5 karakteristik untuk menjadi guru agama yang ideal

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- oleh: Imam Nur Suharno

Penguatan pendidikan karakter menjadi topik utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Hanya guru berkarakter yang dapat melahirkan siswa berkarakter. Dan mustahil, guru yang tidak berkarakter dapat melahirkan siswa yang berkarakter. Ada 10 karakter yang harus ada pada diri guru sebagai bekal menjalankan tugasnya untuk melahirkan siswa berkarakter. Pertama, salimul aqidah (bersih akidahnya). Guru yang memiliki akidah yang bersih akan mempersembahkan semua yang ada dalam dirinya hanya untuk Allah semata, termasuk dalam hal mendidik siswa. Katakanlah: sesung guhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS al-An'am [6]: 162). Kedua, sahihul ibadah (benar ibadahnya). Guru yang benar ibadahnya adalah guru yang dalam menjalankan seluruh aktivitasnya, termasuk dalam mendidik siswa sebagai sarana ibadah kepada-Nya. Dan ibadahnya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Shalatlah kamu seperti yang kamu lihat aku shalat (HR Bukhari). Ketiga, matinul khuluq (kokoh akhlaknya). Guru yang memiliki akhlak mulia adalah guru yang selalu menjadikan Nabi sebagai teladan dalam hidupannya sehingga guru layak menjadi teladan bagi siswanya. Sebab Nabi SAW adalah manusia yang memiliki akhlak mulia. Dan sesungguhnya kamu wahai Muhammad benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS al-Qalam [68]: 68). Keempat, qawiyyul jismi (kuat jasmaninya). Dalam menjalankan tugasnya guru harus didukung dengan badan yang sehat dan kuat sehingga guru mampu tampil dengan energik dalam mendidik siswa. Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah (HR Muslim). Kelima, mutsaqqaful fikri (intelek dalam berpikir). Guru yang berkarakter adalah guru mau belajar dan belajar serta meng ajarkannya sehingga ilmunya bermanfaat. Maka, Katakanlah: Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?" (QS az-Zumar [39]: 9). Keenam, mujahidun linafsihi (kuat melawan hawa nafsu). Di antara karakter guru yang berkarakter adalah guru yang dapat mengendalikan hawa nafsu dan emosinya, bukan yang malah memperturuti nafsunya dengan sering marah-marah. Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya tunduk pada ajaran Islam yang aku bawa (HR Hakim). Ketujuh, harisun ala waqtihi (sungguh-sungguh menjaga waktunya). Kemampuan memanfaatkan wak tu adalah tanda sebagai guru yang produktif. Nabi SAW ber sab da, Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mu damu sebelum tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebe lum miskin, lowongmu sebelum sibuk, dan hidupmu sebelum mati (HR Hakim). Kedelapan, munadzdzamun fi syu'unihi (teratur dalam semua urusan). Keteraturan dalam segala hal adalah karakter yang harus melekat dalam diri seorang guru yang dibuktikan dengan kerapian administrasi pengajaran. Ali bin Thalib pernah mengingatkan bahwa, Kebatilan yang teratur dapat mengalahkan kebenaran yang tidak teratur. Kesembilan, qadirun alal kasbi (mampu berusaha sendiri). Guru yang berkarakter adalah guru yang mampu hidup mandiri, bukan menjadi beban orang lain sehingga guru dapat fokus mendidik peserta didik. Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, Tidak ada penghasilan yang lebih baik bagi seorang laki-laki da ri pada bekerja sendiri dengan kedua tangannya (HR Ibnu Majah).

Kesepuluh, nafiun lighairihi (bermanfaat bagi orang lain). Jelas guru harus selalu dapat memberikan manfaat kepada orang lain, khususnya kepada peserta didik. Nabi SAW bersabda, Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia (HR Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni). Semoga Allah membimbing kita para guru agar menjadi pribadi yang memiliki 10 karakter seperti di atas sehingga dapat melahirkan peserta didik yang berkarakter. Amin.

5 karakteristik untuk menjadi guru agama yang ideal

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Oleh : Wijaya Kurnia Santoso*

(Panjimas.com) – Pembahasan tentang guru selalu menarik untuk diperbincangkan. Di Indonesia, akhir-akhir ini guru menjadi “buah bibir” yang cukup menyedot banyak perhatian publik. Mulai dari tanggung jawabnya tentang kemrosotan moral peserta didik, menggugat profesionalismenya, ribetnya sertifikasi guru dan lain sebagainya.

Di luar itu semua, guru adalah salah satu ujung tombak pendidikan. Di tengah berbagai serangan invasi budaya barat, guru mempunyai peran sebagai kunci pendidikan. Artinya, guru memiliki andil sebagai filter budaya sekaligus berperan mengantarkan suksesi masa depan peserta didik. Jika guru sukses mendidik maka kemungkinan besar murid-muridnya akan meraih kesuksesan pula.

Kesuksesan yang diraih oleh Imam Syafi’i tidak bisa dipisahkan dari peran guru-guru beliau, khususnya Imam Malik. Begitu pula dengan kesuksesan KH. Hasyim Asy’ari yang tidak bisa lepas dari peran guru-guru beliau, khususnya Syekh Kholil, Bangkalan Madura. Peran guru sangatlah vital sebagai pembentuk kepribadian, visi, misi serta cita-cita anak didiknya di masa mendatang. Di balik kesuksesan yang diraih oleh murid, selalu ada peran guru dibalik kesuksesan itu.

Guru adalah pendidik, bukan sekedar pengajar. Tugas guru bukan hanya mengajar, tetapi lebih dari itu, yakni mendidik. Mendidik bukan hanya sekedar mentransfer ilmu, tetapi menjadi contoh teladan, menumbuhkan karakter dan sumber inspirasi bagi para peserta didik.

Profesi guru sama pentingnya dengan profesi dokter maupun apoteker. Apabila ada apoteker dan dokter melakukan malpraktik dalam bidangnya, maka bisa berdampak pada pasien mengalami cedera, cacat permanen dan bahkan kematian. Sangat mengerikan bukan?

Seandainya malpraktik itu terjadi di dunia pendidikan dan dilakukan oleh para guru betapa lebih mengerikannya hal yang akan terjadi. Ya, malpraktik pendidikan. Dampak dan bahayanya lebih mengerikan dibanding malpraktik kesehatan. Karena yang dibentuk dalam pendidikan ini adalah individu yang nantinya menjadi bagian dari masyarakat, terlebih lagi peserta didik yang sekarang ini menjalani proses pendidikan, nantinya 20-30 tahun mendatang akan menjadi pemimpin negeri ini.

Jika output yang dihasilkan adalah orang-orang yang tidak memiliki mental pemimpin dan negaran serta tidak memiliki kepribadian yang baik, maka nasib bangsa ini ke depan akan terancam. Oleh karena itu, dalam proses mendidik harus dilakukan dengan serius, tidak boleh disepelekan.

Para pendidik pun juga harus siap dan mau memantaskan diri menjadi seorang pendidik (baca: guru) yang baik. Guru harus bisa bertindak profesional, tidak hanya memiliki gelar sarjana saja tapi juga harus memiliki karakter pendidik yang tertanam dalam diri dan jiwanya.

Kampus-kampus yang menelurkan para guru, selain membekali dengan ilmu profesional, juga harusnya membentuk karakter para calon guru sehingga siap diterjunkan untuk membentuk karakter dan kepribadian peserta didik nantinya.

Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas, guru yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia dan guru yang mampu menjadi uswah bagi para muridnya. Karena sekali lagi bahwa tujuan pendidikan bukan hanya sekedar cerdas intelektualnya tapi jauh lebih penting dari itu, yakni perubahan perilaku yang baik. Berikut ini 11 karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh guru:

1. Ikhlas

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat at-Tirmidzi dan asy-Syafi’I dalam ar-Risalah dari Nabi saw, beliau bersabda : Allah akan menerangi orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia menyadarinya, menjaganya, dan menyampaikannya. Terkadang ada orang yang membawa pengetahuan kepada orang yang lebih tahu darinya. Ada tiga perkara yang menyebabkan hati seorang muslim tidak dirasuki sifat dengki, yaitu ikhlas beramal karena Allah, menasehati para pemimpin kaum muslimin, dan senantiasa ada dalam jama’ah al muslimin. Karena dakwah akan menyelimuti dari belakang mereka.

2. Tenang dan tidak buru-buru

Rasulullah saw bersabda kepada Asyaj bin Abdil Qais, “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah : tenang dan tidak terburu-buru.” (HR. Muslim)

3. Lembut dan tidak kasar

Rasulullah bersabda, “wahai Aisyah, bersikaplah lembut, karena sesungguhnya Allah apabila menghendaki kebaikan pada suatu keluarga, Dia ilhamkan kelembutan kepada mereka.” (HR. Ahmad)

4. Hatinya penyayang

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Umar ra : “Sesungguhnya setiap pohon selalu memiliki buah. Buah hati adalah anak. Sesungguhnya Allah tidak menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi jiwaku yang berada di TanganNya, tidak akan masuk surga selain orang yang penyayang.” Kami katakan, “Wahai Rasulullah, setiap kita menyayangi?” Beliau menjawab, “Bukanlah yang dimaksud dengan kasih sayang adalah seseorang menyayangi temannya. Yang dimaksud dengan kasih sayang adalah menyayangi seluruh umat manusia.”

5. Memilih yang termudah selama bukan dosa

Dari Aisyah ra, ia berkata: “Tidaklah Rasulullah SAW menentukan pilihan antara dua perkara melainkan beliau memilih yang termudah diantara keduanya selama bukan termasuk dosa. Apabila termasuk dosa, maka beliau menjadi orang yang paling menjauhinya. Tidaklah Rasulullah SAW marah untuk dirinya sendiri dalam masalah apapun kecuali apabila syariat Allah dilanggar, maka beliau akan marah karena Allah SWT

6. Menjauhkan diri dari marah
Rasulullah SAW bersabda, “seorang pemberani bukanlah orang yang pandai berkelahi. Orang pemberani adalah orang yang mampu menguasai diri ketika marah.” (Muttafaqun ‘alaih)

7. Jujur
Hai orang-orang yang beriman, bertkwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah [9] : 119)

8. Bertutur kata dengan baik
Jauhilah neraka walau dengan sebiji kurma. Siapa saja tidak menemukan sebiji kurma, maka dengan perkataan yang baik. (Muttafaqun ‘alaih)

9. Menampakkan wajah berseri
Engkau jangan menyepelekan kebaikan sedikit pun, meski hanya sekedar bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri (HR. Muslim)

10. Bersikap hati-hati (wara’) dan meninggalkan Syubhat
Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Sebaik-baiknya agama kalian adalah wara’. (HR. ath-Thabrani dan al-Bazzar. al-Mundziri berkata, “hadist ini sanadnya hasan”).

11. Amanah
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,…. (QS. An-Nisa [4]: 58)

Semoga guru-guru di negeri ini memiliki karakter demikian, dan akan lahir dari rahim pendidikan ini para pemimpin yang amanah. Jadilah guru yang baik atau tidak sama sekali.

*Praktisi Pendidikan