Apa pendapatmu terhadap orang yang sering ingkar janji

Pada masa sekarang, janji sering digunakan sebagai bumbu pergaulan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: USEP ROMLI HM

Janji adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam Islam, janji akan dimintai pertanggungjawaban.

Firman Allah SWT: "Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya. (QS al-Isra: 34).

Sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim menyatakan:"Barang siapa yang tidak menepati janji seorang Muslim maka dia mendapatkan laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya tobat dan tebusan."

Pada masa sekarang, janji sering digunakan sebagai bumbu pergaulan.Kalangan pengusaha yang bertransaksi, politisi yang sedang berkampanye, bahkan orang tua ketika membujuk anaknya sering melontarkan janji-janji manis. Ada yang konsisten dengan janjinya dan berupaya memenuhi. Namun, tidak sedikit yang ingkar dan menganggap hanya senda gurau.

Mereka mengabaikan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan janji adalah utang. Juga mengabaikan perintah Allah SWT yang telah mengingatkan janji itu harus ditepati karena akan dimintai pertanggungjawaban.

Banyak manfaat berharga bagi manusia yang selalu menepati janjinya, baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat di dunia berupa hubungan sosial yang lebih baik, memperbesar kepercayaan orang lain, yang akan memperluas pahala kebaikan dan kebajikan antarsesama manusia.

Sedangkan, manfaat untuk kehidup an akhirat, Allah akan menggolongkan orang-orang yang memenuhi janji ke dalam golongan orang yang bertakwa. (QS Ali Imran: 76).

Menepati janji juga dapat menjadi penyebab dihapusnya dosa kita dan memasukkan kita ke surga (QS al- Baqarah: 40). Menurut Ibnu Jarir, penulis tafsir Jami'ul Bayan, Allah SAW menjanjikan kepada orang-orang yang memenuhi janji akan memasukkan mereka ke surga-Nya.

Memenuhi janji merupakan target dan prioritas terpenting dalam kehidupan kita. Sebagai orang tua, wajib memenuhi janji kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan benar, membimbing mereka ke kehidupan yang jujur dan lurus, mengenal adab tata krama sopan santun, melindungi dari bahaya pergaulan.

Sebagai politisi, kita wajib memenuhi janji kepada konstituen dan para pemberi suara yang telah menjadikan kita wakil rakyat, atau pemimpin di berbagai tingkatan. Janganlah menganggap janji itu hanya sebagai pemanis bibir belaka, hanya sebagai umpan di kail berkait untuk menarik ikan belaka."Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.(QS Ali Imran: 194).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Sebagian orang sangat mudah membuat janji, namun mudah pula menyelisihi janji yang dibuatnya dan tidak mau berusaha menepati janjinya. Tindakan semacam ini termasuk dosa lisan, dan merupakan salah satu tanda kemunafikan. Berikut kami akan coba jelaskan hukum menepati janji.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga, (1) jika berbicara berdusta; (2) jika berjanji maka tidak menepati; dan (3) jika diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59)

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan diksi “ayat” (tanda). Dalam bahasa Arab, “ayat” adalah tanda yang tidak mungkin meleset, berbeda dengan “alamat” (yang juga memiliki makna “tanda” dalam bahasa Indonesia) yang bisa jadi meleset. Sehingga dapat dipahami dari hadits di atas, bahwa siapa saja yang memiliki tiga karakter di atas, maka bisa dipastikan bahwa terdapat cabang kemunafikan dalam dirinya.

Hal ini juga dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Terdapat empat perkara yang jika semuanya ada pada diri seseorang, maka jadilah dia orang munafik tulen (maksudnya, akan mengantarkan kepada nifak akbar, pen.). Dan jika ada pada dirinya salah satunya, maka dia memiliki sifat kemunafikan, sampai dia meninggalkannya, (yaitu): (1) jika berbicara, dia berdusta; (2) jika membuat perjanjian, dia melanggarnya; (3) jika membuat janji (untuk berbuat baik kepada orang lain, pen.), dia menyelisihi janjinya; dan (4) jika bertengkar (berdebat), dia melampaui batas.” (HR. Bukhari no. 34 dan Muslim no. 59, lafadz hadits ini milik Bukhari)

Terdapat dua kondisi dalam diri seseorang yang melanggar (menyelisihi) janji, yaitu:

Pertama, membuat janji untuk berbuat baik kepada orang lain (misalnya memberi hadiah), akan tetapi ketika membuat janji, dia sudah berniat dan bertekad untuk tidak memenuhi janji tersebut, dan secara riil memang dia tidak memenuhi janji yang sudah dibuat. Ini adalah perbuatan menyelisihi janji yang paling jelek.

Ke dua, ketika membuat janji tidak ada niat untuk tidak memenuhi janji tersebut. Dia memiliki tekad untuk memenuhi janjinya. Namun ketika tiba hari H, dia tiba-tiba tidak memenuhi janjinya tersebut tanpa alasan yang bisa dibenarkan.

Dua perbuatan ini termasuk dalam perbuatan menyelisihi janji atau tidak menepati (memenuhi) janji yang telah dibuat.

Baca Juga: Pandemi: Kepastian Janji Allah dan Ujian bagi Orang-Orang Sabar

Dalam masalah hukum menepati janji atau hukum menyelisihi janji, ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini.

Pendapat pertama yaitu pendapat jumhur ulama. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum memenuhi janji yang itu murni berbuat baik kepada orang lain adalah sunnah (mustahab) dan tidak wajib.

Janji yang murni berbuat baik kepada orang lain misalnya seseorang berjanji jika dia mendapatkan bonus gaji, dia akan mentraktir makan bakso temannya. Maka menurut jumhur ulama, janji semacam ini hukumnya sunnah untuk dipenuhi, tidak sampai derajat wajib.

Pendapat ke dua adalah pendapat Imam Malik rahimahullah yang mengatakan bahwa hukum memenuhi janji itu wajib jika janji tersebut menyebabkan orang lain sudah melakukan suatu tindakan tertentu, dan jika janji tersebut tidak dipenuhi, maka orang tersebut akan menderita kerugian atau mengalami kesusahan.

Misalnya, ada seorang pemuda bujangan yang ingin menikah namun tidak memiliki dana untuk melangsungkan pernikahan. Lalu seseorang berjanji kepada pemuda tersebut bahwa dia lah yang akan menanggung mahar dan biaya pernikahannya. Dengan janji tersebut, sang pemuda melamar wanita yang hendak dinikahinya. Janji seperti inilah yang dalam madzhab Imam Malik rahimahullah wajib untuk ditunaikan dan haram diselisihi karena akan menimbulkan kesusahan bagi orang lain.

Pendapat ke tiga mengatakan bahwa memenuhi janji hukumnya wajib secara mutlak dan menyelisihi janji hukumnya haram.

Dan wallahu a’lam, pendapat ke tiga inilah yang paling kuat karena menyelishi janji adalah tanda kemunafikan, sehingga tidak mungkin kita katakan bahwa hukum menyelisihi janji itu tidak sampai derajat haram. Dan juga, menyelisihi janji disamakan dengan berkata dusta, sedangkan dusta (bohong) itu haram, sehingga tidak mungkin kalau menyelisihi janji itu tidak haram (sebatas makruh saja, misalnya). Sehingga yang lebih tepat, menyelisihi janji itu hukumnya haram dan sebaliknya, hukum memenuhi janji adalah wajib.

Oleh karena itu, karena hukum menepati janji adalah wajib, dan menyelisihinya adalah haram, maka sudah seharusnya seorang muslim berhati-hati dalam membuat janji. Seorang muslim tidak akan bermudah-mudah mengobral janji kemudian melupakan dan menyelisihi janjinya sendiri.

[Selesai]

Baca Juga:

***

@Jogjakarta, 10 Syawwal 1440/14 Juni 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.Id

Catatan kaki:

Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullahu Ta’ala, hal. 97-98 dengan tambahan penjelasan dari guru kami, Ustadz Aris Munandari hafidzahullahu Ta’ala ketika menjelaskan bab tersebut.

🔍 Tafsir Surat Al Lahab, Pengertian Sabar Dalam Islam, Hukum Pemimpin Wanita, Menahan Hawa Nafsu, Isa Ibnu Maryam

Kamu dapat dipercaya dari setiap perkataan dan janji. Jika kamu tidak dapat menepatinya pasti orang lain menilai kamu sebagai pembohong. Lebih baik kamu tidak perlu janji dan lakukan saja sesuai kemampuan. Justru itu akan lebih baik dan tidak mengecewakan orang tersebut. Nah, berikut ini lima dampak negatif akibat kamu suka mengingkari janji.

Pexels/Jopwell

Mengingkari janji kerap kali dibenci banyak orang. Kamu sulit dipercaya karena perkataan dan perbuatan berbeda. Boleh saja mengucapkan janji asalkan kamu mau menepatinya. Awalnya memang sulit tapi jika dibiasakan pasti kamu terbentuk menjadi pribadi yang dapat dipercaya. Jadi jangan harap untuk kamu dipercaya sebelum berubah. 

2. Dikucilkan orang sekitar

Pexels/Pixabay

Kamu yang selalu suka mengingkari janji pasti dikucilkan oleh orang sekitar. Pasalnya, kamu tidak dapat dipercaya dan semua yang kamu ucapkan adalah dusta. Dalam berteman itu penting kepercayaan dan saling menolong satu dengan yang lain. Jadi penting untuk mengintropeksi diri lalu segera berubah. Agar semua orang menjadi percaya lagi dan tidak ada yang mengucilkan kamu. 

Baca Juga: Sering Canggung? Inilah 7 Cara untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri!

3. Sulit mencapai kesuksesan

Pexels/Min An

Mengingkari janji akan membuat kamu semakin terpuruk sebab, kesuksesan yang kamu raih sangat sulit dan itu akibat perkataan kamu. Jangan kan rekan kerja, bos kamu saja pasti sulit percaya dengan kamu akibat suka mengingkari janji. Jadi jangan harap kesuksesan dengan mudah kamu dapat. 

4. Tidak dapat diberi tanggung jawab

Pexels/Nathan Cowley

Sifat yang suka mengingkari janji akan membuat kamu sulit menerima tanggung jawab. Yang kamu lakukan tidak sesuai dengan janji dan ucapan. Selalu mencari alasan bahkan lari dari tanggung jawab. Itulah sebabnya, kamu tidak dapat diberi tanggung jawab sebelum kamu mau berubah. 

5. Tidak pernah mendapat kebahagiaan dalam hidup

Unsplash/Sydney Sims

Dampak negatif terakhir yang kamu dapat ketika sering mengingkari janji adalah sulit mendapat kedamaian dalam hidup. Kamu tidak dapat hidup sendiri dan butuh orang lain. Jadi apa yang kamu ucapkan harus ditepati agar, Kedamaian dalam hidup dapat kamu miliki. 

Ketika kamu masih dapat hidup dan bahagia sampai sekarang, lebih baik ambil kesempatan kamu untuk berubah. Jangan suka mengingkari janji karena itu hanya menghancurkan hidupmu. 

Baca Juga: 5 Cara Menjadi Pribadi Terorganisir, Dijamin Tak Pernah Ingkar Janji!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA