Apa itu partisipasi masyarakat dalam pemerintahan?

H. Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesisdan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.

H.S. Tisnanta, Partisipasi Publik Sebagai Hak Asasi Warga Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Refika Aditama, Jakarta, 2005.

Johnny Ibrahim, Teori&MetodologiPenelitianHukumNormatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2013.

Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Buku Kompas, Jakarta, 2008.

SoerjonoSoekanto& Sri Mamuji, PenelitianHukumNormatifSuatuTinjauanSingkat, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2010.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang dan sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Bachtiar Simatupang, Pandangan Tentang Hubungan Hukum Dengan Kekuasaan, Moral serta Etika, Jurnal Hukum Kaidah, FH UISU, Nomor 02 Mei 2016.

Mifta Farid, Antikowati, & Rosita Indrayati, Kewenangan Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Potensi Daerah, e-Journal Lentera Hukum, University of Jember, Volume 4, Issue 2, 2017, pp. 95-108.

Sema Ardianto, Partisipasi Masyarakat Sebagai Solusi Bagi Problematik Implementasi Peraturan Daerah, Jurnal Hukum Khaira Ummah, Unissula, Semarang, Vol. 13. No. 1 Maret 2018.

Agung Hermansyah, Pembangunan Infrastruktur dan Partisipasi Masyarakat, Praktisi Hukum di Kantor Konsultan Hukum, Legal Drafter, dan Advokat LEGALITY, Padang, dikutip dari //news.detik.com/kolom/d-4021236/pembangunan-infrastruktur-dan-partisipasi-masyarakat.

//www.jogloabang.com/politik/pp-45-tahun-2017-partisipasi-masyarakat-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah.

I Gusti Ayu Oka Pramitha Dewi & Ida Bagus Wyasa Putra, Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Yang Demokratis, Bagian Hukum Pemerintah Fakultas Hukum Universitas Udayana, dikutip dari file:///C:/Users/Asus/Downloadys/Peran%20masy%20dalam %penye%20Pemda.pdf

Papa Boim, Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dikutip dari //iariadi.web.id/partisipasi-masyarakat-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah/.

- Hetifah (dalam Handayani 2006:39) berpendapat, “Partisipasi sebagai keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah kepentingan eksternal”. 

- Menurut Histiraludin (dalam Handayani 2006:39-40) “Partisipasi lebih pada alat sehingga dimaknai partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintah juga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggung jawab pada program yang dilakukan”. Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pemngembangan masyarakat, seolah-olah menjadi “model baru” yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek. Dalam pengembangannya seringkali diucapkan dan ditulis berulang-ulang teteapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan atau proses bersama saling memahami, merencanakan, menganalisis, dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.

- Selanjutnya menurut Slamet ( 2003:8 ) menyatakan bahwa, partisipasi Valderama dalam Arsito mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu :

  1. Partisipasi politik (political participation)

  2. Partisipasi social (sosial participation)

  3. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship)

Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Partisipasi politik (political participation) lebih berorientasi pada “mempengaruhi” dan “mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintah ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.

2. Partisipasi social (social participation) partisipasi ditempatkan sebagai beneficiary atau pihak diluar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, pemantauan, evaluasi dan implementasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial.

3. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship) menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi warga telah mengalih konsep partisipasi “dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju suatu keperdulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambil keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik. Partisipasi dapat dijelaskan sebagai masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila akan dilakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukkan yang sangat berharga. Masyarakat lokal dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.

Partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksitensi manusia seutuhnya, tuntutan akan partisipasi masyarakat semakin berjalan seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga Negara. Penyusunan perencanaan partisipasif yaitu dalam perumusan program-program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat dilakukan melalui diskusi kelompok-kelompok masyarakat secara terfokus atau secara terarah. Kelompok strategis masyarakat dianggap paling mengetahui potensi, kondisi, masalah, kendala, dan kepentingan (kebutuhan) masyarakat setempat, maka benar-benar berdasar skala prioritas, bersifat dapat diterima oleh masyarakat luas (acceptable) dan dianggap layak dipercaya (reliable) untuk dapat dilaksanakan (implementasi) program pembangunan secara efektif dan efesien, berarti distribusi dan alokasi faktor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, demikian pula pencapaian sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, berkembangnya kegiatan lokal baru, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan terwujud secara optimal pula. Perencanaan program pembangunan disusun sendiri oleh masyarakat, maka selanjutnya implementasinya agar masyarakat juga secara langsung dilibatkan. Perlibatan masyarakat, tenaga kerja lokal, demikian pula kontraktor lokal yang memenuhi syarat. Selanjutnya untuk menjamin hasil pekerjaan terlaksana tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran, peran serta masyarakat dalam pengawasan selayaknya dilibatkan secara nyata, sehingga benar-benar partisipasi masyarakat dilibatkan peran serta mulai penyusunan program, implementasi program sampai kepada pengawasan, dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efesien.

Sumber : *Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru.  Semarang: Clyapps  Diponegoro University

*Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isi Pembangunan. Malang: Universitas Negeri Malang. UM Press

*Supriady, Deddy dan Riyadi. 2005. Perencanaan Pembangunan Derah. Jakarta: SUN

*Isbandi, Rukminto Adi. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas : Dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok:  Fisip UI press

*Handayani, Suci. 2006. Perlibatan Masyarakat Marginal Dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipasi (Cetakan Pertama). Surakarta: Kompip Solo

*Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press

Lihat Foto

Kristian Erdianto

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Penyelenggaraan Pemilu mendesak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu di DPR dilakukan secara terbuka dan mengedepankan partisipasi publik.

KOMPAS.com - Partisipasi publik adalah keikutsertaan masyarakat dalam semua proses dan tahapan pembuatan keputusan serta ikut bertanggung jawab di dalamnya.

Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat terhadap perumusan kebijakan publik menjadi salah satu hal penting dalam prosesnya.

Partisipasi masyarakat menjadi indikator penting dalam menghasilkan kebijakan publik yang tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan penyelenggaraan negara, terutama dalam negara demokrasi seperti Indonesia.

Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dapat diwujudkan dalam tahapan proses perumusan kebijakan, yaitu:

  • Tahap Identifikasi Masalah: Masyarakat dapat berpartisipasi dengan cara menyampaikan atau menyalurkan aspirasi atau kebutuhan dan masalah yang sedang dihadapi kepada pemerintah. Masyarakat juga berhak menyampaikan opininya terkait hal tersebut.
  • Penyampaian Masalah: Penyampaian masalah dan cara pemecahannya bisa disampaikan langsung melalui media massa atau pada saat dengar pendapat yang diselenggarakan pemerintah. Di era digital kemudahan penyampaian aspirasi dapat dicapai melalui sosial media pemerintah dan instansi yang terbuka.
  • Tahap Perumusan atau Formulasi Rancangan Kebijakan: Masyarakat dapat memberikan opini, masukan, dan kritik rancangan kebijakan apabila rancangan kebijakan masih belum tepat dalam menyelesaikan masalah.
  • Tahap Pelaksanaan Kebijakan: Partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan mendukung dan melaksanakan kebijakan. Sikap proaktif masyarakat sangat memengaruhi penyelesaian masalah. Tanpa dukungan masyarakat, kebijakan publik yang baik pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah.

Baca juga: KPA Minta Proses Revisi Perpres Reforma Agraria Libatkan Partisipasi Publik

Hambatan Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik yang masih rendah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut faktor internal yang menghambat partisipasi masyarakat:

  • Masyarakat masih terbiasa pada pola lama, yaitu peraturan tanpa partisipasi warga. Warga hanya menerima dan melaksanakan saja.
  • Masyarakat tidak tahu adanya kesempatan untuk berpartisipasi.
  • Masyarakat tidak tahu prosedur partisipasi.
  • Rendahnya sanksi hukum di kalangan masyarakat.
  • Rendahnya sanksi hukum kepada pelanggar kebijakan publik.

Selain itu, faktor eksternal juga banyak menghambat terwujudnya partisipasi masyarakat. Berikut faktor eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik:

  • Tidak dibukanya kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
  • Masih adanya anggapan sentralistik atau pemusatan kekuasaan yang tidak sesuai dengan otonomi daerah.
  • Adanya anggapan bahwa partisipasi masyarakat akan memperlambat pembuatan kebijakan publik.
  • Kebijakan publik yang dibuat terkadang belum menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung.
  • Hukum belum ditegakkan secara adil.
  • Tidak memihak kepentingan rakyat.

Baca juga: Kemenkominfo Sebut Keberhasilan Vaksinasi Membutuhkan Partisipasi Masyarakat

Dampak Negatif Rendahnya Partisipasi Masyarakat

Dampak negatif rendahnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik adalah:

  • Rendahnya efektivitas kebijakan publik.
  • Tidak memenuhi hak-hak rakyat secara menyeluruh.
  • Menyebabkan rendahnya kualitas kebijakan yang dihasilkan.
  • Tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat.
  • Tidak sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat.
  • Timbulnya gejolak dalam masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
  • Terhambatnya pelaksanaan pembangunan nasional dan akan semakin tertinggal dari bangsa lain.
  • Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga memungkinkan terjadi anarkisme dalam masyarakat.

Referensi

  • Adnyani, Ni Ketut Sari. 2018. Hukum Pemerintahan Daerah dalam Perspektif Kajian Pengelolaan Potensi Lokal. Depok: Rajawali Pers
  • Dwiyanto, Agus. 2021. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: UGM Press
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA