Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?

KOMPAS.com - Pendidikan di masa pendudukan Jepang (1942-1945), jauh leih buruk dari sebelumnya, ketika Indonesia masih di bawah penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Ketika Jepang datang, Jepang menjadikan Indonesia sebagai pangkalan perangnya. Masyarakat harus hidup di bawah kondisi perang yang diterapkan jepang.

Akibatnya, para pengajar harus bekerja untuk Jepang. Anak-anak bahkan turut dikerahkan membantu memenuhi kebutuhan perang.

Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), jumlah sekolah dasar turun.

Pada tahun ajaran 1940/1941 atau ketika Indonesia masih dijajah Belanda, jumlah sekolah dasar 17.848. Namun di akhir pendudukan Jepang (1944/1945), jumlah sekolah dasar menjadi 15.069.

Baca juga: Ekonomi Perang di Masa Pendudukan Jepang

Jumlah guru yang tadinya 45.415 juga berkurang menjadi 36.287. Banyak yang putus sekolah dan buta huruf karenanya.

Di sisi lain, pendudukan Jepang juga berdampak positif terhadap pendidikan. 

Salah satu kebijakan jepang di bidang pendidikan adalah menetapkan satu macam jenjang pendidikan dasar selama enam tahun, dampak positif kebijakan ini adalah diskriminasi di bidang pendidikan yang terjadi sejak masa kolonial Belanda dihapuskan.

Kebijakan pendidikan

Selain itu, sejak pendudukan Jepang, beberapa kebijakan yang sebelumnya berlaku, diubah.

Pertama, bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda.

Kedua, sistem pendidikan diintegrasikan. Pendidikan berdasarkan kelas sosial yang sebelumnya berlaku di era Hindia Belanda, dihapuskan.

Di masa pendudukan Jepang, pendidikan tingkat dasar hanya ada satu macam yakni sekolah dasar selama enam tahun.

Baca juga: Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?
Lihat Foto

Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019)

Rapor pada masa pendudukan Jepang

Jepang menyeragamkan sekolah-sekolah dasar di Indonesia agar mudah diawasi. Kebijakan ini berdampak positif.

Anak-anak pribumi dari keluarga miskin yang sebelumnya tidak berhak untuk sekolah, jadi mengenyam pendidikan yang sama dengan anak bangsawan dan keturunan Belanda.

Sekolah-sekolah berbahasa Belanda ditutup. Begitu juga materi pengetahuan soal Belanda dan Eropa.

Salah satu sekolah yang harus ditutup, Hollandsche Chineesche School atau HCS. Tutupnya HCS menyebabkan anak-anak keturunan Tionghoa kembali ke sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi perkumpulan Chung Hua Chiao Thung.

Jepang juga melarang berdirinya sekolah swasta baru. Sekolah swasta yang sudah telanjur berdiri harus mengajukan izin ulang agar bisa tetap beroperasi.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Sekolah swasta yang dulu diasuh oleh badan-badan missie atau zending dibolehkan beroperasi kembali atas diselenggarakan oleh pemerintah Jepang seperti sekolah negeri.

Sekolah swasta baru yang boleh berdiri hanya sekolah di bawah kendali Jawa Hokokai. Jawa Hokokai adalah organisasi yang dibentuk Jepang untuk membantu perang.

Sekolah swasta lainnya hanya dibolehkan membuka sekolah kejuruan dan bahasa.

Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantara diubah namanya. Taman Dewasa menjadi Taman Tani. Sementara Taman Guru dan Taman Madya tutup.

Sementara terhadap pendidikan Islam, Jepang berusaha mengambil simpati dengan sering mengunjungi pesantren sambil membawa bantuan.

Baca juga: Empat Serangkai: Tokoh, Sejarah Terbentuk, dan Kiprahnya

Barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar militer diizinkan dan didukung Jepang. KH Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Moh Hatta diperkenankan mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta.

Jepang juga mengizinkan berdirinya Pembela Tanah Air (PETA) yang merupakan cikal bakal TNI.

Doktrin Jepang

Doktrin yang diberikan Jepang kepada para pengajar adalah Hakko Ichiu yang artinya Delapan Benang di Bawah Satu Atap.

Hakko Ichiu adalah ambisi Jepang untuk menyatukan Asia Timur Raya (termasuk Asia Tenggara) dalam satu kepemimpinan, yakni di bawah Kaisar Jepang.

Baca juga: Perang Asia Timur Raya: Latar Belakang dan Posisi Jepang

Para pengajar di daerah-daerah diikutkan pelatihan di Jakarta. Setelah pulang kembali, mereka harus meneruskan ke rekan-rekan di daerah asalnya.

Jepang juga membentuk sekolah guru yang terdiri atas sekolah guru dua tahun (shoto shihan gakko), sekolah guru empat tahun (cuutoo shihan gakko), dan sekolah guru enam tahun (koto shihangakko).

Selain Hakko Ichiu, Jepang juga memberikan doktrin lain yakni Nippon Seisyin atau latihan kemiliteran dan semangat Jepang.

Kemudian bahasa, sejarah, dan adat istiadat Jepang. Juga ilmu bumi dengan perspektif geopolitik.

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Jepang juga menerapkan tingkatan pendidikan baru. Setelah sekolah dasar enam tahun (kokumin gakko), ada sekolah menengah pertama tiga tahun dan sekolah menengah tinggi tiga tahun.

Berikut bagan tingkatan pendidikan yang diberlakukan di era pendudukan Jepang:

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?
Lihat Foto

Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019)

Diagram sekolah pada masa pendudukan Jepang

Kurikulum Indonesia

Untuk memperoleh dukungan rakyat Indonesia, Jepang mengajak tokoh pendidikan kala itu, Ki Hajar Dewantara sebagai penasihat bidang pendidikan.

Sebab sebelumnya, ketika menduduki Manchuria dan China, Jepang menerapkan kurikulum Jepang. Kegagalan di China tak diulangi lagi.

Baca juga: Organisasi Sosial Kemasyarakatan Bentukan Jepang

Di Indonesia, Jepang bersedia mengakomodasi kurikulum lokal. Kendati demikian, ketika Jepang makin terimpit dalam perang, Jepang mengerahkan sendenbu (petugas propaganda).

Tujuannya, menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia merdeka.

Jepang mewajibkan setiap siswa latihan disiplin militer keras seperti tentara Jepang. Siswa diwajibkan melakukan kinrohosyi atau kerja bakti.

Mereka diminta mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan.

Pelatihan ini ditujukan agar siswa memiliki semangat Jepang (Nippon Seishin). Mereka juga harus menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, melakukan penghormatan untuk kaisar ke arah Tokyo, menghormati bendera Jepang Hinomaru, dan gerak badan taiso.

Baca juga: Jawa Hokokai, Organisasi Pergerakan pada Masa Pendudukan Jepang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?

Apa bahasa pengantar yang digunakan sebagai sekolah pada masa penjajahan Jepang?
Lihat Foto

Black Sun, Red Moon (2013)

Anak-anak di Jawa berlatih militer pada tahun 1944 di bawah pendudukan Jepang.

Oleh: Rina Kastori, Guru SMP Negeri 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi 

KOMPAS.com - Pada Januari 1942, Jepang mendarat masuk ke Indonesia melalui Ambon dan menguasai seluruh Maluku. 

Setelah menduduki Indonesia, Jepang mulai menyusun kebijakan bagi rakyat Indonesia. Berdasarkan pengalaman, keberhasilan mereka menjadi negara besar adalah dengan melakukan perubahan di bidang pendidikan. 

Kondisi ini menjadi pertimbangan Jepang untuk menguasai Indonesia secara maksimal. Alat indoktrinasi yang paling efektif yaitu sekolah. Maka, Jepang membuka kembali sekolah-sekolah yang sebelumnya dibekukan. 

Baca juga: Mengenal Kabuki, Seni Teater Klasik Asal Jepang

Sistem pendidikan di Indonesia

Dikutip dari jurnal Pendidikan di Indonesia Masa Pendudukan Jepang (2021) oleh Hudaidah dan Arman Putra Karwana, sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang, yaitu: 

  • Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat) 

Sekolah rakyat ini memiliki masa belajar selama enam tahun. Di mana Sekolah Rakyat adalah sekolah pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar tiga atau lima tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. 

Terdapat dua pendidikan lanjutan, yakni Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan masa belajar tiga tahun dan Kato Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) yang juga memiliki masa studi tiga tahun. 

Terdiri dari sekolah lanjutan yang bersifat vokasional antara lain bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. 

Sistem pendidikan tersebut termasuk tanda-tanda kemajuan pendidikan di Indonesia, terutama dari segi pendirian lembaga pendidikan seperti madrasah dan pondok pesantren di daerah terpencil. 

Pendirian beberapa sekolah oleh pemerintah Jepang berhubungan dengan usaha penanaman ideologi Jepang yaitu Hakko Ichiu yang artinya Delapan Benang di Bawah Satu Atap. 

Guru-guru dibebani tugas sebagai penyebar ideologi Hakko Ichiu. Di mana setiap daerah mengirimkan calon guru untuk mengikuti pelatihan dengan syarat mendapat persetujuan dari pimpinan Jepang. 

Ketika kembali ke daerah masing-masing, guru tersebut wajib menanamkan ideologi Hakko Ichiu. 

Baca juga: MIAI dan Masyumi, Cara Jepang Galang Dukungan Umat Islam

Kebijakan kurikulum pendidikan

Selama berkuasa, Jepang melakukan beberapa kebijakan terkait kurikulum yang berlaku, di antaranya: 

  • Kurikulum berbahasa Indonesia

Bahasa pengantar pada kurikulum menggunakan Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia menjadi signifikan. Sehingga pelajaran Bahasa Indonesia tetap menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa resmi serta bahasa pengantar di sekolah. 

Hanya saja bahasa Jepang ditetapkan sebagai pelajaran dan adat istiadat Jepang yang harus dipelajari. 

  • Penghapusan kurikulum dualisme pengajaran 

Semua lembaga pendidikan berbasis kolonial Belanda dihapuskan oleh Jepang. Sistem dualisme yaitu pengajaran barat dan pengajaran bumi putera tidak berlaku. Hanya ada satu jenjang sekolah untuk seluruh lapisan masyarakat.

Mata pelajaran dalam kurikulum yang dapat diajarkan yaitu mata pelajaran umum, seperti bahasa Indonesia, matematika, dan geografi. Kemudian diajarkan pula bahasa Jepang. 

Disiplin militer 

Jepang mewajibkan siswa untuk berlatih disiplin militer seperti tentara Jepang. Siswa diwajibkan melakukan kinrohosi atau kerja bakti. 

Para siswa diminta mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, membersihkan asrama, menanam bahan makan, dan memperbaiki jalan. 

Baca juga: Kedatangan Jepang ke Indonesia

Disiplin militer dilakukan bagi siswa agar memiliki semangat Jepang. Bahkan mereka juga wajib menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, melakukan penghormatan kaisar ke arah Tokyo, dan menghormati bendera Jepang Hinomaru. 

Akhirnya kegiatan para siswa lebih banyak diluar kelas dibandingkan belajar materi di dalam kelas. Sehingga membuat para siswa justru memiliki ilmu pengetahuan yang tidak berkembang. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.