kepercayaan dan nilai sebagai pondasi dari brand positioning akan memberikan efek jangka panjang yang merupakan aset berharga bagi perusahaan yaitu terciptanya brand loyalty dari para konsumennya.

Analisa Strategi Reposisi Merek

Strategi reposisi merek (brand repositioning) adalah salah satu alternatif yang dapat diimplementasikan oleh pemasar untuk dapat bertahan dan tampil sebagai pemenang dalam ”perang” yang terjadi di pasar konsumen. Strategi reposisi merek harus diimplementasikan pada momentum yang tepat untuk dapat memberikan hasil dan dampak yang efektif dalam peningkatan pangsa pasar. Menurut Ramesh Kumar seorang Professor Marketing dari Indian Institute of Management di Bangalore India, memberikan persyaratan waktu, situasi dan kondisi yang tepat untuk mempraktekkan strategi reposisi merek.

Berikut beberapa kondisi yang tepat untuk mengimplementasikan strategi reposisi merek adalah:

  1. Pada waktu banjirnya penawaran-penawaran produk baru. Strategi reposisi merek dapat dilakukan ketika terjadi banjir penawaran-penawaran baru di pasar yang berpotensi untuk menggeser posisi dari merek yang sudah mapan (establish brand). Sehingga implementasi dari strategi reposisi merek dibutuhkan untuk memberikan penekanan kembali akan eksistensi mereknya. Salah satu contoh riil adalah persaingan pada kategori produk minuman berkarbonasi dimana Coca – Cola dan Pepsi yang merupakan establish brand dengan ekuitas merek yang kuat, juga secara terus menerus mereposisi mereknya dalam usaha menghadapi masuknya merek – merek minuman berkabonasi baru. (Kartajaya,2002)
  1. Pada saat merek yang sudah mapan tidak dapat memberikan penawaran akan fitur atau varian yang sama dengan yang telah ditawarkan oleh merek – merek baru (new brand). Pada kondisi tersebut, merek yang mapan kalah bersaing dengan merek – merek yang baru sehingga timbul kebutuhan bagi merek yang mapan untuk mereposisi keberadaan mereka. Maka dari itu establish brand harus mereposisi mereknya dengan cara memberikan penekanan pada apa yang menjadi kehendak dari konsumen dan berusaha untuk mencari cara – cara pemasaran baru yang dapat menarik minat dari konsumen. Salah satu contoh kasus yang menarik adalah strategi reposisi merek yang dilakukan oleh Protect & Gamble Indonesia (PGI), salah satu perusahaan consumer good besar di Indonesia terhadap produk shampo merek Pantene. Strategi reposisi merek ini dilakukan dengan pertimbangan ketatnya persaingan pada kategori produk shampo dimana dimana merek – merek shampo lain menawarkan produk shampo dengan kualitas yang sama dengan harga yang jauh lebih murah dari Pantene. Strategi reposisi merek ini bertujuan untuk memberikan best value kepada konsumen dengan cara menurunkan harga dan disertai dengan adanya inovasi – inovasi produk berupa penawaran varian – varian baru serta cara komunikasi pemasaran yang baru. Menurut Bambang Sumaryanto selaku Direktur Hubungan Eksternal PGI, strategi reposisi merek ini mendapatkan respon positif dari konsumen dan dapat menaikkan tingkat penjualan secara signifikan. (SWAsembada,2005)
  1. Ketika citra temporer dibutuhkan pada kategori – kategori produk tertentu sebagai akibat dari adanya perubahan psikografis konsumen. Apabila terjadi perubahan psikografis konsumen pada suatu kategori produk tertentu, maka strategi reposisi merek dapat diimplementasikan untuk menciptakan citra sesuai dengan adanya perubahan tersebut. Salah satu studi kasus adalah adanya perubahan psikografis dari masyarakat pada kategori produk telepon selular. Pada awal diluncurkannya, produk telepon selular hanya diminati oleh konsumen dengan status sosial ekonomi menengah ke atas karena harga pesawat telepon dan harga pulsa yang mahal. Tetapi dewasa ini hampir semua lapisan masyarakat dari berbagai macam tingkat sosial ekonomi, profesi, dan latar belakang budaya yang beragam memiliki dan menggunakan telepon selular (handphone). Mulai dari tukang becak sampai direktur perusahaan dan pejabat pemerintahan menggunakan handphone sebagai salah satu sarana berkomunikasi karena adanya banyak pilihan pesawat telepon dengan harga yang terjangkau dan penawaran pulsa murah dari berbagai operator seluler. Pada awalnya PT Excelcomindo Pratama sebagai operator layanan jasa selular memposisikan jasa layanan komunikasi untuk kelas atas dengan memberikan kualitas sinyal kuat, audio jernih serta harga premium melalui merek Pro XL. Melihat kondisi pasar yang sedemikian, Exelcomindo melakukan strategi reposisi merek untuk melayani berbagai segmen konsumen yang memiliki kondisi psikografis yang berbeda – beda. Strategi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setiap segmen konsumen memiliki tujuan penggunaan yang berbeda antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Strategi reposisi merek yang dilakukan Exelcomindo dengan meluncurkan merek yang berbeda – beda dengan fitur layanan yang berbeda pula untuk melayani beberapa target segmen konsumen. Sebagai contoh kartu perdana merek Jempol dan Bebas ditujukan untuk segmen ekonomi menengah ke bawah serta remaja dan kaum muda dimana kartu Bebas menyediakan voucher isi ulang dengan harga terendah Rp 5000,- dengan masa aktif enam hari. Fitur – fitur yang ditawarkan misalnya bebas 100 sms per hari, atau menelpon dengan tarif hemat antar sesama kartu bebas, dsb. Setiap fitur yang ditawarkan sesuai dengan psikografis dari konsumennya. Sedangkan kartu perdana merek Xplor ditujukan untuk target segmen eksekutif, pebisnis dan professional muda yang menggunakan handphone bukan hanya untuk kegiatan menelpon dasar seperti telepon dan sms tetapi juga menginginkan adanya added service lainnya. Added service yang diberikan oleh kartu Xplor adalah fasilitas internet banking yang bekerjasama dengan BCA, Bank Mandiri, dan Citibank serta fasilitas informasi seperti harga emas, valas, dsb untuk komunitas dari Xplor serta layanan – layanan lainnya. (Kompas,2005)
  1. Jika suatu merek ingin mengganti target pasar mereka karena minat pembelian yang rendah atas suatu kategori produk. Terkadang suatu merek memiliki pangsa pasar yang rendah atau mengalami stagnasi pertumbuhan pasar, bukan karena implementasi faktor bauran pemasaran (marketing mix) yang salah. Tetapi bisa jadi karena salah dalam menentukan target pasar atau kurang memahami karakter dan keinginan dari konsumennya. Salah satu contoh merek yang melakukan reposisi untuk mengganti target pasar konsumennya adalah merek Green Sand. Merek ini pada awalnya menyasar segmen pasar minuman kategori shandy dengan kandungan alkohol dibawah satu persen. Respon dari konsumen kurang baik sebab kategori minuman shandy kurang begitu dikenal dan disukai oleh masyarakat Indonesia sehingga penjualan dan pertumbuhan pasar Green Sand lambat dan stagnan. Untuk mengatasi masalah ini, manajemen PT Multi Bintang Indonesia yang juga produsen minuman beralkohol merek Bir Bintang, melakukan reposisi merek Green Sand dari kategori minuman shandy menjadi minuman ringan berkarbonasi yang memiliki pangsa pasar triliunan rupiah. Reposisi merek ini dilakukan dengan meluncurkan tiga varian rasa tanpa alkohol dengan kemasan kaleng 300 ml dan botol 200 ml. Dengan dukungan komunikasi pemasaran yang gencar dan menyasar remaja sebagai target pasar maka tingkat penjualan Green Sand naik sampai tiga kali lipat. (Suara Pembaharuan,2004)
  1. Ketika suatu merek ingin mengkomunikasikan penawaran-penawaran baru yang lebih menarik. Eksekusi komunikasi pemasaran yang kurang tepat juga turut mempengaruhi efektifitas dari positioning yang dilakukan oleh pemasar. Strategi reposisi merek dapat digunakan apabila pemasar hendak mengkomunikasikan pesan baru ataupun penawaran baru kepada konsumen. Contoh kasus yang terjadi pada produk suplemen vitamin kesehatan merek Fatigon yang pada tahun 1997 dipersepsi konsumen sebagai suplemen kesehatan untuk kaum pria. Hal tersebut memberikan efek semakin sempitnya target pasar konsumen dari produk suplemen Fatigon. Padahal pada mulanya Fatigon akan diposisikan sebagai produk suplemen kesehatan untuk semua jenis kelamin baik pria maupun wanita yang membutuhkan stamina yang ekstra dalam menjalankan profesi dan aktivitasnya dengan baik. Pada tahun 1999 Fatigon mereposisi mereknya dengan tujuan untuk memperlebar pasar pada konsumen wanita. Strategi ini dilakukan dengan menggunakan Tamara Geraldine dan Indi Barens sebagai endorser iklan sehingga persepsi konsumen mulai berubah bahwa Fatigon juga dapat dikonsumsi oleh kaum wanita. Penggunaan endorser iklan artis dilakukan untuk membangun citra yang positif atas merek Fatigon. Strategi reposisi merek ini mendongkrak pertumbuhan penjualan sampai dengan 200%. Setelah sukses memperlebar pasarnya, Fatigon kembali melakukan reposisi mereknya untuk memperlebar pasarnya dari target konsumen eksekutif muda kepada segmen konsumen yang lebih tua dan berusia matang dengan menggunakan Roy Marten sebagai endorser iklan. Strategi reposisi merek Fatigon selain menggunakan jalur komunikasi pemasaran, juga diikuti dengan inovasi produk dengan peluncuran varian baru yaitu Fatigon Spirit. (Marketing,2003)

Ada lima kunci utama yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan strategi reposisi merek yaitu (Schabel,2001):

  1. Kesuksesan membutuhkan suatu perubahan. Pasar selalu berkembang dan diikuti oleh perkembangan preferensi konsumen, kebutuhan dan keinginan konsumen yang selalu dinamis .Setiap pemasar (marketer) harus menyadari kondisi tersebut bahwa untuk meraih kesuksesan, suatu merek harus bersifat dinamis dan menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan pasar yang terjadi. Salah satu contoh merek yang pada awalnya bersifat status quo adalah merek sepatu dan sandal Bata. Merasa diri sebagai pemimpin pasar (market leader), merek Bata tidak melakukan perubahan ataupun inovasi dalam usaha reposisi merek dalam menghadapi masuknya merek – merek sepatu dan baru seperti Nike, Adidas, dan Reebok. Dalam waktu sekejap pangsa pasar Bata dapat direbut oleh ketiga merek baru tersebut, dan parahnya merek Bata yang merupakan merek internasional justru dipersepsi sebagai merek lokal dengan kualitas yang buruk dan rendah. Di tengah keterpurukan tersebut, merek Bata mulai berbenah untuk mereposisi mereknya dengan melakukan inovasi – inovasi baru atas desain produknya, memperbaiki denah layout gerai – gerainya, serta membangun komunikasi pemasaran untuk peningkatan citra merek (brand image) dari Bata. Sangat disayangkan bahwa langkah reposisi  merek Bata tergolong terlambat sehingga membutuhkan waktu yang lama dan usaha ekstra untuk dapat mengembalikan kepercayaan konsumen dan pangsa pasar dari merek Bata.
  1. Menemukan kebutuhan – kebutuhan konsumen yang belum tergali. Ditengah ketatnya persaingan antar pemasar di dalam memberikan penawaran produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen, diperlukan kepekaan bagi para pemasar untuk dapat menggali kebutuhan – kebutuhan yang belum terlayani. Kim dan Mauborgne dalam bukunya “Blue Ocean Strategy“ mengajarkan bahwa “Red Ocean Strategy” atau bersaing pada kondisi persaingan pasar yang sangat ketat, sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan karena hanya menghasilkan kerugian dari para “pemain” yang ada pada pasar tersebut. Sebaliknya mereka menawarkan suatu konsep strategi baru yaitu “Blue Ocean Strategy” dimana strategi ini dilakukan dengan cara keluar dari padatnya kondisi persaingan dan berusaha untuk melakukan value inovation yang menghasilkan penawaran – penawaran baru atas kebutuhan – kebutuhan yang belum terlayani dengan situasi persaingan yang lebih lengang. (Kim & Mauborgne,2005). Reposisi merek juga dapat dilakukan dengan menerapkan “Blue Ocean Strategy” dimana suatu merek baik yang sudah mapan ataupun merek – merek baru dapat melakukan inovasi dalam penggalian kebutuhan konsumen dalam usaha penciptaan pangsa pasar baru. Contoh reposisi merek yang dilakukan oleh produk perawatan wajah Biore produksi PT Kao Indonesia Tbk. Pada awal peluncuran Biore, merek ini ditujukan kepada target konsumen wanita. Tetapi dalam perkembangannya, Biore melakukan reposisi merek untuk menghadapi ketatnya persaingan pada produk pembersih wajah. Strategi reposisi merek ini dilakukan dengan memperlebar pasar produk pembersih wajah dengan target pasar kaum pria. Untuk memperkokoh strategi reposisi merek, Biore menghilangkan simbol siluet tubuh wanita pada kemasan produknya dan meluncurkan produk Biore for Men. Dalam kasus ini, Biore melihat adanya kebutuhan konsumen yang merupakan peluang pasar yang belum digali yaitu banyak dari kaum pria dewasa ini juga turut menjaga dan memperhatikan penampilan atau yang dikenal dengan pria metroseksual. Strategi reposisi merek ini juga diikuti oleh produk pembersih wajah merek Ovale. Merek tersebut juga memperlebar target pasar dalam rangka pemenuhan kebutuhan dari kaum pria metroseksual dengan meluncurkan Ovale for Men.
  1. Memaksikmalkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk dapat memberikan penawaran terbaik kepada konsumen dibandingkan dari para pesaing. Kunci keberhasilan keempat ini dipraktekkan oleh PT Protect and Gambler Indonesia Tbk (PGI). Sebagai bagian dari usaha memaksimalkan sumber daya perusahaan, PGI menerapkan strategi regional sourcing dan outsourching dimana kebutuhan dari suatu area akan dilayani dengan produk lokal pada area tersebut atau jika skala ekonomis regional sourching tidak tercapai, maka produksi akan dialihkan kepada pihak ketiga. Salah satu implementasi dari strategi tersebut adalah ditutupnya perusahaannya di Cakung Jakarta Timur dan memindahkan ke Thailand. PGI tidak hanya berhenti dengan memindahkan pabriknya ke Thailand tetapi juga melakukan banyak efisiensi lain seperti pengurangan tenaga kerja, bermitra dengan perusahaan nasional PT Darya Varia Laboratoria Tbk, menciptakan virtual office, dsb. Strategi efisiensi tersebut mendukung strategi reposisi merek produk – produknya dengan tujuan memberikan best value kepada konsumennya. Sebagai contoh, ada dua merek produk PGI yaitu Pantene dan Vicks yang sudah terkenal kualitasnya direposisi untuk meningkatkan penjualan dengan memberikan produk kualitas tinggi dan harga murah.
  1. Membangun budaya perusahaan yang berkisar pada riset pasar dan fokus konsumen. Strategi reposisi merek tanpa didukung dengan riset pasar dan memahami kebutuhan dan keinginan dari konsumen dapat dipastikan berujung pada kegagalan karena perubahan yang dilakukan tidak memiliki dasar yang kuat. Riset pasar dan pemahaman akan konsumen memberikan landasan perubahan yang kuat, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa landasan yang kuat maka strategi reposisi merek akan sia – sia dan tidak memberikan hasil maksimal. Contoh kasus yang terkenal dan menarik adalah kasus Mc Donald Indonesia.  Merek Mc Donalds yang dari negara asalnya dikenal atau dipersepsi sebagai restoran fast food produsen burger, direposisi menjadi restoran fast food yang menawarkan produk ayam dan nasi selain produk burger dan kentang goreng. Reposisi merek yang dilakukan tersebut sudah sangat tepat karena memang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang suka mengkonsumsi nasi dan ayam. Bahkan banyak masyarakat Indonesia yang merasa belum makan apabila belum mengkonsumsi nasi. Strategi reposisi merek dengan dasar riset pasar dan pemahaman akan budaya konsumen ini memberikan hasil dengan selalu ramainya outlet -outlet dari restoran Mc Donalds di seluruh wilayah Indonesia.

 Brand Equity pada posisi merek ponsel

Setelah dilakukan pengukuran ekuitas merek terhadap elemen-elemen utama dari brand equity dari beberapa merek telepon selular (ponsel), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Melina Hermawan, Indah Victoria S dan Bani Februarso dalam judul ”Analisis pengukuran elemen-elemen ekuitas merek ponsel samsung sebagai usulan untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar”, maka dapat diketahui posisi merek dari ponsel Samsung adalah sebagai berikut :

  1. Elemen Brand Awareness. Untuk elemen brand awareness ini, merek Samsung menempati posisi paling bawah dari pesaingnya (Nokia, Sony Ericsson, Siemens) untuk top of mind. Akan tetapi untuk posisi brand recall, Samsung menempati posisi paling atas, sedangkan brand recognition hanya terdapat 0.63% dari keseluruhan responden, dan untuk brand unaware tidak ada responden yang masuk kategori ini. Hal ini berarti seluruh responden telah mengetahui dan menyadari keberadaan dari ponsel merek Samsung ini, akan tetapi sangat sedikit sekali yang menyatakan merek Samsung ini sebagai merek ponsel yang pertama kali muncul di benaknya. Didukung dengan kondisi brand recognition dan brand unaware seperti telah disebutkan diatas, maka ponsel Samsung dapat dikatakan telah memiliki brand awareness yang cukup baik.
  2. Elemen Brand Association. Dalam hal elemen brand association, Samsung memiliki beberapa asosiasi yang sangat spesifik yang dapat dijadikan modal bagi Samsung untuk mendiferensiasikan mereknya dengan merek-merek saingannya. aosiasi tersebut antara lain memiliki kualitas gambar (display) yang baik, memiliki kualitas suara yang baik, memiliki kualitas sinyal yang baik. Asosiasi lainnya yang dimiliki oleh Samsung seperti memiliki baterai yang relatif tahan lama, memiliki layanan perbaikan yang memuaskan, memiliki kesan eksklusif, memiliki banyak tipe/jenis dapat dijadikan modal bagi Samsung untuk memperkuat asosiasi yang dimilikinya, dan bahkan sebaiknya lebih diperbanyak lagi asosiasi dari Samsung.
  3. Elemen Perceived Quality. Secara keseluruhan untuk performance-importance, hanya ada 4 dari 14 atribut yang berada diatas rata-rata. Namun disisi lain masih terdapat beberapa atribut yang berada pada kuadran I yang merupakan prioritas utama untuk diperbaiki, meliputi: atribut mudah digunakan, atribut mudah diperoleh dan atribut kelengkapan konektivitas. Untuk tingkat kepercayaan, Samsung memperoleh nilai tertinggi hanya untuk atribut kualitas suara yang baik sekitar 72.81% sedangkan untuk atribut lainnya, Samsung menduduki urutan kedua, ketiga atau keempat terhadap saingannya. Sedangkan dari Uji Mann-Whitney untuk tingkat kepercayaan terlihat bahwa Samsung memiliki perbedaan persepsi untuk semua atribut dengan merek Nokia dan satu persamaan persepsi dengan merek Siemens sedangkan dengan merek Sony Ericsson, banyak sekali persamaan persepsinya. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa Samsung sebenarnya belum memiliki performansi yang memuaskan konsumennya.
  4. Elemen Brand Loyalty. Konsumen terbesar dari pengguna ponsel Samsung adalah pada tingkat liking the brand yaitu sekitar 77.5% (rata-rata dari atribut yang termasuk liking the brand). Walaupun loyalitas dari konsumen Samsung sudah cukup tinggi, namun perusahaan harus selalu tetap waspada terhadap kemungkinan adanya konsumen yang berpindah merek, hal tersebut dapat dilihat dari 40 responden pemakai Samsung, ternyata 27 responden berencana pindah ke merek lain dan hanya 13 yang setia. Dari keseluruhan elemen ekuitas merek yang telah diteliti, maka untuk ponsel merek Samsung ini sebenarnya telah memiliki ekuitas merek yang cukup baik, maka usulan strategi yang perlu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar ponselnya didasarkan pada beberapa strategi pemasaran, antara lain strategi diferensiasi, dan STP (Segmentation, Targeting dan Positioning).

Strategi reposisi merek dapat menjadi alternatif solusi untuk membuat suatu merek dapat bertahan dan bahkan tampil sebagai pemimpin pasar. Strategi reposisi merek tidak dapat diimplementasikan pada setiap kondisi persaingan pasar untuk semua kategori produk. Tetapi dalam penerapannya, ada beberapa situasi dan kondisi persaingan pasar dimana strategi reposisi merek tersebut merupakan solusi yang paling efektif di dalam mengatasi ketatnya persaingan dan jenuhnya pertumbuhan pasar. Penerapan strategi reposisi merek tidak dapat dilakukan secara sembarang tetapi strategi tersebut harus dilakukan secara benar dan didukung oleh seluruh komponen perusahaan. Tanpa adanya pemahaman yang benar akan konsep dasar reposisi merek, kepekaan akan kondisi dan perubahan pasar, pemahaman akan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta pengenalan akan kekuatan dan kelemahan merek ataupun perusahaan induknya maka strategi reposisi merek tidak akan berhasil dan hanya akan menghabiskan sejumlah uang perusahaan.

Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Brand Equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, Brand awareness, Brand association, Perceived quality, Brand loyalty, Other proprietary brand asset.

Mempertahankan kualitas atribut yang merupakan keunggulan mereknya, memperbesar segmen pasar ponselnya (menjangkau low-end user) dengan harga yang terjangkau tanpa mengabaikan kualitas dari produknya. Samsung dapat melakukan diferensiasi produk ponselnya seperti memiliki kualitas gambar (display) yang baik, baterai yang relatif tahan lama, kualitas suara yang baik, layanan perbaikan yang memuaskan, kesan tertentu, banyak tipe/jenis, kualitas sinyal yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A.; “Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name”, The Free Press, New York, 1991.

Kotler, Philip. 2007. “Manajemen Pemasaran Jilid I”, Jakarta: Erlangga.

Lau, Geok Theng dan Sook Han Lee (2000). “Consumer’s Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty,”. Journal of Market Focused Management. 4, pp 341-370.

Mittal Banwari (1990). “The Relative Roles of Brand Beliefs and Attitude Toward the Ad as Mediators of Brand Attitude: A Second Look,”Journal of Marketing Research. Vol. XXVII No. 2, pp 87-112.