Apa fungsi wilayah yang sudah pernah terkena tsunami

Laporan oleh Arif Maulana

Wisatawan sedang berwisata di Pantai Barat Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Wilayah ini pernah dilanda tsunami pada 2006 silam, dan masih berpotensi terjadi kembali. (Foto: Tedi Yusup)*

[unpad.ac.id, 27/9/2020] Tsunami menjadi bencana yang mengintai masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir selatan Jawa Barat. Peningkatan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat diperlukan untuk meminimalisasi risiko kehilangan nyawa dalam jumlah besar.

Dosen Fakultas Geologi Universitas Padjadjaran Dr. Dicky Muslim, M.Sc., mengatakan, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan tsunami akan terjadi. Meski demikian, Indonesia setidaknya punya sistem peringatan dini tsunami yang salah satunya sudah dipasang di sepanjang pesisir selatan Jabar.

“Pada intinya kewaspadaan dipertinggi,” ujar Dicky, Minggu (27/9).

(baca juga: Jatinangor Juga Menyimpan Potensi Bencana, Apa yang Harus Dilakukan?)

Kawasan pesisir selatan Indonesia merupakan wilayah zona subduksi selat sunda atau yang kerap kenal dengan Sunda Megathrust. Zona ini memanjang dari selatan pulau Sumatera hingga Nusa Tenggara. Kawasan ini merupakan zona pertemuan antara lempeng Indo-Australia.

Aktivitas sesar atau patahan di Sunda Megathrust masih aktif hingga sekarang. Aktivitas patahan menyebabkan gempa vertikal yang kerap menjadi pemicu terjadinya tsunami.

Dicky menjelaskan, terjadinya gempa vertikal merupakan peringatan utama yang harus diwaspadai oleh masyarakat yang tinggal di pesisir. Aktivitas gempa akan ditangkap dan diproses oleh sistem. Jika gempa berpotensi tsunami, maka sistem akan mengeluarkan peringatan dini tsunami.

(baca juga: Informasi Penanggulangan Bencana Harus Mudah Dipahami dan Ubah Perilaku Masyarakat)

“Jika sudah ada peringatan tsunami, masyarakat harus lari ke tempat yang lebih tinggi,” kata Dicky.

Dicky menambahkan, masyarakat hanya punya waktu sekira 15 – 20 menit untuk menyelematkan diri pascagempa vertikal terjadi.

Ciri lain yang bisa menjadi penanda terjadinya tsunami adalah surutnya air laut tiba-tiba akibat terserap terserap ke dalam retakan setelah gempa tektonik terjadi. Namun, Dicky mengatakan, tidak semua peristiwa tsunami diawali dengan menyurutnya air laut.

“Asa ada tanda itu (gempa dan air laut surut) segera lari ke bukit,” imbuhnya.

Sayangnya, banyak masyarakat yang masih abai akan peringatan dini tsunami. Hal ini sering dijumpai oleh Dicky setiap kali melaksanakan observasi lapangan, salah satunya di kawasan pesisir selatan Jabar. Padahal, kewaspadaan yang baik akan mengurangi dampak dari bencana tsunami.

Ancaman Tsunami 20 Meter

Baru-baru ini, hasil kajian peneliti Institut Teknologi Bandung memaparkan adanya ancaman tsunami setinggi 20 meter di Indonesia. Kajian ini sudah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature.com.

Indonesia Harus Waspadai Ancaman Bencana dari Aktivitas Patahan)

Menurut Dicky, ancaman tsunami setinggi 20 meter tersebut merupakan skenario yang memungkinkan berdasarkan akumulasi regangan/energi yang dilepaskan saat gempa tektonik terjadi. Tentunya, skenario ini tetap harus dilakukan penelitian lanjutan.

Hikmahnya, kajian ini seharusnya menjadi upaya untuk meningkatkan kewaspadaan akan bahaya tsunami. Ini pula yang sudah dilakukan negara Jepang. Hasil riset dijadikan pedoman untuk melakukan mitigasi kebencanaan dengan baik.

“Berdasarkan pengalaman gempa dan tsunami Jepang pada 2011, itu sudah diprediksikan 10 tahun sebelumnya,” kata Dicky.*

Bukan untuk memupuk ketakutan sehingga timbul phobia, isu gempa dan gelombang tsunami yang dimungkinkan terjadi karena adanya pertemuan dua lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia di pesisir selatan pulau Jawa harus disikapi positif. Masyarakat harus mengenal situasi ini, sekaligus mengembalikan mindset bahwa realitas masyarakat Kabupaten Pacitan memang berdiri di atas tanah dengan segudang potensi bencana.Oleh sebab itu Tim Liputan Diskominfo Pacitan melalui berbagai laman resminya menyambut baik timbal balik pembaca yang meminta penajaman artikel yang berjudul, “Siapkah Jika Megathrust di Selatan Jawa Pecah Sewaktu-waktu” terbit pada (29/09). Sehingga kian kaya wawasan akan kebencanaan.Merujuk sejarah, Belanda diam-diam mencatat fakta bahwa Patjitan nama ejaan Pacitan saat itu sempat dihantam 2 kali gelombang besar. Kejadian pertama terjadi pada awal tahun 1840, gelombang pasang itu juga didahului dengan gempa bumi. Selanjutnya gempa yang disusul gelombang besar terjadi saat jelang magrib, pada 20 Oktober tahun 1859.Melihat fakta ini sebanyak 27 desa menjadi perhatian pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, desa-desa tersebut berada di dataran rendah berhadapan dengan samudera Hindia. “Yang berada di dataran tinggi tentu menjadi pengecualian,” ungkap Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Pacitan Diannita Agustinawati (02/10).Dari ujung barat Kecamatan Donorojo desa-desa tersebut meliputi Desa Sendang, Kalak, Widoro. Kecamatan Pringkuku, Dadapan, Candi, Poko, Jelubang, Dersono dan Watukarung. Kecamatan Pacitan, Desa Sirnoboyo, Kembang, Sidoharjo, Ploso.Beralih ke timur kota mulai Kecamatan Kebonagung, Desa Worawari, Sidomulyo, Klesem, Katipugal, Plumbungan, Kalipelus, Karangnongko. Kecamatan Tulakan, Desa Jetak. Kecamatan Ngadirojo, Desa Sidomulyo, Hadiwarno. Dan Kecamatan Sudimoro, Semberejo, Pagerlor, Pagerkidul dan Sukorejo.Menurut perhitungan kasar, warga pesisir yang harus melakukan evakuasi mandiri mencapai 20 persen dari total populasi penduduk Pacitan, atau kira-kira 100 ribu orang. Sementara sebagian diantaranya adalah kelompok rentan yang perlu dibantu saat proses evakuasi saat kejadian. “Masyarakat harus peka melihat kanan kiri, disitu ada lansia, balita, disabilitas menjadi prioritas untuk ditolong,” kata Dian.Selebihnya jumlah kelompok rentan tersebut belum ditemukan jumlah pastinya, BPBD dalam waktu dekat akan berkomunikasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Pacitan untuk memperoleh jumlah bulatnya dan memang harus terus di update karena faktor fluktuasi data.Prakiraan Institut Teknologi bandung (ITB) memperkirakan gempa dapat mencapai 9 skala richter, kemudian disusul gelombang tsunami yang mencapai 20 meter. Ini merupakan skenario terburuk, skenario ini dapat terjadi manakala pecahan tumbukan kedua lempeng mengakibatkan pecahan dari ujung barat pulau Jawa hingga Banyuwangi. “Merujuk para ahli inikan siklus,” lanjut Dian.Lalu seperti apa situasi tersebut jika dibanding dengan banjir siklon tropis 2017 silam, Dian memperkirakan kerusakan yang ditimbulkan tidak serata bencana 3 tahun lalu. Meski sekali lagi gempa dipastikan bisa dirasakan seluruh wilayah, hanya saja ketinggian tsunami cukup mengancam wilayah pesisir dataran rendah.Profesor Ron Harris yang sempat datang langsung ke Pacitan dalam penelitiannya tahun 2016 lalu, memperkirakan gelombang tsunami yang masuk ke daratan sejauh 2 sampai dengan 3 kilometer dari bibir pantai. Jika merujuk pada prakiraan tersebut pusat kota dan pemerintahan masih berstatus aman, lantaran jaraknya 5 kilometer dari pantai.Ini juga didukung Sabuk hijau atau green belt sebagai penahan kecepatan gelombang di sepanjang teluk Pacitan, saat ini kondisi kelebatan cukup baik. Bersyukur di Indonesia pemilik sabuk hijau terbaik adalah teluk Pacitan dan Banyuwangi.Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjadi perhatian selanjutnya, sebab aliran sungai ibarat jalan tol bagi gelombang tsunami, beberapa wilayah yang berada di lokasi ini harus benar-benar memahami mitigasi secara mandiri meski jaraknya diatas 3 kilometer.Berbagai kesiapan terus dilakukan pemerintah, mengingat masyarakat saja tidak cukup untuk menghadapi skenario ini, dalam waktu dekat berbagai simulasi yang berhubungan dengan gempa dan tsunami terus dilakukan, walaupun tak ada yang menghendaki tsunami terjadi. “Masyarakat jangan panik, tetap tenang dan waspada,” harap Bupati Pacitan Indartato (30/09). (bd/anj/alazhiim/ryt/dzk/rch/tk/DiskominfoPacitan).

Updated

Jakarta, CNBC Indonesia - Terdapat potensi tsunami raksasa pada daerah selatan pesisir pulau Jawa. Dari pemodelan yang ada, efeknya bisa mencapai pesisir Jakarta, meskipun wilayah tersebut jauh di bagian utara.

Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas mengatakan dari data Global Navigation Satellite System (GNSS) terdapat akumulasi energi di bagian megathrust Selat Sunda sampai selatan Pulau Jawa. Daerah tersebut seperti Pelabuhan Ratu dan selatan Parangtritis serta selatan Pantai Jawa Timur.

Dari pemodelan, jika gempa terjadi hingga kekuatan mencapai magnitudo (M) 8,7 sampai 9,0 kemungkinan diikuti tsunami raksasa setinggi 20 meter.

Selain itu risiko Jakarta terkena tsunami akan lebih besar, dikarenakan wilayah pesisir sudah berada di bawah laut hingga minus 1 hingga 2 meter.

"Berdasarkan hasil simulasi model, run-up tsunami dapat mencapai sebagian besar Pluit, Ancol, Gunung Sahari, Kota Tua hingga Gajah Mada. Kalau kita perhatikan modelnya ternyata nyaris menyentuh Istana," ujar Heri dalam keterangan tertulis.

Dari pemodelan yang dibuat, peran tanggul untuk laut Jakarta sangat penting. Ini bisa berfungsi untuk melindungi Jakarta dari banjir rob hingga ancaman tsunami.

Dia mengatakan fakta ancaman tersebut harus diungkapkan."Fakta ini mau tidak mau harus diungkap, meskipun terkesan menakut-nakuti," kata Heri.

Selain itu masyarakat juga diimbau menyikapi risiko tersebut dengan lebih bijak dan waspada. Gempa bumi dan tsunami ada bencana alam yang hampir tidak mungkin dicegah.

Sebelumnya juga terdapat prediksi potensi gempa besar dan tsunami setinggi 29 meter. Ini diperkirakan akan terjadi di wilayah pantai selatan Jawa, khususnya Jawa Timur.

Selain itu juga pernah ada prediksi dari Tim ITB soal gempa dan tsunami di pesisir Jawa hingga Selat Sunda. Diperkirakan tsunaminya memiliki tinggi 20 meter.

Namun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) belum ada teknologi yang dapat memprediksi soal gempa dengan tepat dan akurat. Termasuk soal keakuratan waktu kejadian, tempat dan kekuatan saat gempa terjadi.

BMKG juga mengatakan tidak pernah mengeluarkan prediksi soal bencana tersebut. "Sehingga BMKG tidak pernah mengeluarkan informasi prediksi gempa bumi," mengutip dari laman resmi BMKG.

Indonesia adalah wilayah aktif dan rawan gempa bumi ungkap BMKG. Negara ini punya potensi gempa yang dapat terjadi kapan saja dengan kekuatan yang bervariasi. Pihak BMKG juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

*RALAT : Judul sudah dilakukan pembaruan. Kata "Prediksi" diganti menjadi "Potensi"


(npb/roy)

TAG: megathrust tsunami 20 meter

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA